Chapter 12

4.4K 294 11
                                    

NEW POV

Sudah lebih dari satu minggu aku di rawat di rumah sakit ini. Dan sudah selama itu aku melakukan perawatan baik untuk fisik maupun psikis. Kini luka-luka di tubuhku sudah hampir sembuh sepenuhnya, menyisakan satu luka di kening yang menunggu untuk dibuka jahitannya. Tapi tidak dengan psikisku. Bohong jika aku mengatakan kalau kondisi psikisku baik-baik saja.

Sampai saat ini aku masih sering memimpikan kejadian itu. Saat aku sendirian, aku merasa sangat takut. Bahkan jika hanya ditinggal sebentar saja. Tapi, aku berusaha untuk menahan rasa takutku. Bagaimana pun aku tidak ingin membuat orang di sekitarku sedih dan terluka.  Aku harus kuat, tidak hanya untuk orang di sekitarku saja, tapi untuk diriku sendiri. Jika aku lemah, aku akan terus-terusan terpuruk dengan semuanya. Dan aku tidak mau terus-terusan tenggelam dalam kegelapan itu.

"New..." Panggil Tay sambil menepuk bahuku yang segera menarikku kembali dari lamunanku.

"Oh, Tay. Ada apa?" Tanyaku padanya.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Ada apa? Kenapa kau melamun disini?"

Yah, aku tak sadar kalau aku sudah melamun di tempatku berdiri. Karena larut dengan lamunanku, tanpa kusadari sudah lebih dari lima belas menit aku duduk di atas ranjangku sambil menatap keluar melalui jendela.

"Apa yang kau pikirkan?"

Tay duduk di sampingku. Lalu, dia menarik kepalaku untuk disandarkan di bahunya.

"Tidak ada."

Aku bohong. Ada hal yang kupikirkan. Tapi aku tidak ingin membicarakannya. Terlebih dengan Tay. Karena jika Tay tahu apa yang sedang kupikirkan saat ini, dia akan kembali menyalahkan dirinya. Aku tidak mau dia seperti itu.

"Kau berbohong."

"Aku tidak berbohong. Aku tidak sedang memikirkan apapun." Jawabku sambil memegang tangan Tay.

"Kenapa kau suka sekali memendam perasaanmu sendiri? Kau tidak mau berbagi denganku, apa kau masih meragukanku?"

Aku menarikku kepalaku dari bahunya. Lalu, kupegang kedua pipinya sehingga kini aku melakukan kontak mata dengannya. Kutatap dia dengan tatapan yang selembut mungkin.

"Aku tidak meragukanmu. Tidak sedikitpun." Aku menatapnya semakin dalam. "Aku percaya padamu. Selalu."

"New..."

"Bisakah kita membicarakan hal yang ringan saja? Misalnya membicarakan kenangan kita berdua yang menyenangkan."

Jujur saja. Saat ini aku tidak ingin memikirkan hal yang berat. Apalagi beberapa hari terakhir, aku harus memberikan keterangan kepada pihak kepolisian.

"Baiklah. Selama itu bisa membuatmu senang, aku akan melakukannya."

Tay kembali menyandarkan kepalaku di bahunya. Dan dia pun merangkulku semakin erat hingga aku bisa merasakan kehangatan darinya.

"Aku sangat bahagia memilikimu, New."

"Kau terlalu sering mengatakannya, Tay."

"Tapi aku tidak akan pernah bosan untuk mengatakannya. Bahkan aku akan mengatakannya padamu setiap hari." Jawab Tay sambil menyentil hidungku dengan lembut.

"Bagaimana kalau aku jadi bosan karen kau terlalu sering mengatakannya?"

Tay segera menatapku. Tampaknya dia terkejut dengan ucapanku.

"Bagaimana kalau aku mengatakan kalau aku mencintaimu, apakah kau akan bosan?"

"Tentu saja tidak akan pernah. Aku tidak akan pernah bosan dengan apapun yang kau katakan padaku. Karena aku juga mencintamu, Tay."

My Last Love (COMPLETE) 💙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang