-oOo-
Bel pulang berbunyi. Semua murid bergegas memasukkan alat tulis mereka ke dalam tas dan bersiap-siap untuk pulang. Namun berbeda dengan Alleta. Bukannya membereskan alat tulis dan bersiap-siap untuk pulang seperti yang lainnya, Alleta malah terus saja diam dengan tatapan kosong.
Ambar terheran-heran melihat tingkah aneh Alleta. Ambar pun menepuk pundak Alleta pelan. "Lo kenapa? Tenang aja deh, Kak Zean gak bakal ninggalin lo kok," godanya sedikit bercanda.
Namun aneh, Alleta sama sekali tidak menggubris ucapan Ambar barusan. Biasanya Alleta akan langsung mengomel jika Ambar membicarakan Zean. Tapi kali ini Alleta malah terus saja diam. Membuat Ambar jadi semakin bingung dan sedikit khawatir.
"Le, lo sakit? Atau, laper? Dari tadi lo gak fokus waktu belajar. Lo kenapa?" tanya Ambar khawatir.
Alleta menghela nafasnya pelan. Tiba-tiba saja matanya terasa panas. Dan tanpa ia sadari, bulir bening baru saja lolos dari sudut matanya. Sontak Ambar melotot kaget sambil berdiri. Begitu pula Nadin di belakangnya yang sejak tadi diam-diam memperhatikan dengan perasaan cemas.
Miss Dias yang melihat kegaduhan di meja Ambar jadi berdiri dan menegur. "Ambar, Nadin, what are you doing?"
Ambar segera menegak dan menoleh ke arah Miss Dias. "Ah, nggak papa kok Miss." ucapnya sopan mengangguk pelan sambil duduk dan sesekali menoleh ke samping, memperhatikan Alleta yang masih saja melamun.
Akhirnya Miss Dias keluar dari kelas XI-IPA-2. Begitu pula dengan para murid di kelas itu. Hanya tinggal beberapa orang yang tersisa di sana. Termasuk Alleta, Ambar, dan Nadin.
Ambar dan Nadin saling pandang dengan perasaan cemas. Lalu Ambar mendekat memegang kedua lengan Alleta yang terlipat di atas meja. Sedangkan Nadin membereskan alat tulis Alleta ke dalam tas.
"Le, lo kenapa? Cerita sama kita," ucap Ambar sudah sangat cemas.
Alleta menatap Ambar di sampingnya dengan tatapan sendu dan mata memerah. "Di luar hujan. Gue ingat Mama," ucapnya lirih sirat akan kerinduan.
Ambar terkejut. Lalu ia segera merengkuh tubuh sahabatnya itu,membiarkan Alleta menangis di bahunya. Tidak apa, walaupun seragam bagian bahunya basah terkena air mata dan juga ingus Alleta. Yang terpenting adalah sahabatnya itu tidak merasa sendiri dan sadar bahwa ia punya seseorang untuk tempatnya bersandar.
Tangis Alleta semakin pecah di dalam rengkuhan Ambar. Entah mengapa, hujan selalu mengingatkannya akan luka-luka dalam hidup dan hatinya. Karena pada saat hujan lah, Alleta kehilangan satu persatu orang yang di anggapnya berharga.
Perlahan Ambar ikut terisak dalam diam sambil mengusap-usap rambut Alleta pelan. "Lo, harus tetap tegar Le. Lo, jangan kayak gini. Mama lo gak senang kalau lo kayak gini."
Nadin yang sejak tadi berdiri kini sudah duduk di meja Alleta sambil diam-diam mengusap sudut matanya yang mulai berair. Bahkan Nadin pun dapat ikut merasakan bagaimana rasanya luka yang di alami Alleta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marshmellow
Teen FictionAlleta Maheswari, gadis dingin pecinta marshmellow, dan penanti pelangi. Kepribadiannya yang sulit di tebak, dan kemampuan bersosialisasinya yang buruk membuat gadis itu sulit untuk di dekati orang lain. Alleta tidak suka keramaian, dan tak sudi me...