Alleta Maheswari, gadis dingin pecinta marshmellow, dan penanti pelangi.
Kepribadiannya yang sulit di tebak, dan kemampuan bersosialisasinya yang buruk membuat gadis itu sulit untuk di dekati orang lain.
Alleta tidak suka keramaian, dan tak sudi me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
—oOo—
Alleta melangkah gontai dengan keadaan seragam yang masih basah kuyup. Tangannya menggenggam sebuah buket mawar putih yang sudah rusak dan kotor. Alleta tidak ingin membuang buket itu. Karena baginya, buket mawar putih itu sama berharganya seperti Zean.
Hujan sudah reda, dan semburat jingga mulai membentang di langit sore hari ini. Alleta menghela nafas panjang, kemudian ia mendongakkan kepalanya.
Di atas langit jingga , sebuah lengkungan berwarna-warni pun timbul. Pelangi datang setelah datangnya hujan yang cukup deras tadi. Pemandangan sore ini sungguh indah karena datangnya pelangi. Namun keadaan sore ini sangat berbanding terbalik dengan keadaan Alleta sekarang.
Alleta menunduk, menatap nanar sebuket mawar putih yang masih setia di genggamannya. Hati kecil Alleta berharap, semoga setelah hujan deras yang mengguyur hidupnya saat ini, pelangi juga akan datang untuk menghadirkan keindahan dalam hidupnya yang kembali kelabu.
Tanpa Alleta sadari, bulir bening kembali lolos dari sudut matanya. Lututnya kembali melemas, hingga tubuhnya kembali ambruk di atas trotoar yang sepi dan sekitarnya masih tergenangi air hujan. Alleta menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Lo ngapain disini?"
Alleta membuka kedua matanya yang semula tertutup saat mendengar suara seseorang. Alleta berharap, orang yang memanggilnya barusan adalah Zean. Namun ketika ia mendongakkan kepala, harapannya pupus begitu saja. Orang yang bertanya barusan bukanlah Zean, melainkan Ares.
"Lo ngapain di sini? Lo hujan-hujanan? Bukannya lo tadi pulang sama si Zean itu ya?" tanya Ares menatap Alleta yang kembali menunduk.
Tak kunjung mendapatkan jawaban, Ares pun ikut duduk di atas trotoar jalanan. Tangan Ares terangkat untuk menegakkan kepala gadis yang duduk di sampingnya. "Hey, lo kena—" Ares membulatkan kedua matanya saat melihat keadaan Alleta yang berantakan. Bahkan gadis itu masih menangis sekarang. "Heh, lo kenapa nangis? Kenapa lo basah kuyup begini? Yaampun, lo tuh udah gede, kenapa malah ujan-ujanan? Oh, elo MKKB ya?"
Alleta masih menangis di tempatnya. Membuat Ares merasa sangat kebingungan dan menjambak rambutnya frustasi. "Aduh, kenapa lo nangis ha? Lo gak suka rambut lo lepek? Atau lo gak suka baju seragam lo basah gini? Kemana si Zean Zean itu? Kok lo sendirian disini?" tanyanya kembali beruntun, membuat Alleta menggeram tertahan karena merasa kesal dengan sikap cerewet Ares yang melebihi ibu-ibu kehilangan botol minum tupperware.
Ares semakin kebingungan karena Alleta tidak mau membuka kedua tangan yang menutupi wajahnya. Ares pun lebih memilih untuk menepuk-nepuk pundak Alleta dengan keras. "Udah udah, lo jangan nangis terus. Gue kan udah bilang, lo itu makin jelek kalo lagi nangis. Jadi, mending lo berhenti nangis sekarang."
Alleta merenggut sambil meredakan sesenggukannya. Dalam hati ia masih merasa sedih atas keretakan hubungannya dengan Zean. Tapi di sisi lain, Alleta juga merasa kesal akan sikap Ares yang masih saja sempat bercanda di keadaan serius seperti ini.