"Aku segera kesana, kita berangkat bareng-bareng!"
Aku yang kaget dengan perkataannya langsung bungkam seketika, "Tapi? Naik apa?" Tanyaku sambil menaikkan alis sebelah.
"Motor!"
"Ah ngaco kamu, nanti ditilang gimana?"
Dia terdiam lalu berfikir sejenak, "Bisa kuatur nanti, ya sudah kamu tunggu di depan rumahmu, jangan lupa sarapan, Bye!"
"Kebiasaan, belum juga dibalas sudah main matiin aja!" Gerutuku dalam hati kemudian membanting telponku ke atas kasurku.
Dengan cekatan akupun memulai memakai seragam sekolahku, dan menyisir indah rambut panjangku. Hari ini aku akan menguncir kuda rambutku, karena kemaren sempat kena tegur oleh guru karena rambutku tidak diikat.
Tas merah seperti layaknya tas cowok yang sudah berisikan alat tulis sudah siap aku gandeng di pundakku. Kaos kaki yang tertera di bawah mejaku sudah siap untuk aku kenakan, dan sudah menjadi rutinitasku untuk menghelus kepala Moji terlebih dahulu, "Aku pamit yah? Hati-hati di sini, tetap di kamar sampai aku pulang ok?"
Kucing itu hanya menikmati helusan dari tanganku yang mungil ini, "Miaww?!"
"Hahah anak pintar." Ujarku kemudian bergegas menuruni anak tangga dan mulai mengambil makanan buatan Bik Ainun.
Bik Ainun tengah mempersiapkan semuanya, di sana terdapat ayam panggang, tumis kangkung, dan tidak lupa pula buah-buahan. Di meja ini juga terdapat Ayah, Wuri, dan Rio.
Bik Ainun yang sedang sibuk, masih saja memperhatikanku dengan sangat cermat, "Tumben hari Non cepat bangun?" Tanyanya sedikit meledek.
"Heheh gak apa-apa Bik." Jawabku sambil cengir kuda.
"Lex? Ayah tidak bisa mengantarmu ke sekolah untuk hari ini, Ayah ada meeting sebentar lagi, kamu gak apa kan kalo perginya bareng Rio diantar oleh Pak Agus. Ayah---"
Aku segera memotong perkataan Ayah, "Tidak perlu, Leo akan segera datang menjemputku, kami akan pergi berdua."
"Tapi? Kalo terjadi apa-apa gimana?"
"Tidak usah khawatir, khawatirkan saja keadaan dia dan dia." Jawabku sambil memandangi Wuri dan Rio secara bergiliran.
"Kalo begitu, aku duluan!" Lanjutku datar.
Dengan sergap Bik Ainun menarik tangan kananku, "Non? Bawalah ini!" Ujarnya sambil menyodorkan tempat bekal yang sudah penuh dengan makanan.
"Makasih Bik." Jawabku sambil menyalami Bik Ainun dan Ayah, tidak untuk Wuri.
Aku langsung membuka pintu depan rumah dan bergegas memakai sepatuku yang terletak di rak sepatu dekat pintu depan rumahku. Sambil memakai sepatu aku juga melihat-lihat keluar sana, apakah Leo sudah berada di halaman rumahku atau belum nyampe?
Terdengar suara motor berderu di seberang sana, dan ternyata itu adalah motornya Leo. Leo yang tengah memakai hodie favoritnya yang berwarna merah maroon-pemberian terkahir dari Ibunya.
Sambil menancapkan standar pada jalanan diapun bergegas membalikkan motornya, "Ayok, nah pakai ini!" Ujarnya sambil menyodorkanku sebuah helm.
"Sudah siap?" Lanjutnya.
"Iya, bawanya jangan ngebut-ngebut!"
"Tenang, kita ke sekolah lewat jalan pintas saja, yang enggak ada polisinya."
"Ya, terserahmu saja, aku ikut."
"Oke!"
Gaspun tengah ditancapkan oleh kakinya, akupun langsung menaruh tanganku di dalam saku hodienya. Aku tidak terlalu suka memakai hodie, tetapi aku sangat suka memakai jaket.
"Pegangan yang erat, entar kalo kamu jatuh aku gak tanggung jawab hahah."
'Plakkk', akupun menepuk helm yang dikenakan oleh Leo, yang membuat Leo menunduk dan akibatnya dia kehilangan keseimbangan.
"Lex?!" Gerutunya malas.
"Kamu sih hahah. Kalo kita jatuh pasti lucu hahah."
"Serahmu, untung saja aku dah pro."Balasnya pamer.
" Belum pro tauk. Lawan dulu Marc Marquez sampe menang, kalo menang nah baru kamu dah pro."
"Males akh, kenalan aja belum hahah."
Tidak lama kemudian kami sampai di sebuah warung dekat SMPN 1 Kota Gretuhi.
"Kok berhenti di sini?" Tanyaku mengernyit.
"Nanti kalo aku ketahuan bawa motor bakalan kena point, jadi aku nitip motorku di sini aja." Jawabnya sambil turun dari motor.
"Ohhh oke deh." Jawabku sambil mengikuti langkah Leo.
Saat memasuki SMP, banyak sekali kakak kelas cewek yang menyapa Leo, tidak untukku.
"Hai ganteng?"
"Hai.."
"Pagii.."
Sapaan dari mereka hanya dibalas oleh Leo dengan senyuman kaku lalu menggandeng tanganku dengan erat.
Aku yang melihat aksi kating tersebut lantas sedikit jijik dengan kecentilan mereka, "Yo? Kayaknya kamu bakalan terkenal deh di sekolah ini."
Leo mengernyit lalu menatapku sembari melemparkan senyuman manisnya, "Hahah bodo amat Alex, aku gak perlu terkenal di sekolah...."
Aku hanya bisa mengangguk-angguk dan sesekali melihat kerumunan kating cewek tadi yang tengah melihatku dengan tatapan sinisnya.
"Kamu juga cantik, pasti banyak kating cowok yang mengejarmu." Lanjutnya.
"Aku ga pandai berlari Leo, nanti kalo aku jatuh gimana?" Tanyaku polos.
"Hadehh, pemikiran kamu masih saja begini!" Timpal Leo sambil mengacak-ngacak rambutku.
Aku yang merasa risih karena tindakan Leo barusan membuat bibirku mengerucut ke depan, "Mulai deh!"
"Iya iya maaf." Jawabnya sambil tertawa sembari memperbaikkaan rambutku.
Terdapat sesosok perempuan yang tengah berdiri tepat di ambang pintu kelasku. Dia menatapku dengan sinis, dan menatap hangat untuk Leo. Mungkin Leo menyadari itu tetapi dia memilih bersikap bodo amat.
"Akhhh?" Badanku berhasil ditangkap oleh Leo dengan sangat cepat.
Andini yang berhasil melihat semua itu lantas menghampiriku dan wanita yang menyelojori kakinya di saat aku tengah berjalan di depannya.
"Maksud kamu apa? Mau buat Alex jatuh?" Tanya Andini dengan emosinya.
"Kok kamu yang nyolot yah?" Tanya Siela balik dengan santay.
"Urusan Alex, urusan aku juga!"
"Wohohoho ada penyelamat kesiangan nih!" Timpal Gloria yang barusan datang sambil bertepuk tangan-meledek.
"Ehem? Kamu bego atau gimana ni? Ini masih pagi non, bisa ngelihat gak?" Ledek Andini yang membuat aku, Andini dan Leo tertawa terbahak-bahak.
"Diam!" Ujar Gloria dengan tegas.
"Upsssss, ada yang marah nih." Ledek Andini lagi sambil menutup bibirnya dengan tangannya.
"Banyak bacot!!" Ucap Siela sambil melempari tinjunya ke arah mulut Andini.
"Wohoho, tidak semudah itu Non Siela." Timpal Andini sambil memegangi tangan Siela dengan cepat. "Maaf, tapi rasain ini!" Lanjut Andini sambil memutar tangan Siela.
Siela hanya bisa menggeram kesakitan sedangkan Gloria hanya diam takut dirinya akan disakiti pula. Murid-murid di tempat ini hanya menyaksikan, tidak mau ikut campur.
"Udah akh, yuk ke tempat duduk Lex!" Ajak Andini sambil melepaskan tangan Siela dengan kasar.
Aku dan Leo hanya mengikuti langkah Andini dari belakang. Andini memang sangat tomboy, bahkan jauh lebih tomboy dari diriku yang manja ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me!!!
AcakSemuanya berubah dalam seketika, saat aku menghadapi kenyataan-kenyataan yang begitu pahit! Direndahkan? Disepelekan? Tidak dianggap? Diacuhkan? Dicaci? Sudah biasa aku terima. Menyakitkan? Jelas, tapi inilah rintangan hidup bukan? Yang harus kita h...