Chapter 4

5.6K 430 21
                                    

TAY POV

Setelah satu minggu dirawat intensif di rumah sakit, akhirnya tiba hari dimana New diizinkan pulang ke rumah. Meskipun dalam beberapa hari ke depan dia masih harus melakukan kontrol di rumah sakit sampai kondisinya dinyatakan pulih oleh dokter. Karena meskipun kondisi fisik New sudah sembuh total, kondisi mentalnya tidak. New mengalami trauma berat yang mengharuskan ada orang yang selalu menemaninya.

Aku berusaha untuk menemani New setiap hari karena aku ingin memastikan kalau New benar-benar baik-baik saja. Meski aku tak setiap waktu ada di sisinya, tapi setidaknya setiap hari aku menampakkan diri di hadapan New. Aku hanya ingin membuat dia tahu kalau aku ada untuknya kapan pun dia membutuhkanku. Aku secara bergantian dengan Off dan Gun menjaganya.

Ayah New harus kembali ke luar negeri untuk melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan sang Ibu terkadang datang jika pekerjaannya sudah selesai. Bukan maksud tidak memperdulikan kondisi New, tapi bagaimanapun mereka masih harus mencari nafkah dan untuk pengobatan New nantinya.

New memang bukan anak yang terlahir dari orangtua yang kaya raya sepertiku, Off, dan Gun. Keluarganya termasuk golongan sederhana, maka dari itu orangtuanya tidak bisa sepenuhnya menjaganya. Untuk itu, aku, Off dan Gun mengusulkan diri untuk bergantian menjaga New. Sehingga saat orangtua New bekerja mereka tidak terlalu mengkhawatirkan New.

Saat sampai di rumah, New segera kuantarkan ke kamar. Sementara itu, Off dan Gun membawa masuk perlengkapan yang dibawa.

Di kamar, New segera duduk di tempat tidurnya. Aku pun duduk di sampingnya. Ketika kuperhatikan, wajah New tak terlihat senang meski sudah diizinkan pulang. Sangat aneh. Pasalnya biasanya saat sakit New akan berubah menjadi manja seperti anak kecil. Tapi yang kulihat sekarang dia lebih terlihat murung dan seperti sedang banyak pikiran.

"New.." Panggilku padanya.

New masih diam tak menggubris panggilanku sama sekali. Dia masih menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.

"New.." Kusentuh bahunya seraya membangunkan dia dari lamunannya.

Benar saja, New langsung tersadar dan menatapku. Tapi tatapannya sayu seperti orang yang tak bertenaga.

"Ada apa denganmu, New? Apa ada sesuatu yang kau pikirkan?" Tanyaku padanya.

Jujur saja, aku khawatir dengan keadaannya. Beberapa hari terakhir sejak kejadian itu, New berubah. Dia menjadi orang yang pendiam dan suka melamun. Aku tak tahu apa yang mengganggunya karena dia tak pernah mau menceritakan padaku apa yang sedang dirasakannya. Dari dulu dia memang suka menyimpan kesedihannya, dia jarang menceritakan permasalahannya.

"Tidak ada apa-apa, Tay. Memangnya kenapa?"

"Aku perhatikan beberapa hari ini kau sering melamun. Kalau ada masalah apa-apa ceritakanlah padaku, aku akan menemanimu. Aku akan selalu ada di sampingmu dan menghadapi masalah itu bersama-sama."

Kucoba untuk meyakinkannya agar mau menceritakan tentang masalah apa sedang dihadapinya, meskipun aku tak tahu masalah apa yang sedang dihadapinya.

Aku menarik kedua tangan New dan menggenggamnya dengan erat. Lalu, kutatap lembut kedua matanya.

"New, kau adalah sahabatku. Kau bisa menceritakan apapun padaku. Masalah apapun yang kau hadapi, kau bisa menceritakannya padaku. Ayo hadapi bersama."

Tesss... Tak kusangka dia menangis. Airmata mengalir dan membasahi pipinya. Tanganku bergerak mengusap pipinya seraya menyeka airmatanya.

"Tay.." Dia memanggil namaku dengan suara yang lirih.

"Ada apa? Katakanlah."

Dia tidak menjawab. Dia malah menundukkan kepalanya saat aku mencoba untuk melakukan kontak mata dengannya. Tatapannya sayu nan sendu.

My Last Love (COMPLETE) 💙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang