Bersama

6 0 0
                                    

Usai pulang sekolah aku, Leo, Rean dan Andini langsung pergi ke tempat yang belum kuketahui.

Rean dan Andini berada di belakang kami. Leo tidak mengencangkan gasnya.

Kami melewati jalanan yang cukup ramai. Asri dengan kehijauan. Dingin dengan udara yang sangat alami.

Jalanan ini sangat membuat orang-orang nyaman jika berada di sini.

Kami berhenti di depan halaman sebuah rumah yang cukup megah, bukan cukup tapi ini sudah bisa dikatakan megah. Kupandangi betul-betul rumah ini. Sangat asing. Bahkan tak pernah melihatnya.

Aku mengernyit heran, memandangi satu-persatu sahabatku.

"Ini rumah siapa?" Semuanya tersenyum jahil ke aku.

"Ayo masuk!"

Mereka bertiga masuk tanpa menunggu jawaban dariku. Kudiam sebentar lalu ku susuli kepergian mereka.

"Welcome to my house!" Aku tersentak kaget.

"Punya mu Yo?" Aku menaikkan sebelah alisku.

"Ya." Jawabnya lalu membanting tubuhnya di sofa yang panjang di depan tv.

Ku ikuti keberadaannya. Ku duduk di sofa yang berada di samping sofanya.

"Sejak kapan?"

"Sejak usai perlombaan balap motor 5 tahun yang lalu."

Leo membangkitkan tubuhnya supaya bisa duduk. Diambilnya remote tv lalu dihidupkannya tv tersebut.

"Ah, jadi uangnya?--"

Leo memotong ucapanku, "Ya, kamu betul." Leo seperti tau apa yang kumaksud.

"Bagaimana dengan Ayahmu?" Andini tiba-tiba langsung menyenggol lenganku dengan sedikit kasar. Aku memahami kodenya.

"Em maaf, gak bermaksud."

Leo hanya tersenyum.

"Jadi gak ni?" Rean mengode ke kami bertiga sambil menatap ke arah dapur.

"Udah laper ni!" Rean mendengus kesal sambil tertawa jahil.

"Perut terus dipikirin."

"Gak tu, kamu terus yang aku pikirin." Rean mengombali Andini.

Andini mengernyit heran sambil tersipu malu sedikit.

"Ayok!" Leo menarik lenganku dengan halus. Diantarnya kami bertiga ke dapurnya.

"Jadi? Yang masakin buat kalian siapa selama di sini?" Aku tercengang karena melihat bahan dan alat dapur yang super lengkap.

"Bik Yenon tapi dia ambil cuti sebentar." Rean menjawab sambil mengambil buah jeruk lalu mengupas kulitnya.

"Kamu mau apa?" Kutanya kepada Leo.

"Yang simpel aja, masak ayam goreng ditemanin sama sambal, tapi sambalnya dipisah!" Lagi-lagi Rean yang menjawab.

"Diem dulu bisa kagak?!" Andini membentak halus ke Rean. Rean cengir gak jelas.

"Boleh tu." Timpal Leo.

"Baiklah, aku dan Andini akan memulainya."

"Aku dan Rean akan membantu." Rean kaget, sontak diapun langsung tersedak.

"Gue? Canda kali lu bro."

"Gak bantu gak makan." Tatapan canda Leo.

"Ya sudah, gue sebagai adeknya chef Juna bakalan ngeluarin cara masak yang membuat makanan tak laku."

"Maksudnya?" Tanya kami kompak.

"Ah lemot otak kalian."

Rean langsung mengambil potongan ayam yang ada di dalam kulkas. Dibersihkannya di wastafel. Sedang Leo tengah membersihkan cabe.

Aku dan Andini tengah memanaskan minyak dan mempersiapkan wadahnya.

Minyak sudah panas, Rean menaruh satu persatu ayam ke dalam wajan.

Suara berisik dari wajan mulai terdengar.
"Sebentar." Rean pergi entah kemana.

Kuambil alih pekerjaan Rean, sedang Andini tengah mengulek cabe.

"Ta daaaa." Rean mengagetkan kami bertiga.

"Bwhahahaha!!!!" Kami bertiga tertawa terbahak-bahak.

"Lu ngapain pake jas hujan dan pake helm segala?" Leo masih tertawa besar sambil memegangi perutnya.

"Coba lu goreng ayam atau ikan, minyaknya itu kemana-mana." Rean menggaruk helmnya yang sebenarnya tujuannya itu tertuju ke kepalanya yang tidak gatal.

"Hadeh punya pacar kok gini amat yak!" Andini tak habis fikir dengan perilaku Rean.

"Heheh." Rean cengengesan.

"Ya sudah, ini kamu yang lanjutin." Kuserahkan untuk menggoreng ayam kepada Rean.

Kuambil wajan yang satunya lalu kutaruh di atas kompor. Kupanaskan minyak yang tidak terlalu banyak di atasnya.

"An? Sudah?"

"Ah ini Lex."

Disodorkannya ulekan cabe tadi ke aku.

Aku tengah menggoreng sambal. Leo berada di sampingku.

"Butuh bantuan?"

Rean menatap kami geli. "Daripada mesra mending bantuin gue goreng ayam!" Ketus Rean yang bermaksud candaan.

"Ganggu mulu lu." Leo mendengus kesal.

"Sudah aku bisa sendiri, kamu bantuin Rean aja." Aku tertawa kecil.

"Baru aja mau romantisan." Dicubitnya pipiku. Aku merintih sedikit sakit. Dia kabur ke samping Rean.

"Goreng aja gak bisa." Leo mengejek Rean.

"Coba lu yang masak!" Rean tak mau kalah.

Leo tersenyum geli melihat sobatnya.

"Kan yang disuruh lu!"

"Ye dasar lu."

"Hahah alay lu, gini aja pake jas hujan sama helm."

"Elleh, alay ndasmu cok!"

"Reannnn!!!!!!" Andini tampak sangat kesal dengan Rean hingga menjewer telinga pacarnya itu.

"Coba kamu lihat itu! Gosong astaga!" Andini mengambil spatula lalu langsung mengangkat ayam yang gosong tersebut.

"Rasain kena marah." Ejek Leo.

"Ehem?" Aku berdehem dari belakang Leo.

"Ini juga karenamu!" Aku mencubit perut Leo.

"Rasainn!!!" Ejek Rean.

"An?" Aku mengode ke Andini supaya lebih keras untuk menyiksa mereka.

"Arghhhhh!!!" Mereka merintih kesakitan tapi sambil tertawa menyebalkan.

"Kalian nonton saja, biar aku sama Andini!"

"Yes, rencana gue berhasil!!!!!" Rean berteriak kemenangan sembari loncat kegirangan menuju tv.

Leo menyusuli sobatnya itu, "Tidak sia-sia akting kita!"

Mereka berdua saling tos-an.

"Hadehhh, pusing juga yah Lex ngadepin mereka hahah." Andini tertawa kesal sambil memasukkan ayam yang baru ke dalam wajan.

"Iya nyerah aku hahahah."

Look At Me!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang