Kali ini aku sengaja bangun lebih pagi dari hari-hari sebelumnya. Pulang sekolah kemarin, aku tidak banyak mengobrol dengan Leon. padahal aku sangat penasaran dengan pertemuan Vela dan Leon yang sengaja sudah kuatur.
Sebelum melangkah keluar aku memastikan bahwa tidak ada perlengkapan sekolah yang tertinggal. aku berdiri sebentar di depan cermin sedikit merapikan kembali tataan rambut yang kini ku biarkan terurai.
Hari masih sedikit gelap. Aku bisa sedikit tenang saat tempat di mana aku berdiri masih terkena bias cahaya lampu jalan. pukul lima kurang lima belas menit. Aku memerhatikan jalanan yang masih sepi. belum banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Aku berjalan ke arah rumah Leon. tidak ada tanda-tanda kemunculannya.
Aku memilih duduk di trotoar depan rumah Leon. sambil menunggu Leon keluar dan menghampiriku.
"Maurin? ini beneran kamu?"
Aku menoleh ke sumber suara. Leon telah berada di belakang ku,aku memicingkan mata. kemudian beranjak dari dudukku, kini aku dan Leon berdiri berhadapan.
"Kenapa?Seharusnya kamu senang dong kalau aku bisa bangun pagi."
"semua ini karena Bintang, bukan?"
Eh kenapa Leon menyebut nyebut nama Kak Bintang.
"Maksud kamu aku bangun sepagi ini karena Kak Bintang," Kataku yang sedikit mengelak pertanyaan Leon. sejujurnya aku memang bersemangat bangun pagi gini karena Kak Bintang. "Ya,nggaklah aku itu cuma pengen belajar bangun pagi aja.biar lama-lama terbiasa."
"Kamu udah tahu kalo mulai hari ini Bintang bakalan naik bus sekolah lagi!"
"Seriusan?"
"jadi kamu gak tau?" Leon mengerutkan dahinya, "Rin kemaren kamu telat naik bus. Aku denger Kak Mega melapor sama Pak Wiliam!"
"Stupid!" Sergakuh cepat begitu tahu apa yang Leon katakan. Tapi, untuk kali ini, aku tidak akan ptotes. Aku juga tidak merasa kesal sedikitpun dengan apa yang Leon sampaikan barusan. Aku hanya senyum-senyum sendiri membayangkan wajah Kak Bintang yang begitu tampan. apalagi pagi ini aku akan berremu Kak Bintang kembali di dalam bus sekolah.
Leon sedari tadi hanya memperhatikan tingkah aneh yang ku lakukan pagi ini.
"jangan ke PD an dulu. Bintang putus dari Kak Khanza bukan berarti mau sama kamu.
Aku mendelik sebal, kemudian meninju lengan kanan Leon. dia yang tidak melawan seranganku. hanya menjerit kecil kemudian mengelus lengannya.
"Kan usaha dulu, siapa tau aja bisa gantiin posisi Ka Khanza.
"Sampai kapanpun kamu gak akan bisa gantiin posisi Ka Khanza!"
"Kamu kok ngomongnya gitu Leon!"Kataku yang sedikit di kaluti amarah. "nggak ada yang gak mungkin di dunia ini,kalo emang takdir berkehendak!" lanjutnya dengan emosi yang di redam.
"kamu ko jadi marah kaya gitu,aku kan cuma ngomong sebenarnya. lagian kalo kamu suka sama Bintang. belum tentu dianya suka sama kamu!"
"kamu kenapa sih ngomongnya kaya gitu terus." hentikku sejenak. "Kamu cemburu kalo aku suka sama Kak Bintang,"
"Siapa yang cemburu Rin, itu hak kamu mau suka sama siapa aja. kitakan cuma sahabat jadi gak ada hak aku buat larang perasaan kamu.
setelah itu Leon pergi mendahuluiku memasuki bus sekolah yang tepat baru datang di hadapanku. dengan gontai aku menyusul leon yang terlebih dulu meninggalkan ku dengan sikap anehnya barusan.
****
Rasa semangatku memudar, merasa sedikit kecewa karena rupanya aku tidak melihat Kak Bintang di bus seperti apa yang di katakan Leon tadi pagi. padahal, aku sudah membayangkan wajah Kak Bintang yang tampan itu. duduk bersamaku kemudian bertukar banyak cerita setelah sekian lama tidak berbincang dengannya di dalam bus.
Bus telah sampai di sekolah seluruh penumpang dalam bus berhamburan untuk turun. Aku tidak menyadari kalo Leon sudah lebih dulu turun dari bus. dan pergi begitu saja tanpa meninggalkan sepatah kata. dia seperti masih marah soal perdebatan kecil tadi pagi. entahlah kali ini aku membiarkan Leon seperti itu, mungkin Leon juga perlu waktu untuk menenangkan hati dan pikirannya. kadang aku bingung dengan sikap Leon yang seperti tidak suka jika aku terus membahas tentang Kak Bintang. setiap kali aku membahas Kak Bintang respon Leon selalu begitu. macam tidak suka jika aku memuja memuji Kak bintang di hadapan Leon.
Aku berjalan tambah niat mengejar atau menyusul Leon,bahkan saat ini aku langsung memijakan kaki ku menuju kelasku, enggan untuk bersimpang mendatangi kelas Leon dan bertanya apa maksudnya meninggalkan ku lebih dulu. tapi ku rasa itu hal yang tidak perlu aku pertanyakan dan aku juga sedang tidak ingin membahas sikap tidak biasa Leon pagi ini.
Amanda menopang kepalanya dengan tangan kanan yang telah dikepal. Sesekali, ia tampak menulis di atas bukunya. Dari tempat duduk ku aku bisa melihat ujung pulpennya bergerak cepat, dan kadang lambat. Dalam menit berikutnya ia memukul ujung pulpen ke dahi. lalu diam menatap lurus ke depan seperti sedang memikirkan sesuatu untuk di tulisnya.
kalau dikatakan sedang memikirkan tugas yang paling penting, rasanya tidak mungkin. Seharusnya sekarang aku dan teman sekelas mendapatkan matematika, tapi berhubung Bu Risa pagi ini tidak masuk di karenakan anak keduanya sedang sakit. kami sekelas belum memasuki proses belajara. mendadak isi kelas bersorak gembira bagaikan surga dunia mendengar guru mata pelajaran yang tak kami inginkan tidak masuk hari ini.
Aku berusaha mengintip apa yang sebenarnya dikerjakan Vela. Anggita sedang pergi ke UKS. Dia memang terlalu memcintai ruangan dengan nuansa putih itu. itu mengapa setiap ada pelajaran kosong Anggita selalu memilih untuk menghabiskan waktunya di sana.
"Bikin apaan sih? Serius banget!"
Vela menutup bukunya sambil gelapan. "E-uh, Bukan apa-apa," Sahut Vela dengan sangat tidak meyakinkan. dia sungguh membuat aku penasara.
"Surat Cinta ya?" Tanyaku, hanya sekedar menebak. kedua pipi Vela bersemu merah. seperti kepiting rebus. " jadi beneran surat cinta? Ciee..cieee, Vela lagi falling in love." Sahutku.
Aku memilih duduk di sebelahnya. rasanya ada asupan semangat yang mengalir dari dalam tubuhku. kalau ini soal perasaan Vela, berarti jelas ada hubungannya sama Leon. Meskipun Vela seperti malu untuk berkata jujur. Vela menyodorkan buku itu tepat di depanku.
"Aku belajar bikin Puisi Rin!" Vela tidak melanjutkan kalimatnya, ia menggantungnya dan sekilas melirik sekelilingnya. Vela mendekatkan wajahnya dengan wajahku lalu berbisik. " Buat Leon!"
Aku tertawa kecil, persis dengan apa dugaanku sebelumnya. tanpa izin lebih dulu aku membuka lembaran buku Vela. Ada kata kata yang telah beberapa kali dicoret dan diganti dengan kata lain. puisi itu belum ada judul yang tertulis, tapi aku bisa melihat usaha Vela mendekati Leon seserius ini.
Leon memilih jurusan bahasa karena dia sangat menyukai sastra. Tidak hanya sekali, Leon terbilang orang yang mahir dalam membuat puisi. sering sekali puisi buatannya selalu di pajang di mading sekolah bahkan selalu hadir juga meramaikan sebagai edisi majalah. Leon juga tergabung anggota ekstrakulikuler teater dan drama. kemampuannya memainkan gitar seringkali di gunakan untuk mengiringi musikalisasi puisi ataupun drama.
"Aku gatau harus gimana buat ngomong sama Leon,Rin. kamu tau sendiri kan, aku tipe orang yang susah ngungkapin perasaan. Apalagi Leon orangnya cuek!"
"Dari tadi kamu mikir mau usaha apa?" Vela mengangguk pelan.
"kamu tenang aja. Aku udah liat usaha kamu kok. Dan untuk selanjutnya kamu bisa ngandelin aku La!"
"Kamu serius?"
"Percaya aku La, kalau kamu nganggap aku sahabat!" Aku mengedipkan sebelah mata. Vela buru-buru berhambur memelukku tanpa terlebih dulu memberikanku aba-aba. aku sontak refleks dan terhuyung karena kurangnya keseimbangan. untung Vela memelukku erat hingga tubuhku terpompa dan tertandingi Vela. Sepertinya Vela begitu bahagia mendengar aku akan membantu kesekatannya dengan Leon maka dari itu aku harus memberikan yang terbaik untuk Vel dan Leon. dan tidak boleh mengecewakan mereka.... jangan itu, jangan sampai terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
RomanceAku ingin membuat sesuatu hal yang indah untukmu. menyenandungkan ungkapan hati yang semakin lama tidak mampu ku tahan lagi, Tentang rasa untukmu, Tentang mimpi mimpi indah dimana kau hadir di dalam hidupku. Tentang setiap pedih dalam penantian yang...