*1✓

16.7K 574 11
                                    

Jakarta 05:30

"Audy." Wanita paruh baya menggoyangkan tubuh putrinya bermaksud untuk membangunkannya. Hari ini Audy sudah berada di Jakarta, tepatnya sudah satu hari ia tinggal di kota yang sudah lama tidak pernah ia kunjungi.

"Audy bangun," panggil Renata masih dengan cara yang sama.

"Hm, iya Ma." Audy kemudian bangun dari tidurnya, menggeliat kecil meregangkan otot-ototnya.

"Buru gih bangun, nanti kamu telat lho. Baru hari pertama juga. Ayok." Renata mentitah anak gadisnya untuk segera berdiri.

"Iya, Ma iya." Gadis itu lalu berjalan gontai menuju kekamar mandi. Setelah itu ia langsung bersiap-siap untuk pergi kesekolah barunya.

"Papa mana, Ma?" tanya Audy yang langsung mendudukkan bokongnya pada kursi di meja makan. Sudah lama rasanya ia tidak duduk di kursi ini. Rasanya masih sama, tidak ada tanda-tanda rapuh, hanya saja di beberapa bagian sudah terdapat sedikit karat yang timbul.

"Masih di kamar, lagi siap-siap mungkin," balas Renata seraya meletakkan beberapa buah roti tawar yang sudah dioles selai ke dalam piring Audy.

"Ma, keran kamar mandi aku tadi tiba-tiba mati. Rusak kayaknya," ucap Audy kemudian menggigit sedikit bagian roti miliknya.

Renata mengangguk. "Iya, nanti Mama minta orang buat benerin semuanya. Lemari Mama juga pintunya udah rusak, minta di ganti."

"Gara-gara kelamaan ditinggal sih, jadi buang duit 'kan," tutur Audy membuat Renata hanya geleng-geleng kepala. Ia tau putrinya ini masih merasa tidak ikhlas di ajak pindah ke sini. Hatinya sudah terlanjur jatuh pada kota Bandung sampai-sampai ia melupakan kota kelahirannya sendiri.

"Audy, udah siap?" Rendra tiba-tiba muncul dari belakang. Audy hanya mengangguk dan melirik papanya sekilas.

Rendra mengusap rambut putrinya. "Papa sarapan dulu, ya nanti kamu Papa anter," ucap Rendra kemudian duduk di sebelah Audy.

"Ah, enggak usah, Pa Audy naik bis aja," tolaknya lalu menggendong tas punggungnya. "Lagian, aku kan udah tau sekolahnya, udah hafal juga sama jalannya," lanjutnya.

Kemarin Audy dan Papanya memang sempat ke sekolah itu untuk mendaftarkan Audy sebagai murid baru. Sebenarnya Rendra sudah meminta putrinya untuk tidak usah ikut karena pikirnya ia hanya mendaftarkan saja, tapi gadis itu memaksa dengan dalih. Audy cuma pengen tau sekolahnya, lebih bagus dari Bandung atau enggak.

"Bener nggak mau di anter? Nanti kalo tiba-tiba lupa jalannya gimana coba?" Rendra bertanya seraya melipat tangannya di depan dada.

"Enggak kok, Pa. Udah ya, Audy berangkat dulu. Assalamualaikum." Ia lalu mencium tangan orang tuanya lalu bergegas pergi meninggalkan ruang makan.

***

Audy berjalan santai menuju ruang kepala sekolah, ia tak merasa kesulitan karena ia sudah mengetahui letak ruangan itu. Hanya ruang itu saja, yang lainnya ia belum mengetahui sama sekali.

"Assalamualaikum." ucap Audy.

"Waalaikumsalam? Audy, ya?" tanya salah seorang guru laki-laki dengan raut wajah menebak.

Audy mengangguk. "Iya, pak."

"Oh iya, kesini nak duduk dulu." ajak guru itu.

Setelah beberapa menit berbincang-bincang di ruangan kepsek, kini Audy tengah berjalan dibelakang seorang guru perempuan paruh baya yang diketahui adalah wali kelasnya. Namanya bu Ajeng.

Audy masuk ke kelas 11 IPA 2. Jantung Audy tiba-tiba berdegup tidak karuan, padahal jika diingat-ingat ini bukan yang pertama kalinya ia pindah sekolah dari sekolah satu ke sekolah yang lainnya.

My Enemy Is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang