2# Nenek Sihir

15.8K 1.3K 81
                                    

Kini waktu menunjukkan pukul 11 malam.

Arsen menghela napas pelan, mengumpulkan keberaniannya. Kini ia sedang berdiri gusar di depan pintu apartemennya. Arsen memandangi sepatunya gelisah, well mungkin agar keberaniannya terkumpul. Ia sedikit menyesal kenapa ia tadi harus pergi menerima ajakan kawannya untuk keluar. Arsen kesal pada dirinya sendiri yang merasa ciut saat membayangkan amarah ketiga kakak iblisnya itu.

"Huftt, kayaknya besok gue kudu potong rambut deh. Biar nggak bisa dijambakin mulu, tapi entar kalo gue nggak cakep gimana dong. Muke gile, sabodo ah pake kondisioner aja banyakin biar rambut gue kokoh kuat anti karat. Huh, bismillah." Selesai mengucapkan doa Arsen lalu menekan password apartemennya dan melangkah masuk perlahan.

"Siapa kamu ?" Sambut seorang wanita dewasa menatap Arsen tajam. Arsen tidak menyangka akan ada seorang wanita disini, apalagi tampak dengan jelas wanita itu tidak menyukai dirinya.

Bukannya menjawab pertanyaan wanita itu, Arsen malah celingukan mencari keberadaan kakaknya.

' Kayaknya gue bakal aman deh '

"Hehh! Kalau ditanya itu dijawab ! Kamu maling ya ?!!" Wanita itu bersungut-sungut yang menurut Arsen amarahnya tidak jelas, ' kenapa gue yang kena semprot ' begitu pikir Arsen.

"Eh anu mbak, eh tante saya adiknya Bang Danthe. Eh , Bang Theo, maksud saya Bang Danthe, Bang Theo sama Bang Askar. Saya adik mereka mbak eh tan, saya nggak tau tante ini temennya abang saya yang mana. Eh-" Belum sempat Arsen menyelesaikan kalimatnya, ia sudah lebih dulu dipotong oleh bentakan wanita tersebut.

"Kurang ajar kamu ya !! Berani-beraninya ngomong sembarangan sama saya, tante tante kamu pikir saya ini udah tua ! Dasar nggak pernah dididik ya, nggak pernah diajarin sopan santun kamu pasti !!" Cerca wanita itu pada anak usia 15 tahun. Arsen yang dibentak hanya mampu melongo, namun sesaat kemudian ia mampu mengendalikan diri.

"Maaf mbak kalau menurut anda saya kurang ajar. Mbak bebas ngatain saya, tapi jangan bawa-bawa didikan yang saya terima karena mbak sama sekali nggak tahu apa-apa. Mbak cuma orang asing yang kebetulan aja kenal sama abang saya, mbak sama sekali nggak berhak bicara apapun." Jawab Arsen tenang namun menusuk.

Wanita itu melototkan matanya terkejut, ia nampak semakin dikuasai amarah sekarang.

"Dasar kurang ajar !! Kamu memang nggak sopan ya, kamu pikir saya nggak tau kalau cuma saudara se-ayah sama abang-abangmu itu. Hah, apa ibu kamu itu nggak mengajarkan kamu sopan santun. Akhh !!" Belum sempat wanita itu menghentikan ucapannya, ia sudah dipotong oleh Arsen yang tiba-tiba menjambak rambut wanita itu kencang.

Arsen benar-benar masih bocah berusia 15 tahun, ia bahkan tidak berani menampar atau memukul seorang wanita. Ibunya selalu mengajarkannya untuk berbuat baik pada siapapun. Dan kini wanita itu seenaknya saja mengatai ibunya, Arsen jelas tidak terima. Tapi abangnya sudah pernah melakukan hal ini padanya, jadi Arsen pikir tidak terlalu buruk untuk menjambak wanita jahat didepannya ini.

"Akhh lepas ! Dasar kurang ajar, akh. Danthe !! Danthe tolong aku cepet !!" Jerit wanita tersebut sambil memukuli tangan Arsen yang masih berada dirambut wanita itu. Meskipun sudah pakai heels pun, wanita itu tetap kalah tinggi dengan bocah 15 tahun seperti Arsen.

"Nggak, tante yang nggak sopan. Tante nggak tau apa-apa sama sekali. Tante nggak berhak ngomong kaya gitu !"

Tepat setelah Arsen menyelesaikan kalimatnya, Danthe datang menuruni tangga. Nampak dirinya menatap tajam sumber kekacauan itu, namun tunggu. Arsenlah yang ditatap sebegitu tajamnya oleh Danthe. Dan Arsen tidak cukup bodoh untuk menyadari bahwa kemarahan yang Danthe miliki ditujukan untuknya. Dalam sekejap saja Arsen melepaskan tangannya yang masih mencengkram erat rambut wanita itu.

"Eh, Bang Danthe. Em Arsen bisa jelasin kok" Arsen menyapa Danthe dengan gugup, tatapan matanya yang sangat tajam cukup untuk membungkam kalimat yang Arsen rangkai sebagai pembelaan diri. Arsen kini hanya mampu diam dan menundukkan kepalanya. Wanita disampingnya kini hanya menyeringai dan membisikkan kata mampus.

"Arsen." Satu kata dan Arsen langsung mendongakkan kepalanya untuk menatap tepat pada mata Danthe.

"Ke kamar."

"Sekarang."

Perintah Danthe sangat jelas, dan Arsen tidak bodoh untuk langsung mematuhinya. Karena setelah Danthe menyelesaikan kalimatnya Arsen langsung bergegas menaiki tangga.

"Arsen ke kamar dulu bang, tante juga." Arsen masih sempat berpamitan, sangat tidak sopan jika ia langsung pergi begitu saja.

Setelah Arsen pergi, kini tatapan tajam Danthe mengarah pada wanita dihadapannya.

"Alna, apa kamu nggak bisa paham sama omonganku ? Sekarang mending kamu pulang." Danthe berujar datar dengan nada yang sangat dingin dan menusuk.

Wanita itu, Alna yang tadinya hendak menyela dan membantah hanya sanggup diam dan tidak jadi mengutarakan bantahannya.

"Yaudah aku pergi dulu, kamu jangan lupa ya. Janji kamu buat nemenin aku weekend ini. See you babe." Jelas sekali bahwa Alna menaruh hati pada Danthe. Alna bermulut sangat manis di hadapan Danthe berbeda sekali saat menghadapi Arsen tadi.

Benar-benar jalang, gumam Arsen lirih dari lantai atas. Karena sebetulnya Arsen penasaran, jadi daritadi ia mengintip dari sana. Ia buru-buru duduk di atas ranjang saat melihat kakaknya akan naik.

Aduh sekarang giliran gue yang mampus, bikin Bang Danthe amnesia seketika ya Tuhan biar Arsen nggak usah susah-susah ngeles. Aminnnn

To be continued

Note :

Maaf buat keterlambatan update nya yang bener-bener molor ini. Maaf karena aku ada Penilaian Akhir Semester di sekolah ku PAS sebutnya. Dan berhubung aku juga pengurus OSIS jadi aku juga sibuk jadi panitia class meeting. Mohon maaf sebesar-besarnya. Setelah ini diusahakan biar aku update rutin, doakan semoga itu bisa terlaksana ya. Untuk pemeran Alna akan ada di chap selanjutnya. Terima kasih juga buat yang udah luangin waktu dan dengan ikhlas nge vote dan komen yang bener-bener bikin aku semangat. Sekali lagi makasih semuanya.

See you next time


jateng , 13-12-2019

S h i t B l i n g ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang