PART 17

37.7K 2.2K 12
                                    

Sekarang Lau dan Gevino sedang menonton acara di TV yang ada di ruang keluarga mereka dengan posisi Gevino yang menyender ke kursi di belakangnya dan Lau yang menyender ke dada bidang Gevino. Bisa kalian bayangkan kan?

"Katanya mau mandi?" tanya Gevino kepada Lau yang tengah asik menghabiskan kue kering di toples kaca itu.

Lau mendongak agar melihat wajah Abangnya, "Kenapa emangnya?"

"Emangnya mandi harus kenapa-napa dulu ya?"

Lau menggeleng, "Enggak kata siapa emang? Mandi itu karena ya emang harus mandi. Sana Abang aja yang mandi" titah Lau sambil mendorong kecil tubuh Gevino dan setelehnya Ia tidak lagi menyender ke Gevino melainkan merebahkan tubuh kecilnya di karpet berbulu tepat di sebelah Gevino.

"Yee.. Siapa yang ga mandi seminggu lebih?"

"Adek ga mandi juga tetep harum Abanggg.. Tapi kalo Abang yang ga mandi bau banget kayak hari ini Abang bau" ucap Lau ceplas-ceplos, padahal aslinya Gevino tidak bau sama sekali malahan harum.

"Siapa yang bau?" tanya Gevino menyelidik ke arah Lau dan Lau yang di tatap begitu langsung duduk bersila menghadap Gevino dan menatap berani ke arah Gevino.

"Abang Gev" ucap Lau keras.

Gevino merapatkan jarak antara dirinya dan sang adik, "Iya bau? Nih bau nih" ucapnya kemudian setelah berhasil merangkul dan menyembunyikan kepala adiknya di rengkuhannya itu, Lau yang tidak siap hanya memberontak dan tertawa sebab tangan Gevino menggelitiki pinggangnya.

"Hahaha.. Jang- an , geli abang ha haa"

"Siapa suruh ngejek, sendirinya juga bau"

"Hahhahaa.." keduanya tertawa bersama.

oOo

Saat ini Lau tengah berada di kamarnya, berbaring sambil memainkan handphonenya. Entah kenapa kaki dan punggungnya terasa pegal dan sedikit sakit jika di gerakan. Lau ingin memberitahu orang rumah, tapi Ia tidak mau membuat keluarganya khawatir apalagi lusa ia ingin kembali melakukan aktivitasnya yaitu sekolah dan keluar dari rumah.

Pegel banget nih kaki batin Lau.

Lau menyimpan handphonenya di atas nakas di samping tempat tidur dan mendudukan dirinya. Memijit pelan kakinya. Tapi saat Lau sedikit membungkukan badannya, punggungnya makin terasa sakitnya.

Clek..

Pintu kamar Lau terbuka menampilkan kembarannya yang menggunakan kaos hitam dengan celana selutut itu. Leon menghampiri Lau membuat Lau tidak lagi memijit kakinya dan berusaha menahan rasa sakit dan pegal itu.

"Sakit kakinya?" ternyata Leon mengetahui jika adik kembarnya itu sedang merasakan rasa sakit di kakinya.

Lau menggeleng pelan, "Cuman pegel aja kok"

"Tumbenan banget Adek pegel, abis ngapain?" tanya leon sambil duduk di samping Lau.

"Engga ngapa-ngapain, Adek tadi cuman lari aja ko ke rumah sebelah-- jaraknya deket banget Babang ga mungkin Adek sakit" Lau berkata dengan cepat karena Leon ingin mengomentari kalau Lau tidak boleh berlari.

"Iya iya percaya deh" ucap Leon dan dengan cepat Leon merangkul Lau membuat punggung Lau bergerak dan, "Aw.."  Lau memekik pelan karena sakit.

"Kenapa?" tanya Leon setelah Lau memekik.

Lau menggeleng dan tersenyum tipis ke arah Leon.

"Bilang ke Babang kalo sakit dek!" desak Leon yang melihat Lau terus saja menyembunyikan rasa sakitnya.

"Adek ga sakit" jawab singkat Lau.

Leon mengernyitkan dahinya, "Punggung nya kenapa?" tanya Leon.

Lau menatap Leon dan kemudian tatapan itu berubah menjadi tatapan sendu, "Punggung Adek sakit kalo di gerakin" setelah berkata seperti itu Lau menunduk.

"Bilang Ayah ya?" pinta Leon.

Lau langsung mendongak dan kemudian menggeleng cepat, "Ga usah Bang!"

"Terus Babang harus diem aja saat kembaran Babang sakit kaya gini. Babang harus liatin aja kamu yang kesakitan kaya gini iya?" perkataan Leon dengan nada sedikit tinggi itu membuat Lau menundukan kembali kepalanya dengan jari-jari tangan yang bertautan.

"Babang ga bisa ngapa-ngapain. Seenggaknya kita bilang ke Ayah dan kamu bisa di periksa sama dokter biar tau kenapa kamu sakit punggung kaya gini"

Lau menatap Leon, "Bang.. Adek terlalu banyak nyusahin Ayah. Kerjaan Ayah bukan cuma terima aduan Adek tentang segala yang Adek rasain, Ayah sibuk dan Ayah pusing. Babang ga pernah ada di posisi Adek makanya Babang selalu mendesak ke Adek. Enggak tau kenapa akhir-akhir ini Adek terlalu pasrah sama keadaan Adek sekarang, Adek tau penyakit yang ada di dalam diri Adek gak akan sembuh secara cepat dan itu buang-buang waktu dan juga uang Ayah. Kalaupun nanti atau sekarang ada pilihan untuk Adek, Adek bakalan pilih Adek ga usah berobat. Ad--"

"Stop berkata apa yang cuman jadi opini kamu Dek, kita semua disini pengen Adek sembuh. Apapun dan berapapun itu ga masalah buat kita asalkan Adek sembuh. Jangan pernah putus asa, Dek!"

Lau menangis dan dengan cepat Leon mendekap tubuh mungil kembarannya itu, "Cape.." keluh Lau di tengah-tengah tangisnya itu.

"Sst- jangan nangis" ucap Leon menenangkan Lau.

"Hiks.."

Tangisan Lau sudah mereda dan pelukan Leon dan Lau pun sudah terurai, "Masih sakit?"

Lau menggeleng.

"Yang bener?"

"Iya, Babang"

"Kalo sakit bilang, jangan buat Babang khawatir"

"Iya, enggak" jawab Lau sambil tersenyum.

"Ingus Adek keluar tuh!"

Lau memegang hidungnya dan tidak ada apa yang oleh Leon itu.

"Boong" ucap Lau sambil memukul pelan punggung Leon yang sedang memebelakanginya.

"Haha.. Ke bawah yuk!" ajak Leon kepada Lau.

"Gendong tapi ya" tawar Lau.

"Dasar manja, ayo" dan Lau naik ke punggung Leon dan setelahnya mereka berdua keluar dari kamar Lau menuju ke bawah.

Terimakasih sudah membaca
Jangan lupa vote dan comentnyaaa..
See you💖

LAURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang