31,0; (an)other side

65 9 14
                                    

.

"Gala!"

Sebuah suara keras, setengah panik, membuyarkan apapun yang tadinya sedang berlarian dalam kepala Gala. Lelaki itu menoleh ke pintu yang menjeblak terbuka, dengan kening berkerut tidak suka.

"Kamu tuh, ya!" si pelaku kerusuhan pagi iniㅡRya, tentu saja, siapa lagi?ㅡberhamburan menghampiri sisi ranjang Gala, dengan raut kesal. "Bisa-bisanya dirawat dan nggak ngabarin aku?!"

Di tempatnya, Gala hanya menghela napas. "Nat, dengerin," sahutnya, lelah. "Satu, kamu berisik. Dua, ini rumah sakit, please behave? Tigaㅡ"

"Gal, pertanyaan akuㅡ"

"Sabar dong, baru sampe tiga. Biasanya juga dua belas."

"Gala, sumpah!"

Yang diumpat hanya memamerkan cengiran. Tanpa Rya sadari, sorot mata Gala menguarkan sesuatu yang berbanding terbalik dengan senyum lebar di bibirnya saat ini.

"Sampe Jakarta kapan?" tanya Gala, ketika gadisnya tengah menarik kursi untuk duduk di sisi ranjangnya.

"Tadi subuh," jawab Rya ketus. "Nggak usah ngalihin pembicaraan. Kamu tuh, tega banget nggak ngabarin kalo sakit sampe dirawat. Kalo bukan gara-gara Hilman yang gak sengaja keceplosan bilang kamu di rumah sakit," Rya menekankan intonasinya pada kata tidak sengaja. "Aku nggak bakal tahu apa-apa."

Lagi, Gala cuma tersenyum. Kali ini, senyum teduh. Kondisinya saat ini sudah jauh lebih baik. Dokter yang mengontrolnya tadi pagi bilang, kemungkinan besar, lusa ia sudah diperbolehkan pulang. Tapi, kenapa Gala justru merasa tidak sehat?

"Iya, iya, aku salah," sahut Gala, mengalah. "Udah, ya? Jangan marah-marah terus. Emang nggak capek jauh-jauh dari Semarang?"

Rya sudah membuka mulutnya untuk mendebat, namun gadis itu memutuskan untuk kembali bungkam. Ia mencibir. "Ya abis kamuㅡ"

"Maaf, Nat," potong Gala, benar-benar sedang tidak membutuhkan keributan. Isi kepalanya sudah cukup ribut saat ini. Bertengkar dengan Rya merupakan hal paling terakhir yang mungkin ia inginkan. "Aku yang sengaja ngelarang supaya nggak ada yang ngasih tahu kamu. Kamu kan lagi ada urusan, nanti malah kepikiran. Orang akunya juga nggak pa-pa, kok?"

Intonasi Gala rupanya mampu membuat Rya melunak. Gadis itu terhenyak sebentar di tempatnya. Lalu menatap Gala lurus-lurus ketika bertanya,

"Terus kamu udah mendingan? Dibolehin pulang kapan?"

"Urusan kamu di sana udah selesai? Wisuda kapan?"

"Gal, bisa nggak sih kalo ditanya tuh jawab aja, jangan malah balik nanya?" erang Rya.

"Bisa," Gala tersenyum tipis. "Tapi aku mesti nanya dulu sebelum jawab semua pertanyaan kamu."

"Hah?"

Ada satu helaan napas panjang sebelum Gala melanjutkan,

"Aku mau cerita banyak, Nat. Kamu bakal capek kalo dengerin ini sambil mikirin hal lain. Makanya, aku tanya dulu, urusan kamu yang lain udah selesai belum?"

"Gal, apaan sih?"

Rya memasang wajah bingung, gagal memahami tingkah laku lelakinya. Ada apa? Atau, apakah ini hanya pengalih perhatian agar ia lupa memarahi Gala karena tidak mengabarinya?

"Sini, dengerin," Gala berujar, dengan suara pelan, sembari memberi isyarat agar Rya mendekat ke arahnya. "Aku kangen cerita-cerita sama kamu."




🆙🆙🆙





Langkah Rya melambat. Segera setelah tangannya mampu mencapai dinding di sisinya, ia bertumpu di sana. Kepalanya pusing. Bukan dalam artian harfiahㅡRya merasa pusing karena pikirannya kini bercabang pada banyak hal.

Damaged✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang