Satu Tereselesaikan

5 0 0
                                    

Sekarang hatiku sedikit aman karena sekarang hari minggu. Hari dimana sepertinya bebanku tidak terlalu berat.

Hari minggu adalah kebiasaan ayah dan Wuri untuk pergi refreshing.

Aku berniat untuk merapikan kamar ayahku.

Sudah ku sapu lantainya dan sekarang aku tengah membersihkan meja tugas ayah dari debunya.

Perlahan kubuka lacinya untuk merapikan semua berkas-berkas yang ada di dalam sana. Akh ada beberapa lembar berkas yang jatuh ke lantai. Dengan cepat aku mengambilnya lalu tak sengaja aku membaca ada tulisan 'Rumah Sakit Pusat'.

Penasaran, akupun memulai untuk membacanya.

DEG!

Apa ini?! Tapi kenapa?!

Spontan semua berkas yang berada di tanganku akhirnya jatuh berantakn di lantai.

Aku terduduk merenungi, apakah semua itu betul? Aku menangis sambil menutup mulutku dengan telapak tanganku.

Tapi kenapa begitu cepat?

Ayah? Mengapa engkau?

Jadi alasanmu menikah lagi? Hanya untuk?

Aku tak perlu itu semua, yang ku perlu hanya dirimu yang dulu.

Dengan cepat aku merapikan kembali, aku memutuskan untuk pura-pura tidak tau semantara ini.

Aku bergegas ke kamarku dan lebih memilih menangis di dalam selimutku.

Kenapa semua masalah tak henti-hentinya datang ke hidupku? Atau aku harus bunuh diri? Akh ide yang bagus.

Aku membuka jendela kamarku. Dari atas sini aku melihat jarak yang lumayan cukup tinggi dari atas ke tempat ku berdiri.

Aku tengah mengambil ancang-ancang.

"Meong?"

Akh Moji, kau datang di saat yang tidak tepat.

Langkah kaki ku hampir menorobos ke luar jendela.

Terlihat kalung emas sedang digigiti oleh Moji.

Darimana ia dapat?

Moji melemparkan kalung tersebut tepat di samping kaki ku.

Dia membuatku terdiam lalu terduduk. Ku ambil liontin tersebut. Kubuka mainannya.

Foto itu masih ada? Niatan untuk ku bunuh diri tak jadi kulaksanakan.

Kemana yang dulu?

Hilang begitu mudah? Hahaha.

Boleh aku meminta keadilan mu tuhan?!

Aku capek!

"Moji? Terimakasih!"

"Miawwww."

Kuhelus lembut kepala Moji. Kuteringat bahwa aku telah tak sengaja menghilangkan liontin ini dan akhirnya ditemukan oleh Moji.

Kucing yang pintar.

Terdengar suara mobil di bawah. Itu pasti ayah. Aku melihat ke bawah dari jendela kamarku. Hanya ada ayah. Dan kemana Wuri? Rio juga tak terlihat setelah kepergian ayah dan Wuri.

Aku cuek, untuk apa aku perduli dengan Wuri dan Rio? Buang-buang waktuku saja.

Dengan muka kusut, ayah masuk ke kamarku.

"Ayah kenapa?" Tanyaku iba.

Ayah duduk termenung di kasurku.

"Ayah bercerai dengan Wuri."

"Kok bisa?!" Tanyaku pura-pura kaget padahal sangat senang.

"Di taman tadi, Wuri permisi mencari toilet umum, saat Wuri pergi, Mama kamu datang dengan memberikan pernyataan dari dokter bahwa Wuri tengah mengandung anak orang. Ayah gak tau itu anak siapa, yang jelas itu bukan anak ayah!"

"Mama? Tapi kenapa bisa Mama tau?"

"Saat itu Mama juga sedang di rumah sakit, dan tak sengaja melihat Wuri yang sedang mengecek kehamilannya di rumah sakit."

"Dan kenapa ayah yakin bahwa itu bukan anak ayah?" Aku seperti sedang mewawancarai ayahku sendiri saja.

"Karena sebenarnya kejadian di rumah sakit itu sebulan yang lalu, sedangkan ayah sedang ada tugas di luar kota hampir selama setahun."

"Sabar yah Yah..." Hanya kata-kata seperti itu yang bisa kulontarkan sambil memeluk ayahku.

"Ayah mau fokus sama kamu aja! Karena yang ayah punya hanya kamu di dunia ini!"

"Engkau pasti kuat Yah!"

"Maaf kan Ayah karena sudah tidak memercayaimu." Ujar Ayah lirih.

"Ayah gak usah minta maaf, sekarang semuanya sudah terbongkar." Ucapku lembut. "Terimakasih Ma, kumohon kau kembali ke kami." Lanjutku dalam hati.

Isak tangis ayah sangat menyayat hatiku. Mengapa kau harus menangis di tubuhku Yah? Aku tak sanggup melihat orang yang kusayangi sedih.

"Kasihan dirimu, kau sudah sakit, malah diginiin. Mengapa kita yang selalu ada masalah? Mengapa tidak tuhan membaginya secara merata?" Tanyaku dalam hati.

Look At Me!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang