Galau

659 67 7
                                    

"Rasanya sesak yah tiba-tiba suka tapi minder muncul secara bersaman"

G e n g s i

***

Carisa pulang dengan wajah lesuh. Terlalu banyak hal yang membuat perasaannya seperti roller coaster hari ini.

"Assalamualaikum Mah, Ayah." Ucapnya saat tiba di depan pintu rumahnya.

"Waalaikumsallam." Suara Ratih terdengar menyahut dari dalam.

Kleek..

Carisa menatap mamanya dengan cengiran lebar yang ia rasa amat miris sebenarnya. Tangan ibunya ia raih lalu disalimi.

"Ayah mana mam?" Tanyanya saat masuk.

"Biasa dek, ayahmu kan gila kerja yah sudah pasti di ruang kerjanya." Jawab Ratih lalu mengusap puncak kepala anaknya yang teetutup khimar itu.

"Aih,, ayah kebiasaan yah mam. Pasti mama kesepian" timpalnya yang langsung ditanggapi dengan kekehan renyah Ratih.

"Entar kita recokin aja dek kalau udah waktunya Sholat, adek bersih-bersih gih!. Mama mau masak dulu."

"Iih mama jahil, ooo aku tau kenapa aku jahil ternyata turunan dari mama yah." Timpal Carisa yang langsungsung di getuk oleh Ratih sambil terkekeh.

"Masi jahilan kamu." Timpal Ratih tidak terima.

"Yee mama masi aja mengelak, padahal kan 11 12 sama aku." Tukasnya lalu lari sambil cekikikan naik di lantai dua menuju kamarnya. Ratih hanya bisa menggelengkan kepalanya kemudian kembali kedapur menggoreng ayam tepung bumbu Sajiku sambel ijonya.

Carisa masuk dalam Kamar sambil mendengus. Bayangan Afi dan Aila yang tadi tiba-tiba muncul lagi di pikirannya. Padahal tadi udah gangguin mamanya dan mood baiknya baru saja ada eh pas tiba dikamar luntur lagi. Gila mood Swingnya benar benar. Ia berjalan menuju kasurnya lalu duduk dengan gamang. Ucapan para perawat yang ada dalam Mushola terngiang lagi. Pikirannya itu semakin menyetujui bahwa sahabat Abangnya Afi cocok dengan Aila.

Aila sempurna, ia yang notabenya perempuan saja mengakui kelebihan yang dimiliki gadis itu, cantik? Iya, Sholehah? Sudah pasti, suka jahil? Oh no dia amat anggun sekali tutur bicaranya saja teratur dan terdengar lemah lembut kalau Afi bersamanya pasti bahagia sekali.

Ia menghela nafas gusar lalu mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri. "Pleas deh Ris ngapain sih lu mikirin bang Afi dan kak Aila." Gerutunya pada diri sendiri. Ia berdiri lalu berkata lagi didepan cermin. "Katanya ngga suka kok pas liat mereka berdua lu cemburu sih, terus galau ngga jelas kek begini ya Allah Rissa."

Tlingtin..

Bunyi notifikasi pesan menghentikan monolognya ia berbalik kembali kekasur dan meraih tasnya untuk mengambil handphone. Di ceknya siapa pengirim pesan yang menganggu acara galaunya. Seketika mata memutar jengah lalu mencebik memanyunkan bibir sambil mendumel tidak jelas. Giliran ia di rumah sakit tidak di perdulikan eh pulang di cariin emang pengen di sentil kayana sahabat abangnya itu.

"Ogah, minta tolong aja sama kak Ai." Balasnya lalu menonaktifkan handphonenya. Ia kesal belum juga satu jam tiba di rumah sudah di suruh bawaain konci ruangannya karna ada kelupaan berkas. Suruh siapa minta tolong sama Carisa, lagian berkas yang diberikan bukannya langsung di periksa eh malah sibuk sama yang lain dasar.

Afi mendengus sebal saat notifikasi pesan Carisa masuk. Ck. Apa hubunganya sih sama Aila, ia kan minta di bawain kunci ruangan. Emang Aila punya kunci ruanganya apa. Mau tak mau ia harus ke rumah Carisa sekarang tapi nantilah selesai ia shalat magrib dulu. Afi berdiri lalu merapikan mejanya. Menyampirkan jas putihnya di sudut lemari lalu keluar menuju mushola. Mau sesibuk apapun kembali memenuhi panggilan Allah itu paling penting. Bisa membuat rehat sejenak dari penatnya dunia dan juga bisa meredakan emosi yang tiba tiba tersulut secara tidak sengaja.

G e n g s i (Complit ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang