Arsen duduk termangu di tempatnya. Sudah lebih dari tiga jam Arsen berada di sebuah cafe sendirian. Yah memang sebelumnya Arsen tidak datang sendiri ke cafe itu, sepulang sekolah tadi Askar menjemput dan mengajak Arsen untuk makan bersama. Katanya sudah ada Theo di lokasi makan tujuan mereka. Arsen sih hanya mengiyakan karena berpikir mungkin ini kesempatan baginya untuk lebih mengakrabkan diri dengan Theo.
Namun sayangnya pikiran dan angan-angan Arsen salah. Ketika tiba di tempat tujuan, Askar ditelepon oleh temannya dan tiba-tiba saja abang Arsen satu itu mengatakan bahwa ia harus segera pergi dan meninggalkan Arsen seorang diri di depan cafe. Di sisi lain nyali Arsen sudah berhasil dihilangkan bersamaan dengan kepergian Askar. Dengan bermodalkan tekad perlahan Arsen berjalan pelan memasuki cafe sambil kembali mengumpulkan nyali.
Sepasang netra milik Arsen mengamati sekeliling dan menemukan Theo duduk di salah satu meja di sudut ruangan cafe itu. Arsen lantas berjalan pelan menghampiri Theo dengan sedikit ragu. Lalu semuanya seakan berjalan mulus bagi Arsen ketika Theo mengembangkan senyum tipisnya untuk Arsen dan mereka sudah duduk berhadapan menunggu pesanan.
Bagian paling menyedihkannya adalah ketika makanan yang mereka pesan bahkan belum datang, ponsel Theo berdering oleh sebuah panggilan. Lalu setelah panggilan berakhir, Theo mengatakan bahwa ia akan pergi sebentar dan memerintahkan Arsen untuk menunggunya. Namun hingga tiga jam lamanya Theo belum juga kembali, Arsen bahkan belum menyentuh makanannya karena mengingat pesan Theo untuk menunggu dirinya. Arsen sebenarnya ingin menelpon Theo karena memang Arsen sudah memiliki nomor telepon Theo, namun Arsen takut apabila panggilan darinya akan menganggu Theo. Akhirnya Arsen hanya diam menunggu Theo seperti apa yang abang Arsen itu katakan.
Arsen lapar dan sangat bosan karena ponselnya yang mati sejak satu jam yang lalu. Arsen benar-benar ingin pulang tapi Arsen tidak ingin membuat Theo marah meskipun sebagai gantinya Arsen harus menelan kekecewaan seperti ini. Binar di mata Arsen sudah meredup, kini Arsen mengantuk dan sangat ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Arsen yang sudah tidak kuat menahan kantuk pun mulai merebahkan kepalanya pada meja dengan kedua lengannya sebagai alas. Perlahan Arsen menutup kedua matanya setelah dari tadi berusaha dengan keras mempertahankan kesadarannya.
***
"Keterlaluan lo Peng." Kalimat barusan diucapkan oleh Danthe bersamaan dengan Arsen yang mulai membuka matanya di atas ranjang.
"Apaan sih?! Iya gue tau gue salah, tapi tu bocil kan juga udah di sini. Udahan lah Dan lo daritadi ngomel mulu." Theo menjawab pernyataan Danthe dengan ekspresi kesalnya.
"Gue harap lo bisa secepatnya berubah Yo, gue bahkan masih inget lo bikin nangis Arsen minggu lalu. Dan lo nggak minta maaf sama Arsen sampe sekarang. Gue nggak mau tau lo harus ubah sikap lo sama Arsen." Dengan berakhirnya kalimat Danthe, abang Arsen satu itu lantas meninggalkan apartemen dengan suara debuman pintu yang bahkan bisa didengar oleh Arsen yang berada di kamar.
"Cihh." Sedangkan Theo hanya menatap kepergian Danthe sambil mendecih yang kemudian ikut menyusul Danthe keluar meninggalkan apartemen dan juga Arsen sendirian.
Arsen sendiri masih terdiam di atas ranjang setelah mendengar kepergian kedua abangnya. Arsen tidak masalah dengan berada sendirian di apartemen, kedua abang Arsen itu mungkin sedang ada acara. Arsen justru senang karena bisa beristirahat dengan tenang tanpa harus berhadapan dengan kedua abangnya itu, namun Arsen kembali sedih mengingat kalimat Danthe pada Theo sebelum pergi tadi.
Pernyataan Danthe tadi tentang perbuatan Theo yang membuat Arsen menangis minggu lalu memang benar adanya. Jadi saat itu,
"Aduh kenapa gue musti lewat jalan ini sih tadi ?!" Suara gerutuan Arsen teredam oleh helm yang ia kenakan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
S h i t B l i n g !
Teen FictionArsen selalu merasa dirinya sebagai anak tunggal meskipun ia memiliki 3 orang kakak laki-laki. Ia yang selama ini menjadi anak manis dan penurut berubah drastis hingga menjadi berandalan semenjak satu tahun kepergian orang tuanya, mereka memutuskan...