Heboh

4 0 0
                                    

SMAN 1 Kota Bandung tengah heboh dengan surat yang tertera di setiap mading di SMA ini. Mading utama juga telah menampakkan betul isi yang tersirat di sana.

"Maksud Gloria apa?!"

"Dia bercanda kali ya?!"

"Ini pasti bukan tulisan tangannya!"

"Pasti ada yang mengada-ngada!"

Bukti sudah di depan mata. Tapi bagi mereka semua itu hanyalah ancaman palsu yang dibuat-buat.

Segerombalan gank wanita telah sampai di depan mejaku. Diawalinya pertemuan ini dengan menepuk kenras mejaku. Aku yang sibuk membaca buku lantas melihat mereka satu persatu dengan wajah cuekku.

Aku membuka novelku lagi lalu membacanya. Ketua gank tersebut mengambil novelku lalu merobek-robeknya tepat di depan mataku.

Leo berdiri siap untuk memberi pelajaran bagi mereka semua. Kutahan tangan Leo lalu menyuruhnya untuk kembali duduk.

"Maaf? Ada urusan apa?" Tanyaku sok sopan padahal sudah muak dengan sikap mereka.

Mereka semua menatapku dengan tatapan benci.

"Gak usah sok polos lo! Elo kan yang nulis ini?!" Dia menampakkan kertas yang berisi tulisan tangan Gloria.

"Bukan." Aku menjawab seadanya.

Tatapan kebencian mereka semakin menjadi. Tiba-tiba mereka menarik kupaksa untuk berdiri.

Didorongnya tubuhku kedepan kelasku. Tubuhku terbanting keras ke dinding. Leo langsung menghampiriku lalu memapah tubuhku untuk berdiri. Rean dan Andini ikut mengelilingiku.

Aku tersenyum, "Biar aku saja, jika aku kalah baru bantu aku."

Aku berdiri dengan tegap, sekarang aku tengah menghadapi 4 perempuan yang tak jelas sama sekali.

"Ok langsung ke intinya saja. Yang kalian benci dari aku apa?"

"Sok ni cewek!" Ketus satunya.

"Belum tau kita!" Timpal yang lain.

"Punten slur kok banyak bacot ya?" Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal.

"Diam lo!" Ketuanya melemparkan tinjuannya ke arah pipiku. Aku mengelak dengan cepat lalu menangkap tangannya.

"Jawab pertanyaanku dulu baru bertindak." Aku memutar lengannya dengan kasar.

Temannya ikut menyerangku. Sontak aku langsung membanting ketuanya ke sembarang tempat. Ku alihkan kepada semua temannya. Aku sedikit lengah hingga sudut bibirku berdarah akibat tinjuan dari satu diantara mereka.

Aku tak mau membuang waktuku, dengan cepat aku langsung menghabiskan mereka semua. Ketuanya dapat kukalahkan dengan membekalinya tangan terkilir, pergelangan kaki yang sedikit teergeser dan yang lainnya juga tak kalah sakitnya.

Mereka semua pergi entah kemana. Aku mengelap ujung bibirku. Terasa sedikit perih, tapi setidaknya aku masih bisa menahannya.

Andini, Rean dan Leo menghampiriku.

Leo ikut mengelap ujung bibirku, "Tak usah alay begitu." Aku risih karena kami dipandangi oleh sorot kebencian.

Aku pergi ke wc tanpa pamit dengan mereka. Masih kupegangi sudut bibirku. Darahnya tak kunjung berhenti hingga aku menekan keras ujung bibirku supaya darahnya tak lagi keluar.

Aku masuk ke dalam salah satu wc di sini. Kututup pintunya. Lalu kumencuci lukaku dengan air yang berada di bak wc ini.

Sudah merasa cukup baik, aku menggapai knock pintu wc ini.

'Klekk... Klekkkk... Klekkkkk....'

Nihil. Tak dapat dibuka.

"Terkunci?!" Umpatku dalam hati.

Siapa yang berani giniin aku?

Aku meronta keras, kugedor-gedor pintu wc ini terus menerus. Tapi percuma, bel masuk telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Dan jika sudah bel, maka siswa dan siswi SMA ini tidak boleh keluar kelas kecuali disuruh sama guru pelajarannya.

Aku terduduk murung tepat di depan pintu yang tak dapat dibuka ini. Aku tenggelamkan kepalaku di antara kakiku.

Tak kusadari aku tertidur di dalam wc ini sampai SMA ini benar-benar sepi.

Sekarang sepertinya sudah jam lima sore, tak ada satupun siswa yang berada di SMA ini kecuali mereka.

"Alexxx?!!!" Mereka berteriak sekerasnya.

Aku menepuk sekerasnya pintu ini sembari menendangnya. Aku berteriak minta tolong ke mereka tapi percuma, wc ini kedap suara.

Aku sudah kehabisan tenaga dan udara. Aku terpingsan lemah di dalam wc ini.

"Coba ke wc! Kita belum mengecek ke wc!" Andini langsung ke arah wc.

Dicobanya satu persatu knock pintu wc ini. Semuanya dapat terbuka dan tak menampakkan sesosok siapapun. Hingga tibanya di depan wc ku.

'Klekk... Klekkkk... Klekkkkk....'

Andini menggelang pasrah karena tak dapat membuka pintu ini.

"Jangan-jangan Andini terkurung?" Rean ikut membuka pintu itu.

"Aku ada kunci cadangan wc!" Leo memasukkan mata kunci itu ke lobang yang tertera di knock pintu tersebut.

Leo merupakan ketua keamanan dari organisasi OSIS di SMA ini, jadi Leo mempunyai semua kunci ruangan di SMA ini.

Leo membukanya dengan kasar. Untung saja badanku sedikit jauh dari pintu tersebut.

Dilihatnya mukaku yang sudah pucat setengah mati.

Leo langsung menggendongku keluar dari wc ini. Ditidrukannya aku di depan wc ini.

Andini membuka sepatu dan kaus kakiku. Dia melepaskan ikat pinggangku. Disodorkannya minyak kayu putih ke hidungku. Hasilnya nihil. Aku juga belum sadar.

"Gue punya ide!" Rean ingin mengusulakn sesuatu.

"Apa?" Leo masih panik dengan keadaanku.

"Kasih kau kaki gue yang busuk ini ke hidungnya! Pasti dia bakalan bangun!"

Sama sekali tidak lucu. Leo dan Andini memasang wajah datarnya.

"Gak lucu!" Leo dan Andini menggeram kesal.

"Gue gak ngelawak bos hahaha." Rean membela diri.

Look At Me!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang