Nasehat

655 65 6
                                    

"Hidup ini seimbang seperti malam yang di imbangi siang, hujan yang di imbangi kemarau begitu pula kamu yang di imbangi oleh aku."

G e n g s i

***

Afi tiba di rumah dengan senyum kecil yang menghiasi wajahnya. Ah memang perkara hati selalu saja tak bisa diterka dan jika sudah jadi korbanya maka masa akan membuatmu seakan penuh warna.

"Eh tumben yak anak mami pulang." Tegur Chayra saat melihat anak sulungnya itu pulang.

Afi memasang senyum sumringah mengucap salam lalu memeluk maminya dengan hati yang bahagia. Akhinrya ia yakin kali ini ia cinta.. Chayra yang diperlakukan seperti itu terkekeh ikut bahagia. Naluri seorang ibu peka ia tahu pasti anaknya ini sedang jatuh cinta.

"Mami ngga rindu aku apa?" Tanya Afi usai melerai pelukannya.

"Huuu, dirinduin juga percuma kali kak, lebih fokus urusin rumah sakit." Sindir Chaca yang ikut bergabung menyambutnya.

"Anak kecil ngga usah ngompor." Tukas  Afi dengan pelotottan tajamnya. Chayra yang melihat kelakuan dua anaknya ini hanya bisa geleng-geleng. Dekat bertengkar jauh dikangenin.

Afi anaknya dingin tapi tidak dingin-dingin amatlah ia akan menjadi hangat kalau sudah berada ditengah-tengah keluarga dan sahabat sahabatnya.

"Mii, kak Afi tuh ngga terima dikatain." Aduh Chaca pada Maminya.

"Udah-udah mending kita makan, oh ya Fi, panggil Papimu sekalian yah di ruang kerja. Kamu udah shalat kan?"

"Iya, Mi. Ya udah aku ke atas dulu." Afi langsung bergegas naik keatas sementara Chayra dan Chaca ke Meja makan.

Usai meletakkan tas, cuci muka dan ganti baju Afi keluar menuju ruang kerja papinya.

"Pii" panggilnya sambil mengetuk-ngetuk pintu.

Dika yang sedang asik membaca laporan terusik dengan bunyi ketukan pintu. "Masuk aja Ca." Serunya.

Afi mendengus. Begini nih kalau lama ngga balik sekalinya balik papinya melupakannya.

Tega...

Afi membuka pintu lalu masuk. "Assalamualaikum pi." Ucapnya lagi.

Dika menoleh dan kemudian memasang wajah terkejut. "Eh tumben pulang nak."

Ck. Tidak maminya tidak papinya pasti selalu pertanyaan yang sama. "Ya kan aku punya rumah pi. Gimana sih." Jawabnya asal.

Dika menyimpan laporann yang di bacanya lalu bediri mendekati anaknnya sambil menepuk-nepuk pundaknya. "Untung kamu pulang kalau sehari lagi ngga pulang mungkin anak papi hanya Chaca." Candanya lalu terkekeh melihat wajah merajuk sekaligus snewen anak pertamanya itu.

"Tega bener ngelupain anak sendiri." Rajuk Afi.

Dika tertawa lalu keluar bersama putranya itu mereka menuruni tangga untuk menuju ruang makan. Obrolan mereka hanya seputar rumah sakit dan perusahaan yang masi dipimpin papinya ini. Afi sebenarnya tidak tertarik menjadi pemimpin perusahaan tapi mau bagaimana lagi dia satu satunya penerus yang akan menggantikan papinya nanti.. kadang ia ingin bilang kenapa anak mami dan papinya hanya dua. Kenapa bukan 3 atau 4 yang masing masing sepasang gitu. Tapi balik lagi semuanya sudah ketetapan Allah dan dia harus bersyukur.

G e n g s i (Complit ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang