27,0; the day

104 11 11
                                    

.

"Ayo, dong, Ngga. Ya? Mau ya?"

"Nggak."

"Please?"

"Nggak, Ya."

"Sekali ini aja, bantuin gue."

"Sekali gue bilang nggak, berarti nggak."

Kiara memajukan bibirnya dengan tangan terlipat di dada. Sementara di dekatnya, Angga menghela napas, jengah.

"Ada yang penting lagi, nggak? Kalo nggak, gue langsung ke panti, ah. Kirain lo mau ngomong penting apaan, tahunya nggak penting," omel Angga, sembari bangkit berdiri dari kursi teras rumah Kiara.

"Eh, eh, Ngga, bentar dulu!" rengek Kiara, menahan lengan Angga. "Ini penting, tahu, Ngga."

Angga berdecak malas, lalu melepaskan diri dari Kiara. Dipandanginya gadis di depannya itu, dengan satu tatapan datar.

"Ya, dengerin gue," ujar Angga. "Prank lo nggak lucu sama sekali. Kalo Yoga marah beneran gimanaㅡ?"

"Gue yang tanggung jawab," sahut Kiara mantap. "Yoga nggak bakal bisa marah sama gue, Ngga."

Di depan Kiara, Angga terdiam. Kaku. Lelaki itu tahu, kalimat Kiara tidak salah. Justru karena tidak salah, justru karena terlalu benar...

"Parah lo, ya. Manfaatin temen gue." Lagi, Angga berusaha beranjak dari teras rumah Kiara, berniat kembali ke mobilnya, lalu berangkat ke panti asuhan tempat mereka akan mengadakan syukuran ulang tahun Yoga hari ini. Harusnya, ia sudah di sana sejak lima belas menit yang laluㅡkalau saja Kiara tidak tiba-tiba menghubunginya, meminta Angga untuk mampir ke rumahnya dulu.

"Ada yang pengen gue omongin dulu, Ngga. Penting." kata Kiara di teleponnya tadi. Yang membuat Angga memutar arah dan mengubah tujuannya tanpa berpikir. Membuatnya berakhir di siniㅡmendengar segala rencana Kiara yang menurutnya tidak penting.

"Bukan manfaatin, Ngga, ih," Kiara kembali mencibir. "Biar memorable aja."

Angga mendengus. "Ada seribu satu cara buat bikin ulang tahun orang jadi memorable, Ya," katanya, setengah gusar. "And you decided to choose the worst one?"

Mata Kiara membulat. "Jahat banget, sih, Angga!"

"Loh, apa nggak mau ngaca?"

"Ya, kan, nggak beneran, Ngga. Cuma bohongan!"

"Justru karena bohongan. Jahat banget, temen gue dibohongin?"

"Astaga!"

Kiara memijit pelipisnya, mendadak sakit kepala menghadapi sikap keras kepala Angga. Gadis itu melirik sosok tegap di sebelahnya sesekali, sembari memutar otak untuk membalikkan keadaan.

"Gini deh, gini," Kiara berusaha bernegosiasi. "Nanti pas udah nyampe sana, kan, kita langsung surprise-in tuh, jadi nggakㅡ"

"Ya, lo bener-bener dah..."

Jeda lagi. Angga sudah memasang wajah tidak suka, berniat menunjukkan pada Kiara bahwa ini tidak benarㅡbahwa ia tidak akan mau ambil bagian dalam ketidakbenaran ini. Tapi, sama seperti dirinya sendiri, Angga tahu betapa gadis di hadapannya ini sangat keras kepala.

Karena kesamaan sifat itulah yang justru membuat mereka dekat.

"Ngga..."

"Nggak, Ya. Udah, lo mau berangkat bareng gue sekarang apa berangkat sendiri?"

"Gue nggak pernah minta tolong aneh-aneh, kan, sama lo? Baru ini doang..."

"Kia."

"Angga..."

Damaged✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang