19,0; oddly

82 12 34
                                    

.

"Sin."

"Oi."

Hening. Tidak ada suara yang menyusul setelah sahutannya barusan, membuat Wira mengangkat kepala dari layar ponselnya dan memandang berkeliling. Matanya mengarah pada Juniar, si pemilik suara yang baru memanggilnya beberapa menit lalu.

"Apaan, Jun? Centil amat, manggil doang ga dilanjutin."

Satu pack tisu berukuran sedang yang baru dibuka beberapa menit lalu kini melayang ke sisi kepala Wira. Juniar pelakunya. Meski tidak sempat menghindar, Wira hanya tertawa singkat sebelum mengembalikan pack tisu tadi ke tempatnya.

"Nggak, tadi gue mau nanya," Juniar berkata sambil lalu, kembali berkutat pada laptopnya. "Tapi—"

Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian keduanya. Pada sosok Gala dan Rya muncul di ambang pintu.

"Lah ke sini juga lo berdua?" Wira bertanya heran sembari menggeser duduknya, memberi ruang bagi sepasang insan yang baru datang agar bisa bergabung dekat dengan dirinya dan Juniar. Sementara di dekatnya, Juniar justru beringsut ke arah dinding. Membuat Wira meliriknya.

Wira tahu temannya yang satu ini belum bisa bersikap wajar menghadapi Rya. Wira tahu. Setelah semua tragedi itu, siapa yang tidak terkejut melihat sosok Rya?

Rasanya seperti Kiara kembali dari kematian untuk menghantui mereka.

Kepala Wira menggeleng perlahan, mengusir pikiran bodoh itu. Ia tidak akan mengusik cara Juniar menghadapi sesuatu. Tidak. Jadi, sambil tetap bersikap apa adanya, Wira menoleh pada Gala dan Rya.

"Ada apaan, Gal?"

"Nggak ada apa-apa sih," Gala meringis. "Kemaren janjian sama Bang Chandra, ada yang mau diomongin katanya."

"Oh."

Wira kembali ke kesibukannya sendiri sebelum suara Rya berakhir menginterupsinya.

"Nih, pada mau gak? Rujak." gadis itu membuka bungkusan plastik dengan bersemangat, menggeser wadah plastik berisi rujak tadi ke arah Wira dan Juniar.

"Weh, tumben baik?" Wira menyahut, tangannya terjulur demi meraih sepotong mangga.

"Kalo ngomong yang bener-bener aja kenapa," sungut Rya.

"Asem, anjir! Nggak ikhlas apa gimana nih?" protes Wira setelah mengunyah potongan mangga yang baru diambilnya. Wajahnya merengut aneh, khas orang yang merasakan masam. Membuat orang-orang di sekitarnya tertawa.

"Kualat, sukurin!" cetus Rya sambil menjulurkan lidah.

"Cocok, Sin. Banyakin makan asem gih biar lo gak asin-asin banget." celetuk Juniar di sela tawanya.

Wira sedang bersiap hendak melempar Juniar dengan sesuatu ketika suara Rya tiba-tiba menyela,

"Gitu dong, Kak Ijun. Banyakin ketawa, jangan diem terus."

Yang membuat tawa Juniar seketika lenyap.

Kecanggungan menggantung di antara mereka. Cukup lama. Karena Juniar mematung, Rya memasang wajah bingung, sementara baik Wira maupun Gala hanya saling pandang satu sama lain.

"Ehㅡ" Rya bersuara.

"Jun, bagi minum!" sahut Wira, dalam upaya terakhirnya menyelamatkan keadaan. Lelaki itu menyambar botol minum Juniar yang terletak dekat dalam jangkauan tangannya, lalu membuka tutupnya sambil mengirim sinyal samar ke arah Rya.

Sinyal agar gadis itu tidak lagi berusaha mengajak Juniar berinteraksi.

Yang terpaksa Rya turuti meski dengan raut heran.

Damaged✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang