Setelah menghabiskan weekend dengan Celcius untuk tidur bersama. Mereka kemarin bangun cukup larut, dan ketiga abang Arsen nampaknya tidak pulang lagi setelah Askar menjadi yang terakhir menyambangi apartemen mereka. Jadilah Celcius menginap dan menghabiskan malam dengan mengerjai Kelvin. Paginya mereka berangkat sekolah bersama, dan kini sudah sore. Bel pulang sekolah baru saja berdering.
"Bangsattt, gue benci hari Seninnn !!" Arsen berteriak sangat keras saat suasana kelas sudah sepi. Kini hanya Celcius lah yang tersisa di kelas XI IPS 1. Mereka berencana akan menjemput Kelvin, setelah Kelvin selesai eskul basket dan akan mengajak Kelvin makan bersama.
"Woyy nggak boleh gitu lu, siapa tau Senin depan anda akan sangat bersyukur karena masih bisa merasakan adanya hari Senin." Erlan menjawab teriakan Arsen dengan gaya bicara layaknya ustad.
"Bener tu, siapa tau kan lo udah mampus duluan tu sebelum senin depan." Dekan menambahi dengan celetukannya yang sontak saja direspon oleh Arsen dengan pelototan tajamnya.
"Hidihhh sampai kapanpun juga gue bakal tetep benci sama hari Senin, sembarangan aja lo berdua kalo ngomong." Arsen bersikeras pada keyakinannya.
"Nih ya, gue mau taruhan nembak si Sabiel kalo sampe Senin depan lo masih benci hari Senin. Gue tetep yakin lo bakal narik semua omongan tentang seberapa lo benci sama hari ini." Erlan memulai kutukan Arsen dengan kalimat taruhannya. Btw, Sabiel adalah anak laki-laki kelas sebelah yang mana dia sangat feminin dan kabarnya ia menyukai Arsen. Arsen yang mendengarnya melotot tajam dan akan melontarkan sebuah umpatan sebelum suara Dekan menginterupsi.
"Wahh bagus juga ide lo Lan, kalo gitu gue juga ikut taruhan deh. Kalo lo masih benci hari Senin minggu depan, gue bakal kasih boxer kesayangan gue buat disumbangin ke kantor BK deh." Arsen yang mendengarnya semakin menajamkan tatapannya, fyi sekolah Arsen mengelola sendiri limbahnya oleh guru BK untuk di infaq kan membangun masjid sekolah.
"Lo berdua emang ya, temen-temen laknat lo semua. Bangke lo pada." Arsen yang ingin segera menghentikan kegilaan kedua temannya itu hanya memilih pasrah dan mengikut ucapan konyol keduanya. Arsen segera saja mengganti topik bahasan.
"Udah ah, jemput Kelvin yuk. Gue pengen berenang, nah kita sekalian ajakin Kelvin aja sekalian." Kata Arsen bermaksud mengganti topik pembicaraan.
"Dihh ngalihin topik, liat aja lo pasti kalah taruhan sama kita berdua." Erlan ternyata mengetahui niat Arsen mengalihkan topik pembicaraan.
"Yeayyy, oke oke gue setuju sama Arsen. Gue juga udah lama nggak berenang, gue pengen berenang apalagi sama dedek Kelvin." Dekan yang polos hanya mengiyakan semua perkataan dua kawannya ini. Kalau diajak membully Arsen, Dekan iya-iya saja. Diajak berenang juga ditanggapi.
"Bangke lo Kan." Erlan mengumpati Dekan karena merasa dikhianati.
"Ishh lo juga bangke tau Lan." Dekan tetap menjawab Erlan sekenanya.
"Udah-udah jangan ribut. Mending ayo sekarang aja kita jemput Kelvin, kayaknya eskul dia udah selesai." Arsen menengahi karena sudah ingin berenang, maklum ketiganya masih bocah 15 tahun yang belum cukup dewasa.
***
Setelah puas berenang dengan Celcius dan Kelvin, Arsen kini berdiri di depan pintu lift apartemennya. Ia baru saja tiba di loby saat alarm di ponselnya berdering. Well Arsen memang sengaja memasang alarm agar ia tidak pulang terlambat, ia mengatur alarm nya agar berbunyi pukul tujuh malam.
Ting
Begitu lift terbuka Arsen bersiap-siap melangkah masuk, namun kemudian gerakannya terhenti saat melihat sosok yang muncul didalam lift.
KAMU SEDANG MEMBACA
S h i t B l i n g !
Teen FictionArsen selalu merasa dirinya sebagai anak tunggal meskipun ia memiliki 3 orang kakak laki-laki. Ia yang selama ini menjadi anak manis dan penurut berubah drastis hingga menjadi berandalan semenjak satu tahun kepergian orang tuanya, mereka memutuskan...