Epilog

54 3 0
                                    

           Mendorong pintu kaca kafe, Irena baru datang ketika jam sudah menunjukkan 5 menit sebelum pergantian shift. Hari ini dia berangkat sangat mepet waktu, karena tadi ia ketiduran. Ia memakai apron baristanya dan berjalan menuju konter. Irena terlihat tak seceria biasanya karena ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya.

Iya, hari ini adalah pengumuman SBMPTN. Pengumuman telah dibuka di laman LTMPT maupun universitas sejak pukul 15.00 tadi. Tetapi Irena sengaja membisukan ponselnya sejak tadi pagi. Irena hanya ingin menyiapkan mentalnya dengan menjauhkan diri dari media sosial dan berita hoax yang masuk ke akun medsosnya. Gadis itu sudah melapangkan dada, apapun hasilnya itu bukan atas kendalinya. Mungkin Irena akan membuka pengumuman nanti malam ketika pulang kerja.

Kak Hadi yang hari ini satu shift dengan Irena menyadari perbedaan ekspresi gadis itu dari biasanya, tetapi ia tak terlalu menghiraukan, mungkin saja Irena sedang datang bulan. Yang terpenting Irena dapat terlihat professional di depan pelanggan.

Setelah azan magrib Irena bergantian menjaga konter karena mereka harus salat. Tumben sekali kafe ini agak sepi. "Gue ke depan dulu ya Ren." Merasa bosan di konter, Kak Hadi keluar untuk mencari angin. Ia terlihat sedang mengobrol dengan Aldi—sang tukang parkir kafe ini.

Gadis itu mondar-mandir di area konter, ia melirik ponselnya yang terdapat banyak pesan masuk dari teman-teman yang menanyakan hasil SBMPTN. Ia menggigit jarinya, "Apa gue buka sekarang aja ya."

"Dari tadi lo aneh banget kenapa sih?" Komentar Kak Hadi, merasa jengah dengan sikap Irena. Cowok itu ikut melirik ponsel Irena. "Buka aja hp lo, dari tadi ngga fokus karena itu kan."

Mengembuskan napas, ia melirik kak Hadi. "Okay, kalau ada pelanggan layani dulu ya Bang. Gue mau fokus sama hp gue."

Cowok itu mengangguk.

Irena mengetik link laman universitas yang berisi pengumuman SBMPTN. Dia tampak ragu memasukkan tanggal lahir dan nomor peserta UTBK. Dia mengklik ikon lihat hasil, gadis itu memejamkan matanya. Irena memang mengiklaskan jika dia tidak diterima, tetapi ia tidak munafik bahwa dirinya ingin diterima. Irena berdoa kepada Tuhan, dia ingin diterima SBMPTN supaya dia tidak ikut ujian mandiri yang mengharuskan membayar uang pangkal bahkan kena uang kuliah tunggal yang tinggi.

Dia perlahan membuka mata, ia melihat warna hijau. Irena membulatkan matanya, dia tidak diterima di Universitas Hayam Wuruk tetapi dia diterima di pilihan kedua dengan jurusan yang sama tetapi universitas yang berbeda. Irena sedikit kecewa, tetapi bukankah tujuannya adalah Sastra Inggris, katanya dulu ingin menjadi content writer dan komunikator di start up atauperusahaan multinasional.

Irena kembali teringat, selama setahun ini dia melewati banyak masalah yang mampu membuatnya berdiri di posisi saat ini. Dia sudah diterima di universitas negeri terbaik di Yogyakarta yang berfokus pada pendidikan, meskipun bukan Universitas Hayam Wuruk. Mata Irena memanas, namun ia menahan air matanya.

"Yess! Gue berhasil!" Gadis itu terlonjak hampir menyenggol kopi yang dibuat Kak Hadi. "Gue lolos SBMPTN Bang! Gue bisa kuliah yeay."

Pelanggan yang sedang menunggu kopi lantas cengo melihat tingkah Irena. "Santai Mbak. Ngga usah banting gelas." Ucap pelanggan itu sambil tersenyum, ia menerima kopi buatan Kak Hadi. "BTW Selamat ya Mbak."

"Makasih!"

Kak Hadi terdiam, ia mengembuskan napas. "Jadi dari awal, niat lo kerja disini cuman buat selingan?"

"Ehm gue minta maaf Bang, gue benar-benar niat kerja kok walau cuman sementara."

Cowok itu tertawa. "Ngga perlu minta maaf kali. Gue ikut senang, cewek secerdas lo perlu belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Gue bangga sama lo Ren."

INSIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang