Bab 60

2.7K 355 23
                                    


Prilly bersenandung kecil saat mobilnya berhenti di lampu merah. Matanya menoleh ke kanan dan kiri sambil terus bersenandung, supir keluarga Imran tersenyum kecil saat melihat nyonya kecil mereka sudah kembali bisa tersenyum ekspresi wajah Prilly yang begitu cerah benar-benar menentramkan hati mereka-mereka yang bekerja dirumah Imran.

"Pak Jamal mau rujak dong!"pinta Prilly yang duduk di samping supirnya.

Anak-anak Imran tidak pernah memperlakukan mereka yang bekerja di rumahnya dengan kasar atau angkuh, Imran selalu mengajarkan anak-anaknya untuk bersikap sopan pada mereka yang lebih tua termasuk mereka yang bekerja di rumah sebagai pembantu atau supir.

"Rujak yang mana Neng?"Pak Jamal celingak-celinguk mencari penjual rujak untuk memenuhi keinginan nyonya kecilnya.

Prilly menunjuk seorang penjual rujak yang berada di persimpangan jalan setelah lampu merah dimana mereka berhenti saat ini.

"Oke Neng. Tunggu sebentar lagi ya."

Prilly menganggukkan kepalanya, jarang sekali dia menginginkan sesuatu begini. Prilly mengusap perutnya, dia tidak sabar menunggu waktu dimana nanti Ali yang akan memenuhi keinginannya bukan Pak Jamal atau orang lain.

Ah, tiba-tiba dia merindukan suaminya.

Jika bukan karena perintah Maminya yang menyuruh dia pulang mana mau dia jauh-jauh dari Ali. Baru beberapa menit berpisah saja dia sudah rindu. Ck! Tiba-tiba dia menyesal sudah menyia-nyiakan waktu satu bulan terakhir ini karena keraguannya.

Tak sampai 3 menit mobilnya sudah berhenti dipinggir jalan dengan Pak Jamal yang sudah turun untuk membelikan rujak yang di inginkan olehnya.

Prilly memutar musik yang ada dimobil Maminya, dia sudah tidak memiliki mobil pasca pertengkarannya dulu dengan Ali dia meminta Abang Reza-nya menjual mobil kesayangannya itu, dia tidak sudi memakai mobil itu lagi setelah Ali membawa Ratih masuk ke dalam mobilnya.

Ck! Prilly, katanya mau memulai semuanya dari awal sudahlah jangan diingat-ingat lagi toh Ali juga sudah meminta maaf dan berjuang sungguh-sungguh untuk mendapatkan maaf darimu.

Sekarang hanya fokuskan pikiranmu untuk menggapai kebahagiaan dimasa depan bersama Ali dan anak-anak kalian nanti.

Prilly mengangguk setuju benar dia hanya perlu memfokuskan diri untuk masa depan bukan berlarut-larut dalam kubangan masa lalu.

"Ini Neng."

Prilly menoleh dan seketika senyumannya terukir lebar saat melihat satu cup besar yang diserahkan oleh Pak Jamal yang berisi rujak yang diinginkan olehnya.

"Terima kasih Pak Jamal."Ucap Prilly dengan suara cerianya.

Pak Jamal tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Sama-sama Neng Prilly."

**

"Mami nggak pernah nyuruh kamu pulang? Kalau ada perlu kan bisa Mami telfon ngapain nyuruh kamu pulang."

Prilly menganga lebar ketika mendengar jawaban Maminya. "Tapi Abang Eja bilang Mami nyuruh aku pulang loh katanya ada hal penting."Prilly masih ingat saat Reza mengatakan hal itu.

Soraya yang tengah sibuk menulis berbagai macam keperluan untuk lamaran dan pesta putranya menoleh menatap bingung putrinya. "Ya ampun Dek. Dunia udah canggih kali, kalau ada perlu Mami bisa telfon atau nggak Mami nyamperin kamu kesana. Mami ngertilah kamu lagi kangen-kangenan sama Ali masak iya Mami suruh pulang. Ada-ada aja deh."dengus Soraya pelan sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.

Prilly berdecak kesal dia yakin Reza pasti merencanakan sesuatu sampai berbohong padanya. Ck! Menyebalkan sekali pria itu.

Prilly melirik jam di pergelangan tangannya, "Mami udah masak? Kalau nggak biar aku yang masak sekalian untuk Mas Al, kasihan makannya bubur terus mana habis itu dimuntahin lagi."Prilly selalu merasa frustasi kalau sudah mengingat bagaimana menderitanya Ali.

"Belum, kamu mending istirahat aja Dek. Biar Mami masak bentar lagi kamu balik kerumah sakit pas jam makan siang aja nanti."Kata Soraya tanpa menatap putrinya. "Lagian Mami heran kamu kayak baru kenal Abang kamu aja. Kan kamu tahu dari ujung kepala sampai kaki Abang Eja tuh akal bulus semua masak iya kamu bisa ketipu mentah-mentah begitu. Harusnya kamu telfon Mami dulu mastiin benar nggak Mami nyuruh kamu pulang."Cerca Soraya yang tak habis pikir dengan kepolosan putrinya ini.

Prilly memanyunkan bibirnya, "Yakan aku kirain Abang bakal berubah kan mau nikah dia itu."

Soraya meletakkan pulpen ditangannya lalu mendengus pelan ketika matanya sudah menatap putrinya. "Mau jadi kakek-kakek juga Mami yakin kejahilan Abang kamu itu nggak akan pernah berubah."

Prilly setuju dengan pendapat Maminya, mau sampai kapanpun jika Tuhan tidak berkehendak maka Abang Rezanya tetap akan menyebalkan dengan kejahilannya yang luar biasa itu.

Awas saja! Prilly akan membalas Abang Eja nanti, lihat saja!

"Sudah gih ke kamar istirahat! Mau manyun sampai sorepun Mami yakin Abang kamu nggak akan merasa bersalah."Kata Soraya yang sudah kembali menekuni pekerjaannya.

Prilly bangkit dari kursinya sebelum itu dia meneguk  satu gelas air putih karena tenggorokannya terasa kering. "Eh kamu udah makan Dek?"Soraya bertanya saat Prilly hampir melangkah.

"Udah makan rujak di jalan tadi Mi."

"Ya ampun Dek masa kamu makan rujak tapi nggak akan nasi sih Nak. Kamu pasti nggak sarapan juga kan?"Tanya Soraya dengan pandangan menyelidik pada putrinya.

"Siapa bilang orang tadi pagi aku makan banyak kok disuapin Mas Al lagi."Kata Prilly berapi-api tanpa memperhatikan raut wajah Maminya sudah berubah persis seperti Reza jika sudah bertingkah.

"Oh jadi pagi ini makan banyak karena disuapin Mas Al gitu. Oh yalah tahu yang punya suami ganteng, lihat muka ganteng suami sambil makan pasti makannya makin mantap dek ya?"Goda Soraya dengan kerlingan nakalnya.

Prilly memutar matanya sebelum berbalik dan meneruskan langkahnya menuju kamar dia sempat berkata, "Aku nggak heran kenapa Abang Eja sejahil itu sekarang karena aku tahu Abang Eja pasti warisin itu semua dari Mami kan. Ekpresi wajah Mami sekarang persis Abang Eja tahu nggak."Prilly melangkahkan kakinya dengan memberikan sedikit hentakan pertanda dia sedang kesal saat ini.

Bukannya marah Soraya malah tertawa melihat aksi merajuknya sang Putri yang sebentar lagi akan menjadi seorang Ibu itu. "Nggak bisa bayangin gimana manjanya cucuku nanti.
Emaknya aja model begitu. Kasihan Ali menantu gantengku."Ujar Soraya dengan suara penuh keprihatinan.

Soraya baru akan menulis saat bel rumahnya berbunyi, dia yakin itu bukan suami atau anak-anaknya karena jika mereka yang datang tidak ada satupun di antara mereka yang akan menekan bel semuanya akan masuk sambil mengucapkan salam.

Tanpa membereskan kertas-kertas miliknya Soraya melangkahkan kakinya menuju pintu utama rumahnya. Soraya nyaris mengumpat ketika si tamu terus menekan bel rumahnya.

"Ini niat bertamu atau ngajak berantem sih sebenernya."Gerutu Soraya sambil mempercepat langkahnya karena bel rumahnya terus berbunyi.

"Isshh bisa sabar nggak sih kalau nekan bel rumah orang!"Soraya masih sempat mengomel sebelum membuka pintu rumahnya. "Besok-besok kalau mau bertamu belnya cukup dipencet sekali-- Eh Ali?"Soraya mencerca si tamu begitu cepat hingga tak menyadari kalau yang menekan bel rumahnya adalah Ali, menantu kesayangannya.

"Prilly mana Mi?"Suara Ali terdengar memburu seiring dengan nafas pria itu yang terlihat ngos-ngosan.

"Ada didalam kenapa sih Nak? Kamu ngapain kemari? Kok kucel begini kamu? Aduh!"Soraya terus mencerca menantunya namun belum sempat dia menyuruh menantunya masuk tiba-tiba tubuh Ali terjatuh di hadapannya.

"Ya Tuhan ALI!!"

*****

Cerita ini tinggal 1 part lagi yaa, mgkn bakalan aku post ntar malam.

Buat yg dongkol atau apa sorry ya cuma upload part yang ada di disini karena kemarin saya lanjut ngetik di laptop jadi mau baca end cerita ini cuma ada di pdf.

Kalau nggak mau beli jangan komen menyakitkan hati saya. Silahkan pindah cerita lain karena saya juga bakalan Up cerita mengejar Badai mulai besok.

Bagi yang berminat pdf silahkan chat ke wa saya..

Terima kasih..


After Wedding (Mas Al nikah Yuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang