4 tahun kemudian...
Pagi yang selalu suram bagiku, karena di awal ini yang akan membuka semua penderiataanku untuk dimulai pada setiap hari.
Pagi yang mengantarkan semua masalah dan kesedihan untukku. Seperti tak ada korban lain yang lebih pantas menerimanya dariku.
Sekarang aku tengah duduk di bangku SMA kelas 2. Dari SMP ke masa SMA yang sekarang ini, banyak sekali yang berubah dengan sendirinya.
Andini tengah pacaran oleh sobat kecilnya Leo-Rean Kersilos.
Mereka jadian ketika usai tamat SMP, dan sekarang aku, Leo, Andini dan Rean tengah duduk di bangku kelas yang sama di kelas XII IPA 1.
Gloria juga sudah menembak Leo terang-terangan di depanku tapi dengan mudahnya Leo menolaknya. Aku sangat tau gimana rasanya menjadi Gloria, tapi ini salahnya sendiri.
Aku juga tau mengapa Gloria tau tentang mamaku, karna Mamaku telah menjadi Ibu tirinya dia, dia merasa benci kepada mamaku dan yang akhirnya tersalurkan kepadaku.
Pagi ini ku awali dengan senyuman, berharap di sekolah nanti tak ada yang berniatan jahat kepadaku. Terkadang aku berfikir, mengapa mereka semua menjauhi dan menjahati ku? Apa salah ku kepada mereka? Jika mereka membenci mamaku karena mamaku adalah seorang jalang, seharusnya mereka tak juga membenciku.
Aku sudah berusaha untuk menjadi baik di mata mereka semua, tapi kalo sudah menjadi heters, maka apapun perbuatan baik yang telah kita lakukan, pasti selalu salah di mata mereka.
Aku mencoba mengoreksi diriku ini, tapi Andini bilang kepadaku bahwa di diriku tidak ada yang salah, mereka saja yang buta akan semua ini. Dia memang bisa banget membuat ku menjadi tegar.
Hari ini aku telah siap untuk ke sekolah-SMAN 1 Kota Bandung.
Kini aku tengah berada di ruang makan, sendirian, mungkin mereka masih siap-siap.
"Mau disiapin Non?" Tanya Bik Ainun yang menghampiriku.
"Ah, tak usahlah, aku bisa sendiri."
"Ayah kemana Bik?" Tanyaku.
"Hai sayang?" Sapa Ayah yang memotong pembicaraan aku dan Bik Ainun.
"Bibik permisi." Ucapnya sambil menunduk lalu pergi ke halaman belakang rumah.
"Hai Ayah." Jawabku. "Rambut Ayah semakin lama semakin berkurang." Selidik ku.
"Akh, ini faktor usia." Jawab Ayah gugup.
"Faktor usia tidak juga begitu Yah, dan aku lihat Ayah juga sering sakit-sakitan. Lebih baik periksa ke dokter."
"Kata dokter, ini hanya sakit biasa, seiring waktu nanti bakalan sembuh." Ujar Ayah menenangkanku tapi tak bisa.
"Kamu Ayah antar?"
"Ah tak usahlah, Leo yang akan menjemputku."
"Cieeee makin mesra saja." Goda Ayah sambil ketawa.
"Apa sih Yah." Jawabku risih.
Aku sama sekali tidak fokus makan karena sibuk mengobrol dengan Ayahku.
"Lex? Itu ada suara mobil, barangkali Leo." Ujar Ayah menyadarkanku.
"Benarkah? Tapi itu bukan seperti suara mobil Leo."
"Cek dulu sana."
Aku langsung pergi untuk membuka pintu depan rumahku ini.
"Hai Lex?" Sapa Andini, aku hanya bisa tersenyum ke Andini lalu ke Rean.
"Kamu bareng kami aja, si Leo nya masih siap-siap." Tawar Rean.
"Emm kalian deluan saja, aku kan menunggu Leo." Jawabku halus.
"Kamu yakin Lex? Nanti kalo kalian terlambat bagaimana?" Tanya Andini tam percaya.
"Kami usahakan tidak." Jawabku tersenyum. "Sudah kalian deluan saja." Lanjutku.
"Oke, hati-hati Lex." Ujar mereka berdua lalu meninggalkanku sendirian di depan rumahku sendiri.
Aku masuk ke rumah ku lagi, pergi ke meja makan, tapi tak mendapati sesosok Ayahku. Mungkin dia ke kamar sebentar mengambil sesuatu.
"Bareng gue yuk?" Tawar Rio.
"Gak usah, aku bareng sama Leo." Jawabku tak menoleh sedikitpun ke Rio.
"Baiklah." Ucap Rio yang sangat kesal.
Rio mengambil kunci motornya lalu menghidupkan motornya kemudian pergi.
Ah lama juga si Leo, dia kemana sih? Apa jangan-jangan dia begadang malam tadi? Begadang untuk apa coba?
10 menit telah berlalu, kalo gini mulu nanti kami bakalan terlambat. Aku mendengus kesal. Sedangkan Ayahku telah lama pergi ke kantornya setelah kepergian Rio.
"Leo kemana sih?" Umpatku dalam hati.
"Alexxxx!!!!" Panggil seorang cowpk dari luar rumahku.
Aku kaget dan langsung berlarian ke luar rumah.
"Ayok!" Ucapnya sembari menarik lembut tanganku lalu memakaikan helm di kepalaku. "Pegangan yang kuat, aku bakalan ngebut."
"Ya!" Ketusku.
Leo sedang menarik gas pada stangnya, sedangkan aku tengah berlindung di balik badannya.
Hembusan angin pagi yang masih dingin tengah bertempur dengan pakaianku yang berhasil mereka lewati untuk bertemu dengan kulitku.
Dengan lumayan sangat cepat akhirnya aku dan Leo telah sampai di depan warung depan sekolah
Terlihat Pak Satpam sudah memgangi kepala pintu gerbang.
Dengan buru-buru kamipun langsung berlari dengan sangat cepat , "Tunggu sebentar Pak!" Cegat Leo lantang.
"Hufttttt..... Ahhhhhh..... Hufffffttt.... Ahhhhhh...." Hanya itu yang bisa aku dan Leo keluarkan lewat mulut kami ketika sudah sampai di depan gerbang sekolah.
"Cepetan masuk, nanti kalian kena hukum sama guru kalian!" Perintah Pak Satpam lalu menyilahkan kami pergi.
Dengan cepat kami pun berlari lagi di koridor kelas kami, dan langsung membuka pintu kelas kami tanpa permisi.
Mereka semua terkejut karena tengah mendapati sosok diriku yang ngos-ngosan dengan Leo.
"Tumben terlambat? Pasti gara-gara Alex."
"Ngapain juga Leo sama tuh cewek jalang?"
"Idih, dasar cewek pembawa sial."
Komentar pahit tengah bersuara di kela yang belum dihadirkan oleh sesosok guru.
Leo yang mendengar juga langsung merangkul bahuku yang membuat kelas bertambah ricuh, "Kami terlambat bukan karena Alex, tapi karena gue bangun kesiangan! Jadi orang jangan cerewet tentang hidup orang lain! Urusin aja hidup kalian!" Ucap Leo lantang sembari menuntun ku jalan.
"Tak usah begitu seharusnya." Bisikku kepada Leo.
Leo terdiam tersenyum manis kepadaku lalu menatap siisi kelas dengan sinis kecuali dengan Andini dan Rean.
"Mereka itu kenapa gak jadian aja yah?" Bisik Rean ke Andini.
"Aku juga gak tau, padahal mereka sangat cocok." Balas Andini sambil mengangkat kedua bahunya.
"Semoga mereka bisa bersama." Lanjut Rean penuh harap.
"Aamiin." Balas Andini tak kalah berharap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me!!!
RandomSemuanya berubah dalam seketika, saat aku menghadapi kenyataan-kenyataan yang begitu pahit! Direndahkan? Disepelekan? Tidak dianggap? Diacuhkan? Dicaci? Sudah biasa aku terima. Menyakitkan? Jelas, tapi inilah rintangan hidup bukan? Yang harus kita h...