True Love(28)

31 1 0
                                    

Apel pagi sudah di mulai. Rutinitas setiap senin yang harus para siswa laksanakan. Aku dan kedua sahabatku sudah memasuki barisan kelas kami. Saat intruksi dari beberapa guru yang menggerakan seluruh muridnya secepatnya menuju ke lapangan. Saat apel dimulai suasana yang tadinya riuh menggemuruh. Seketika hening dan hanya ada suara petugas upacara saja yang tengah memulai apel ini.

Anggita sesekali menyikut lengan vela yang berbaris di sebelahnya. Setiap kali vela yang tak benar benar serius dalam mengikuti apel ini. melihat pak kepsek memerhatikan barisan kami sedari tadi. Vela yang menyadari itu semua buru buru serius dalam mengikutinya meskipun sebenarnya ia malas.

"Ada yang mau aku tunjukin sama kalian!" Kata Anggita begitu barisan di bubarkan kami beruntung karena tidak kena tindakan disiplin. Setelah mengobrol saat apel pagi. Anggita mengeluarkan sebuah buku kecil dari saku roknya. Dia memamerkan buku catatan itu tepat di depan kami.

"Aku berhasil mengungkap sesuatu yang selama ini sebagai jawabannya."

Anggita berjalan pelan ke arah tempat duduk aku. Dia tersenyum lega saat jono si ketua kelas belum kembali dari lapangan. Memang yang sudah tiba di kelas hanya ada beberapa orang sajam yang lainnya masih berada di lapangan. Mendengarkan beberapa nasihat yang kepsek selalu katakan tiap tiap selesai apel. Tidak banyak orang yang memilih tetap berada di lapangan yang lainnya memilih segera kembali ke kelas atau justru mampir sebentar ke kantin. Pak kepsek dan beberapa guru sebelumnya sudah menghimbaui agar murid murid tidak meninggalkan lapangan sebelum pak kepsek selesai menyampaikan nasihat. Namun apa daya, keputusan ada di tangan masing masing. Seperti halnya kami yang memilih kembali ke kelas daripada mendengarkan nasihat pak kepsek yang panjang kali lebar tak beraturan itu.

"apaan yang mau kamu tunjukin?cepet  sebelum mereka datang!". Pinta vela.

Aku mengangguk mengikuti intruksi vela. Aku sudah diliputi rasa penasaran yang besar. Anggita kemudian membuka halaman buku kecil berisi catatan yang ia bawa. Disitu ada beberapa bait puisi. Aku membacanya sekilas. Dan aku tahu,ini adalah puisi yang dibawakan anak anak teater saat ulang tahun sekolah. Tidak menyangka Anggita sampai mencatatnya seperti ini. Dia mungkin sedang menyukai puisi buatan leon sampai ia catat dan simpan segala.

"Ini apaan?" Tanya vela polos.

" puisi yang dibuat leon." Jawab Anggita singkat. Dia kemudian mengambil pulpen, mengarahkan ujungnya pada huruf awal di baris pertama.

"Ini huruf apa?" Tanya Anggita.

"M." Sahut vela cepat. Aku sendiri masih belum mengerti apa yang ingin disampaikan Anggita. Aku menarik napas sejenak, kemudian kembali memerhatikan Anggita yang melanjutkan mengarahkan lagi ujung pulpennya.

"Ini?"

"A." Sahut vela. Lagi lagi vela yang menjawab. Aku hanya diam memerhatikan keduanya. Sambil sesekali menatap anggita kesal.

"Yang ini."

"U."

Seketika itu juga vela terhenti. "Eh git stop. Rantaian kata puisi yang dibuat leon. Kalo di gabungin dari kata pertama." Vela menahan tangan anggita agar tidak bergerak gerakan pulpennya. Ia menatap lebih serius buku catatan kecil itu, pandangannya semakin memperjelas tulisan itu

"awal hurufnya, M-A- U." Vela menjeda kalimat huruf terakhirnya. Matanya membelalak kala tulisan huruf itu jika di gabungkan menjadi nama seseorang. Kedua bola mata vela seketika langsung beralih melirik aku dengan keki. Aku hanya diam di tatap begitu sambil penasaran saat melihat wajah vela berubah seserius itu.

"Maurin." Cibir Anggita santai.

Aku yang mendengarnya merinding aku merebut catatan itu, kemudian membaca tiaf huruf pertama barisan awal. "M-a-u-r-i-n." Kataku terbata bata membacanya.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang