True Love(21)

18 3 0
                                    

Aku tidak dapat mengajukan pembelaan. Setelah melihat Vela terisak seperti itu. Selama ini,aku mengenal sosok Vela adalah pribadi yang kuat. Aku tidak pernah melihat Vela mengeluarkan banyak bulir air mata.

"Kenapa kamu gak bilang langsung Rin?"

"Dia pasti gak pengen kamu berhenti berharap Vel," jelas Anggita bjaksana.

Aku tidak habis pikir mengapa Leon berinisiatif untuk mengatakan pada Vela. Aku sudah membaca pesan yang di kirimkan Leon untuk Vela. Selama ini Vela selalu berharap bisa menerima pesan dari Leon. Sekarang saat semua tereujudkan namun isi dari pesanya berupa penolakan.

"Maafin aku Vel, aku gak bermaksud bikin kamu kecewa kaya gini."

Vela berusaha keras untuk mengangkat wajahnya. Anggita duduk di pinggir tempat tidur tepat di sebelah Vela. Tangannya masih tak terlepas dari pundak Vela, sesekali dia menepuknya pelan. Seperti berusaha memberikan ketenangan untuk serta menyalurkan tenaga yang baru untuk membantu Vela bangkit dari keterpurukannya. Aku sendiri hanya bisa duduk pada kursi yang ada di kamar Vela. kami bertiga sekarang terdiam pada pikiran masing-masing.

"Aku mau istirahat. Bisa kan, kalian tinggalin aku?"

"Vel, kita bisa omongin ini baik-baik."Umpat Anggita. "Please, jangan cuma karena masalah ini. Persahabatan kita jadi rusak". Sambung Anggita yang membujuk.

Hatiku seperti tercabik cabik mendengar penuturan Anggita. Aku adalah akar permasalahan dari semua. Dulu, aku yang paling bersemangat menjodohkan Vela dengan Leon. tapi hasil dari keselahan ku ini semua membuat jadi berantakan, semuanya kacau tidak berjalan dengan keinginan.

Kenangan indah yang terajut diantra kami kembali teringat dalam benakku. Aku ingat setiap kebersamaan yang Vela dan Anggita berikan padaku. sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini mereka orang-orang terbaik yang ku temui selain Leon. Mereka adalah teman sekaligus penyemangat hidup. tidak mungkin hanya karena kesalahan ku sendiri. persahabatan kami yang jadi korbannya. bagaimana mungkin bisa aku mengakhiri persahabatan dengan mereka. Tidak sampai kapanpun semuanya harus kembali seperti semula lagi. Semuanya harus berjalan normal seperti sebelumnya. Tapi entah bagaimana caranya?

"Biar aku jelasin semua Vel."

"Gak sekarang Rin! jangan sekarang...please!"

Sakit rasanya mendengar Vela memohon seperti itu. Dari tatapan matanya, Anggita akhirnya mengisyaratkan padaku untuk keluar. Aku tidak ingin memperkeruh suasana. Aku harus bersabar menunggu waktu yang tepat. Vela perlu menenangkan diri dan belajar menerima kenyataan yang di hadapinya.

Aku melangkah dengan berat hati meninggalkan ruangan yang biasanya menjadi tempat bagi kami untuk berbagi cerita,suka,duka,tawa dan canda. Diantara kami bertiga hanya Vela yang menyandang status anak kost. Sejak masih SMP dia sudah terbiasa tinggal jauh dari keluarganya. karena pendidikan yang ia tempuh jauh dari tempah tinggalnya. mungkin Vela sudah terbiasa menjadi sosok mandiri.

Tidak sampai lima menit Anggita menyusul ku keluar dari kamar itu.

"Biar dia lebih tenang dulu!" Terang Anggita. Aku tidak ingin persahabatan kami berakhir dengan cara seperti ini. Aku bisa melihat Anggita menyembunyikan rasa cemas yang serupa.

"Ini yang aku takutkan, kalau aku segera ngomong sama dia"

"Aku tau Rin. Tapi, seringkali apa yang kita anggap baik, beda dengan pandangan orang lain." Sesaat aku dibuat terkesima dengan prmikiran Anggita. Aku tidak menyangka dia bisa berkata seperti itu. "Vela cuma kaget. dan kita gak bakal terus-terusan kaya gini, setidaknya udah jelas semuanya. lebih cepat lebih baik kan kalau dia tahu semuanya daripada dia harus dibohongi dengan cinta yang gak sama sekali terbalaskan."

"Aku harap seperti itu. karena cinta itu soal rasa, gak bisa dipaksa, gak bisa dipilih dan di atur. Mungkin emang Leon bukan cinta sesungguhnya Vela,"

"Ya, Meskipun cinta kadang ada proses dan seiringnya berjalan waktu proses itu akan tergantikan dengan buah hasilnya. Namun,lain kebalikannya prosesnya ada yang berbuah hasil baik dan buruk kan.."

  ****

Leon seperti tidak menganggap kehadiranku. Dia masih bermain dengan gitarnya. Sesekali, dia memejamkan mata. kemudian kembali memetik senarnya. Aku nyaris rasa kesal saat tidak ada satu perkataanku yang di tanggapinya. dengan rasa kebakaran jenggota aku langsung merebut gitar itu meletakannya di sebelahku.

"ini udah malem, kenapa kamu gak istirahat aja?"

"Gimana aku mau istirahat kalo keadaannya lagi kaya gini.Aku lagi gak bisa tidur juga Leon!"

Sejenak Leon memutar badannya.Meskipun tidak ada orang di ruang tamu, kalau aku tetap berbicara dengan volume keras seperti ini. bisa saja keluarga leon mendengarnya.

"Kecilin suara kamu.."

"Mangkanya kamu jangan cuekin ak..."

Leon membekap mulutku dengan telapak tangan kirinya. Sementara tangan kanannya menekan bagian belakang kepalaku. Aku tidak bisa berteriak, Aku bahkan tidak bisa bernapas dengan baik, Aku segera menepis tangannya dari mulutku.

"Oke, jadi! apalagi yang kamu mau tanya sekarang?"

"kenapa kamu tega ngomong kaya gitu sama Vela? Kalau kamu emang suka sama Kak Khanza, kamu gak perlu jujur sama dia. Kamu juga udah tahu kan, kalau Vela itu udah lama suka sama kamu bahkan jauh sebelum Kak Khanza suka sama kamu." ucapku pelan. Aku berusaha keras untuk mengatur volume suaraku.

Leon membuang pandangannya ke depan. "Aku rasa ini waktu yang tepat. Vela mungkin gak bakal pernah mau kenal lagi sama aku kalau aku gak segera ngomong le dia. Dan mungkin..." Leon memberikan jeda diantara kalimatnya."Dia gak bakal mau temenan lagi sama kamu"

"Kenapa gitu?"

"kenapa? kamu masih bisa tanya gitu?"

"Kamu liat sendiri, giamana reaksi Vela sekarang? Kamu pengen bohongin dia lebih lama lagi? kamu gak kasihan sama dia, kamu tau resiko dari kesalahan kamu.. dia gak bakal pernah mau maafin kamu"

Aku diam. Perkataan Leon ada benarnya juga. Tapi tetap saja Leon seharusnya dia bisa mendiskusikannya terlebihdulu denganku. apa mungkin ada mencari jalan keluar tanpa ada yang terluka dari kami.

"Jadi kamu bisa menyimpulkan semuanya begitu saja... Apa ini karena kamu dan Kak Khanza udah jadian?"

Leon mendengus kesal. "Kamu gak seharusnya sangkutpautkan nama dia!..Udah malem. Pulang sana!" Leon beranjak dari duduk dia mengambil gitarnya, kemudian masuk ke dalam rumah. "Kamu cuma boleh kesini kalau mau belajar gitar" Pesannya sebelum pintu rumah benar-benar tertutup. Dia bahkan mematikan lampu ruang tamu.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang