Ngaduh

603 77 4
                                    

"Sebenarnya perkara rasa itu sudah menjadi ketetapan tak perlu risau jika hari ini kamu sedih percayalah setelahnya akan muncul bahagia"

G e n g s i

***

Sepulangnya dari rumah sakit, Carisa langsung disambut dengan tatapan heran oleh Alfa. Bagaimana tidak? Saat membuka pintu Alfa langsung menangkap mata sembab milik sang adik. Tidak seperti biasanya rasanya Alfa menangkap aura kesedihan di wajah adiknya ini.

"Bang, minggir aku mau masuk." Ucap Carisa pelan, dalam hati ia merutuk kenapa mesti Alfa yang membuka pintu kalau sudah abangnya yang melihatnya seperti ini pasti sebentar lagi hidupnya akan penuh dengan drama tanya jawab klarifikasi tentang apa yang terjadi atau mengapa ia bisa sekacau ini.

"Risa, ada apa?" Tanya Alfa pelan sambil bergeser sedikit dari tempat berpijaknya.

Carisa menggeleng mencoba memarkennya senyumnya. "Ngga ada apa-apa bang, aku ke atas ya bauh obat nih." Alibinya, ia langsung masuk dan berjalan cepat menghindari tatapan intimidasi Alfa.

"Selesai makan sebentar ikut kakak kebelakang." Putus Alfa lalu menutup pintu dan berjalan kembali ke ruang dapur. Ia tidak melihat reaksi seperti apa yang di tunjukan Carisa, Alfa hanya tau kalau ia sudah buat keputusan maka adik perempuan satu-satunya itu tak akan membantah.

Carisa yang hendak naik ke lantai atas jadi tak beranjak saat mendengar  suara Alfa yang bernada perintah tersebut. Ia berbalik menatap Abangnya yang sedang menutup pintu dan berjalan kembali ke arah dapur tanpa menatapnya. Carisa menghela nafas berat, baiklah sepertinya Alfa memang harus tau ini. Ia siap jika nanti abangnya itu akan terbahak mendengar kisah sedih memilukan namun sangat konyol ini. Mungkin bukan hanya Alfa yang akan tertawa kalau istrinya ikut maka Zahra juga akan menertawakannya pasti dan Carisa sudah memprediksi kata mutiara apa yang akan di lontarkan oleh kakak iparnya yang sebentar lagi jadi ibu itu. "Nah kan apa aku bilang kamu sih gengsi." Mungkin seperti itulah nanti ledekan yang akan ia dapat. Aii nasib-nasib. Carisa berbalik lagi melanjutkan langkahnya menaiki tangga biarlah ia kuatkan hati dan mental dulu sejenak untuk bercerita setelah ini.

"Adik kamu mana Al? Ngga biasanya dia langsung kekamar biasanya akan ke sini dulu untuk minum air dingin." Tanya Ratih yang tampak bingung melihat anak sulungnya datang sendirian.

Alfa tersenyum menghampiri mama dan istrinya yang sedang menata makanan di atas meja makan tersebut. Ia berdiri tepat di samping Ratih mengusap dan memijit pelan pundak sang mama. Lalu tersenyum manis pada kedua wanita cantik yang menatapnya itu.

"Risa ke kamar bersihin diri sekaligus shalat isya mah, katanya ia bau obat jadi ngga langsung ke dapur." Jelas Alfa.

Ratih dan Zahra beroh ria. Mereka jadi paham ternyata seperti itu toh makanya Carisa tak datang di dapur terlebih dahulu. Alfa melepas pijitanya kemudian datang duduk mendekat ke samping Ayahnya.

"Ayah, kerjaan di kantor masi bisa ayah handle kan? Meski tanpa bantuan aku?" Tanya Alfa dengan nada bercanda.

Fadli menggeleng sambil terkekeh. "Masih bisa, tapi mungkin kalau sudah tua ayah akan amanatkan ke anakmu." Jawab Fadli.

Ck. Alfa berdecak sementara Zahra, Ratih dan Fadli terkekeh. Melihat wajah tak terimanya Alfa. "Yah anak aku belum lahir udah dapar amanah berat aja." Protesnya.

G e n g s i (Complit ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang