Alleta Maheswari, gadis dingin pecinta marshmellow, dan penanti pelangi.
Kepribadiannya yang sulit di tebak, dan kemampuan bersosialisasinya yang buruk membuat gadis itu sulit untuk di dekati orang lain.
Alleta tidak suka keramaian, dan tak sudi me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-oOo-
Alleta meneguk ludahnya dengan gugup. Diliriknya lapangan upacara yang tak jauh dari posisinya, kemudian ia menatap awan-awan yang menyilaukan di atas sana.
"10 putaran!" peringat Pak Razi yang kepalanya menyembul dari dalam jendela kelasnya.
Alleta yang mendengar perkataan Pak Razi jadi berjalan tanpa semangat di lapangan upacara. Ia menyadari bahwa tatapan Pak Razi tidak pernah sedikitpun beralih darinya. Bila Alleta tidak melakukan hukumannya, sudah di pastikan guru itu akan mengamuk.
Ambar dan Nadin yang melihat Alleta tengah berlari kecil di lapangan jadi saling tatap sambil merengek-rengek dalam diam.
"Nad, kesian si Letaa!" ucap Ambar setengah merengek.
"Gue juga kesian. Ini tuh panas banget. Kejam banget sih tuh guru satu!" gerutu Nadin sambil sesekali melirik Pak Razi, takut-takut guru itu mendengar ia sedang membicarakannya.
"Kalau dia pingsan gimana?" tanya Ambar. "Apa perlu gue chat Kak Rasya, suruh Kak Zean terjun lapangan?"
Nadin mengangguk menyetujui usulan Ambar barusan. "Yaudah cepet lo chat!"
"Nggak perlu!" seru seseorang yang sejak tadi tengah memperhatikan perbincangan mereka.
Ambar dan Nadin menolehkan kepala, dan mendelik kecil menatap Gino yang baru saja berbicara. "Loh, kenapa gak perlu?" tanya Ambar heran.
"Biar gue aja yang temenin Leta lari," ucapnya lalu bergegas pergi keluar dari kelas, tanpa pamit terlebih dahulu pada Pak Razi.
Ambar dan Nadin yang melihat itu jadi saling pandang, dan mengedikkan bahu mereka. Lalu ketika Pak Razi pamit untuk ke ruang guru karena ada tamu, Ambar dan Nadin segera keluar kelas untuk menyemangati Alleta di pinggir lapangan.
***
"Jahat banget! Tega banget nyuruh gue lari siang bolong kayak gini!" Alleta terus menggerutu sambil menyeret langkahnya sendiri. Sedangkan sebelah tangannya sedang berusaha menghalau sinar matahari yang menyilaukan matanya.
Semuanya baik-baik saja untuk tiga putaran pertama. Walau keringat sudah membasahi kening, Alleta masih punya tenaga untuk menghabiskan sisa tujuh putarannya.
Alleta memberanikan diri menoleh ke arah jendela kelasnya, dimana Pak Razi tadi mengawasinya. Tapi gurunya itu sudah tidak ada. Alleta hanya melihat Ambar dan Nadin yang baru saja tiba di pinggir lapangan dan sedang berteriak menyemangatinya.
Tenaga Alleta sudah hampir habis setelah berlari lima putaran. Ia bahkan berniat untuk menyudahi saja hukuman ini. Toh, Pak Razi juga tidak mengawasinya.
Namun, kedatangan seseorang di lapangan kembali membuat Alleta terpaksa harus berlari lagi. Gino kini berada di sisinya, berlari beriringan dengannya memutari lapangan ini.