"Bagaimana Dok?!" Mama masih sangat khawatir ketika Dokter sudah keluar dari ruanganku.
"Kankernya sudah menyebar ke semua tubuh anak Ibu dan lukanya sudah sangat hampir menguasai kepalanya."
Mama terdiam lalu terjatuh di bangku yang sudah di sediakan oleh pihak rumah sakit.
Sedang Leo hanya bisa melihat tubuhku yang kaku dari luar ruanganku.
"Ibu bisa memilih kemoterapi atau operasi."
Dokter itu langsung berlalu lalang, dia juga sangat menghawatirkan aku.
Tetesan air mata terus menyentuh area wajah dan punggung tanganku.
"Sayang? Bagun gih!" Mama berseru lemah, sangat lemah.
Kukerjapkan mataku berulang kali barulah aku bisa sadar.
"Em-Ma? Apa yang terjadi tadi? Kepala Alex semakin sakit! Yang Alex ingat, Alex punya sakit--"
Mama memotong pembicaraanku, "Jangan dipaksa untuk mengingatnya."
"Boleh Mama bertanya? Jawaban kamu yang menentukan kehidupanmu sayang."
"Maksud Mama?"
"Kamu harus melakukan kemoterapi atau operasi, dan Mama sarankan untuk melakukan kemoterapi terlebih dahulu."
"Apa itu sakit Ma?" Ingin rasanya ku menangis tapi jika aku menangis pasti mereka akan semakin sedih.
"Untuk wanita yang kuat sepertimu, itu sama sekali tidak sakit!" Aku tau itu hanyalah tipuan untuk memotivasiku.
"Baiklah Ma, asalkan Leo, Andini, Rean dan Mama menemaniku."
Mama mengangguk kemudian pergi untuk membicarakan hal ini kepada Dokter.
Leo duduk tepat di sebelahku. Dia diam semenjak aku pingsan tadi.
"Sudah jam 3 pagi yah." Kucoba untuk menegurnya tetapi dia masih asik melamun.
"Apa kamu sedih?" Ku tanyakan kepadanya.
1 detik.
2 detik.
3 detik."Apa kamu tidak merasakan sakit hah?!!! Aku mau sakit itu ke aku saja bukan ke kamu!" Leo menggeram kesal dan meninju dinding ruangan ini.
"Hey? Bukankah aku yang sakit? Kenapa malah kamu yang begini?"
"Aku gak mau kehilanganmu Lex!"
"Iya aku tau, aku akan berjuang melawan sakit ini."
"Jangan bertingkah seperti anak kecil tadi ok?" Lanjutku tertawa kecil.
"Bisakah kamu jangan tertawa? Kamu sangat tampak menyembunyikan sakit itu."
"Ini sama sekali tidak sakit, aku serius." Belaku padahal di kepalaku menyimpan sakit yang teramat sakit.
"Tidur gih! Nanti kalo udah bangun kita makan bareng yah?" Leo menghelus lembut kepalaku.
Aku tertidur, dan Leo sibuk berkomat-kamit sendirian,monolog.
"Lex, aku sungguh mencintaimu!"
"Kumohon kamu tetap semangat lawan sakit ini! Kamu wanita yang kuat!"
"Jangan pernah menyerah untuk mengahadapi ganasnya dunia ini!"
10 menit kemudia hp Leo berbunyi.
'Drrrtttt... Drttttt... Drtttt...'
"Kamu dimana?"
"Gak usah basa basi!" Kerkas Leo.
"Papa minta maaf, Papa tau kalo----"
"Tau apa? Tau harta doank? Iyah hah?!" Leo memotong. "Kalo Papa masih mau menjodohkan aku sama Gloria, mending Papa mati aja deh! Atau perlu aku yang mati? Sama halnya seperti apa yang Papa lakuin ke Mama dulu? Iyakan?!" Leo menekankan di setiap kata.
"Mm...maksud ka..kamu?"
"Gak usah grogi kali, aku udah tau semuanya. Dan aku bisa saja mengadili Papa sekarang juga! Dan oh yah? Apa Papa disogok sama Gloria? Supaya Papa bisa menjodohkan ku dengan dia? Dasar licik! Cih!"
"Stop! Dasar anak kurang ajar! Kamu--"
Leo memotong lagi, "Sadar Pa! Mama sudah meninggal jiwa dan raganya, apa Papa mau aku juga meninggal jiwanya? Tidak untuk raga?!"
Leo memutuskan telepon sebelah pihak.
"Arghhhh!!!!" Leo mengacak-acak rambutnya.
"Aku tau kamu hanya tidur 10 menit, bukalah matamu, kamu tidak bisa berakting jika di depanku." Kata-kata Leo barusan mengagetkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me!!!
RandomSemuanya berubah dalam seketika, saat aku menghadapi kenyataan-kenyataan yang begitu pahit! Direndahkan? Disepelekan? Tidak dianggap? Diacuhkan? Dicaci? Sudah biasa aku terima. Menyakitkan? Jelas, tapi inilah rintangan hidup bukan? Yang harus kita h...