3rd C-larity

148 10 0
                                    

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°•°•°•°•°•

BYUR!!!

"OH MY GOD!"

Irena memekik histeris. Tubuhnya sekarang basah kuyup, terasa lengket. Ia merasa kepalanya sangat dingin. Tangannya terulur untuk mengambil sesuatu di kepala. Potongan es batu kecil dengan bebebarapa irisan buah hinggap di kepalanya.

Tangannya sedikit bergetar, ia mengepalkan tangan. Wajahnya sudah terlihat memerah karena amarah. "Siapa yang numpahin ini semua!" Teriak Irena lantang.

Keributan itu sontak menjadi pusat perhatian para siswa. Mereka langsung berkumpul di samping titik Irena berada. Bukan menolong mereka malah mentertawakan, dasar manusia berhati karet. Tunggu aja, azab masih tayang kok di televisi.

Megan sekarang entah pergi kemana? Tidak tahu apa kalau temannya sedang ada masalah. Beberapa detik kemudian Irena merasa tubuh bagian belakangnya menghangat. Ia sadar, jika seperti ini pasti ada seseorang yang sedang mendekatinya. Benar, ia merasa pergelangan tangannya menghangat karena dipegang. Orang itu lalu menarik Irena keluar dari keramaian.

Bhima membawa Irena ke gedung belakang sekolah. Cowok itu masuk bersama Irena. "Lo ngapain Bhim narik gue kesini!"

Sebuah gedung yang sudah tidak terpakai, berisi meja dan kursi yang sudah rusak dan tak layak pakai. Ada juga alat-alat kebersihan milik tukang kebun yang disimpan disini. Belum lagi debu yang tebal serta sarang laba-laba yang menghiasi setiap sudut ruangan. Irena bergidik sendiri di siang hari gini.

"Lo ngga lihat? Tadi orang-orang pada bawa hp mereka buat ngefoto lo, paling akhirnya dibikin instastory." Ia tersenyum dan memperlihatkan deretan giginya yang rapi. "Berhubung gue termasuk sahabat lo yang paling baik sedunia, jelas gue ngga terima kalau wajah cantik lo terpampang di instagram mereka. Karena hanya gue yang boleh bikin instastory wajah lo." Bhima semakin melebarkan senyumnya.

Tolong! Irena tersedak!

Ia yang tengah duduk mencoba bangkit berdiri. "Astaga! Lengket banget." Irena mengibaskan tangannya, berusaha mencari angin supaya wajahnya mengering.

"Ya wajar lengket, itu es buah super manis. Gue liat tadi tuh orang nuangin pemanis banyak banget di mangkuk."

Bhima masih berdiri di tempatnya. Lalu ia menarik kaus jersey yang ia pakai.

"Astagfirullah, Bhim!" Irena membulatkan matanya, lalu tersadar dan segera menutup mata. "Lo mau ngapain?!" Ujarnya dengan kedua telapak tangan yang menempel di wajah.

Baru setengah Bhima menarik bajunya, mungkin baru terlihat bagian perut. Irena lihat kok, cuman sedikit. Kotak-kotak gitu, tapi tetap aja ngga setegas perutnya Shawn Mendes.

INSIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang