Siang ini Anggita sudah berada di rumahku lebih tepatnya berada di dalam kamar bersamaku. beberapa menit sampai anggita langsung saja menanyakan soal surat yang semalam aku ceritakan padanya.
Sesuai dengan yang kemarin aku obrolkan dengan Anggita, rencana nya siang ini kita akan membahas sesuatu yang bersangkutan dengan Leon. Mengatur strategi, menyambut kepulangan leon.
"Maurin". Ucap Vela yang menonjolkan kepalanya di balik pintu.
Aku dan anggita refleks menoleh pada sumber suara yang sudah tidak asing lagi dari inda pendengaran kami berdua.
"Maaf ya, aku langsung masuk soalnya pintu rumah kamu nggak dikunci terus aku denger juga ada suara orang di dalam kamar kamu, jadi aku kesini buat ngecek".
Vela yang baru masuk langsung menuju kamarku, sontak bola matanya melebar. Mungkin vela kaget bahwa dikamarku sudah ada anggita yang terduduk manis di atas kasurku.
"Lho, git kamu juga ada disini?" Tanya vela. Yang dihadiahi anggukan oleh anggita.
"Kamu kesini mau apa? Mau pinjem buku fisika maurin juga?"
Anggita hanya diam sambil menatapku seperti memberitahuku agar aku membantu dirinya untuk menjawab pertanyaan vela. Baru mau aku membuka suara vela kembali bersuara lagi. Yang akhirnya mengubah keheningan menjadi kehangatan.
"Rin, buka fisika kamu aku pinjem ya?"
"I-iya boleh kok, sebentar ya aku ambil bukunya dulu". Vela mengangguk sambil ikut menjatuhkan badannya pada kasurku. Anggita tersentak sedikit menggeser tubuhnya dari vela.
Pintu rumah yang tak sempet aku kunci memudahkan untuk siapa saja masuk tanpa permisi. Termasuk vela juga yang kini kedatangannya seperti mahluk halus, tiba tiba muncul begitu saja.
"Ini vel bukunya". Aku yang sudah mengambil buku fisika dari rak meja belajar, segera kuberikan pada vela.
"Terimakasih maurin". Aku hanya mengangguk sambil melempar senyum.
"Rin soal surat yang kemarin aku boleh liat". Anggita tiba tiba mencairkan suasana membuat aku baru engeh akan hal yang semula akan ku tunjukan mengenai surat itu. Vela yang menatap aku dan Anggita ikut melempar ke arahku.
"Surat? Surat apa rin?" Tanya Vela yang memang tidak tahu perihal ini.
Aku hanya melirik Vela sekejap lalu bangkit dari atas tempat tidur. Berjalan ke arah rak lemari untuk mengambil sebuah surat yang Anggita minta.
"Ini isinya surat cinta ya?" Tanya Anggita yang sudah menerima surat dariku.ia mulai membuka lipatan-lipatan surat. Dan membacanya dengan sangat serius. Rupanya vela juga penasaran ia ikut mencondongkan kepalanya menatap kertas yang kini sudah berada di atas tangan Anggita.
"Vela apaan sih kamu kepo". Anggita menjauhkan surat tersebut saat dua bola mata vela mengintip isi surat yang sedang Anggita pegang.
"Ini surat cukup aku dan maurin yang tau, kamu nggak usah ikut-ikutan pingin tau".
Ucapan Anggita membuat vela mengerucutkan bibirnya dengan raut muka yang terlihat sedih. Vela ganti menatapku seolah meminta ijin agar dia bisa mengetahui apa isi dan maksud surat itu.
"Rin". Vela meminta pengaduan padaku. "Anggita pelit tau masa aku nggak dibolehin tau isi surat itu". Vela berjalan mendekat ke arahku. Ia menarik narik tanganku yang sedang berada di atas meja belajar. Lalu merengek layaknya anak kecil yang tidak diajak ikut bermain.
Aku hanya diam bergeming menerima perlakuan vela. "Git, Vela juga berhak tau". Kataku sangat pelan namun terdengar oleh Vela dan Anggita. Rupanya mereka berdua menoleh secara kompak ke arahku. Vela yang nampak bingung dengan perkataanku sedangkan Anggita seolah menatap memintaku agar tidak memberi ijin vela untuk berhak tau soal surat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
RomanceAku ingin membuat sesuatu hal yang indah untukmu. menyenandungkan ungkapan hati yang semakin lama tidak mampu ku tahan lagi, Tentang rasa untukmu, Tentang mimpi mimpi indah dimana kau hadir di dalam hidupku. Tentang setiap pedih dalam penantian yang...