Aku masih bersama dengan Leon di belakang panggung. Sejak tadi, aku tidak berhasil menghubungi Kak Bintang. Setiap kali mencoba menelponnya yang terdengar hanya suara merdu dari operator. Kalau saja Brenda, yang bertugas sebagai Manajer pertunjukan tidak menemani di sini, aku pati sudah pergi dari tempat ini untuk mencari Kak Bintang. Ini puncak dari perjuanganku. Lucu kalau sampai bagian aku dipanggil dan tepat aku berdiri di atas panggung Kak Bintang tidak ada. Karena ini adalah pembuktian yang akan aku katakan soal perasaanku pada Kak Bintang melalui lagu.
"Cari Bintang?"
Aku mengangguk lemah. Di saat seperti ini aku hanya berharap wajah kak Bintang dapat ku lihat di depan panggung. aku pasti menjadi lebih tenang jika Kak Bintang sudah duduk manis di depan untuk menungguku tampil. Dan rasa percaya diri ku serta semangat akan penuh. Jika aku juga menemukan Anggita dan Vela menontonku.
"Hari ini bukan cuma Bintang yang bakalan nonton kamu." Leon menyodorkan botol air mineral padaku. "Seluruh siswa sekolah ini bakal lihat penampilan kamu. Air putih bagus buat ngilangin rasa tegang dan nerpes kamu," Lanjut Leon kemudian dia bangkit dari duduk.
Aku segera mengambil air mineral dari tangan Leon dan meminumnya. agar sedikit ada rasa tenang.
Saat ini Leon dan teman-teman teaternya akan tampil lebih dahulu. Dia pengisi acara pokok, panitia sengaja memintanya tampil sangat awal sebagai pembukaan pula. Sangat jauh berbeda denganku yang berada pada urutan ke empat terakhir. Aku bahkan sudah siap kalau ternyata teman-teman yang duduk di depan panggung sana sudah merasa bosan dan memilih untuk pergi ke kantin daripada menonton penampilanku.
"Aku siap-siap sekarang, setelah ini aku tampil"
Leon segera naik ke panggung itu berarti dia punya kesempatan untuk melihat siapa saja yang hadir hari ini. Aku bisa memanfaatkan ini utuk mencari keberadaan para penonton istimewa. "Bisa minta tolong liatin mereka ada apa enggak?"
Leon awalnya hanya diam,tapi akhirnya dia mengangguk tanda dia mau. Aku sedikit lega, setidaknya saat Leon balik ke belakang panggung aku bisa mendapatkan kepastian.
"Kamu gak kasih semangat ke aku?"
Aku membeberkan senyum. kemudian bangkit berdiri dan memeluk Leon sebentar."Kalau cuma pertunjukkan kecil kaya gini..Aku yakin, sahabatku pasti bakal tampil hebat" kataku seraya melepaskan pelukan. Leon membalas tersenyum.
"Semangat Leon Yanuar Pranata, aku yakin kamu pasti bisa memberikan lebih yang terbaik dihari ulang tahun sekolah yang sekarang." Ucapku sambil menepuk-nepuk pundaknya berkali-kali.
"Aku mau bilang sesuatu," Perkataan Leon yang tiba-tiba, berhasil membuatku menarik kembali tanganku. Ekspresi wajahnya tampak begitu serius. Aku merasa gugup, aku bisa meyakinkan diri sendiri bahwa ini bukan karena sedang demam panggung. Mungkinkah dia akan segera menjawab rasa perasaanku selama ini. Dari nada bicaranya, dia seperti akan segera memberitahukan sesuatu yang selama ini tidak aku tahu dan dia berhasil menyembunyikannya dari ku.
"Kamu mau bilang apa?" Kataku pelan, sembari balik menatap serius wajahnya.
Beberapa detik Leon terus menatapku. Entah mendapat dorongan dari mana, aku berinisiatif untuk mundur satu langkah berusaha memisah jarak antara wajah aku dan Leon. Yang terkesan begitu dekat. Meskipun demikian, tatapan mataku masih ku arahkan pada wajahnya.
"Jadi kamu mau ngomong apa?" Tanyaku lagi. Kali ini lebih keras. Leon menghembuskan nafas kasar dia berpaling menatap bahunya yang sempat kutepuk tadi. Mendadak aku mengikuti arahnya dan tiba saja ekspresi wajah Leon berubah.
"Kamu liat, bajuku jadi kotor,"
"Hah? kotor kenapa?"
Aku membuka lebar kedua telapak tanganku. Tidak kotor sama sekali tidak juga basah meskipun tadi aku sempat menggengam botol air mineral. Leon pasti sedang mengerjaiku. "Tangan aku bersih dan baju kamu gak kotor" belaku yang memang pada kenyataannya tangan ku bersih dan baju Leon tidak sama sekali ada percikan kotoran.
Tapi Leon justru tidak memperdukikannya. Dia kemudian berbalik badan, berjalan mendekati teman-temannya yang lebih dulu di dekat Brenda. Temannya itu sepertinya sedang memberikan pengarahan kepada mereka yang akan tampil. Aku duduk dengan rasa kesal.
Riuh suara tepuk tangan kembali terdengar ketika Leon dan kawan-kawannya sudah berada di atas panggung. Gara-gara kelakuannya barusan aku jadi kehilangan mood untuk menikmati musikalisasi puisi yang dibawakan Leon. padahal dia sempat berpesan agar aku memberikan komentar setelah ini.
Melodi mulai dimainkan, berpadu dengan bunyi cajon yang di tabuh indra. Meskipun awalnya aku ingin cuek saja. suara merdu dari Alin berhasil membuatku larut dalam suasan. Seperti ada yang mengusir rasa tidak nyamanku. Aku yang di belakang panggung saja bisa merindig seperti ini, apalagi mereka yang menonton langsung dari depan sana. Anak-anak teater memang hebat. Termasuk Leon..
Memang selalu ku nanti...
Akupun tak mungkin turuti cinta..
Untuk membatasi dinding diantara . . kita.
Rasa yang kutuju padamu..
Ingin ku katakan padamu..
Namun aku tak sanggup..Cerita yang tak ku mengerti..
Inginku mengerti..
Namun suatu saat nanti akan..
Tersusun rapi dalam kumpulanCerita
Aku dan kamu hingga menjadi kita
Kapan akan tiba saatnya..
Untuk kita dipersatukan lewat Cinta.Selama beberapa menit, suasana berubah menjadi begitu teduh. Baris demi baris puisi tersebut dibawakan begitu mulus tanpa cacat sedikitpun. Suara Alin, juga kemampuan mereka dalam memainkan alat musik berhasil membuat penonton terhipnotis. Tidak ada sedikpun yang bersuara saat Puisi yang dibaringi musik itu mulai hingga selesai. Aku rasanya ingin berlari dan duduk tepat di bangku paling depan kemudian menyaksikan mereka secara langsung.
Setelah itu terdengar suara tepuk tangan yang sangat meriah. Bhakan MC memuji secara langsung penampilan mereka. Alin, Agung,Deri kembali ke belakang panggung. Dan mereka tampak tersenyum puas serta lega karena penampilannya tidak mengecewakan penonton. Apalagi setelah beberapa orang menyalimi mereka. Sedangkan Leon mengikutiku dari belakang, aku berusaha membuang kekesalanku untuk memberikan ucapan selamat kepada Leon. lagipula aku perlu mendengar laporan darinya.
"Wow keren!" pujiku tulus. Di luar dugaanku, ekspresi wajah Leon tampak aneh, begitu kontras dengan teman-temannya yang lain. Dia tersenyum samar. Tatapan matanya tidak fokus. "Kamu kenapa? ouh baru kerasa demam panggung mu bereaksi sekarang?"
Leon menatapku sekilas. Setelahnya dia duduk dan mengambil botol air mineral dan meneguknya. Leon kembali memandang ke arahku.
"ini penampilan pertama kamu dan kamu harus bisa memberikan yang terbaik"
Aku tersenyum tipis."Mereka ada di sana?"
Leon mengangguk kali ini dia kembali menyajikan senyuman.
"Vela dan Anggita ada di sebelah kiri panggung. Mereka sempat merekam penampilan kami. Dan Bintang...dia duduk di bangku belakang undangan."
Seharusnya aku bisa lega mendengar itu dari Leon. Usahaku selama ini tidak akan menjadi sia-sia, aku pasti akan tampil semaksimal mungkin. Aku juga tidak ingin mengecewakan Leon yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk membantuku. Tapi jujur, entah mengapa aku merasa tidak enak hati.
Leon kembali berdiri dia menepuk pelan bahuku. "Kalau tiba-tiba gugup tarik nafas dalam-dalam lalu buang semua perasaan yang buat kamu gak tenang. Semua akan baik-baik saja,"
Lalu Leon tersenyum. seolah memberiku semangat untuk yang beberapa kali.
Tidak mungkin ku tutupi, aku memang merasa sedikit tegang.
"itu yang biasa aku lakuin kalau di atas panggung,"
"kamu yakin aku bisa?"
Leon mengangguk mantap.
"100%
Lagi Leon mengangguk. kali ini kedua tangannya menangkup wajahku. "aku yakin lebih dari 100% kamu bisa menampilkan yang terbaik." cibir Leon. "Aku nunggu kamu di sini."
"kamu gak mau nonton aku langsung di depan panggung?"
"Aku akan nunggu kamu disini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
RomanceAku ingin membuat sesuatu hal yang indah untukmu. menyenandungkan ungkapan hati yang semakin lama tidak mampu ku tahan lagi, Tentang rasa untukmu, Tentang mimpi mimpi indah dimana kau hadir di dalam hidupku. Tentang setiap pedih dalam penantian yang...