35,0; damaged, but healed ㅡ an epilogue

277 16 3
                                    

.

Cuaca hari ini bagus.

Itu yang Wira simpulkan kala ia melangkah keluar dari gedung pertemuan utama kampusnyaㅡtempat prosesi wisudanya baru saja digelar. Matahari yang tidak terlalu terik, langit yang tidak mendung. Sebuah kombinasi sempurna yang membuat Wira menyunggingkan senyum tanpa sadar. Tahun lalu, di hari wisuda Juniar dan Chandra, hujan turun begitu deras hingga menyebabkan seluruh tamu undangan bergegas meninggalkan area kampus segera setelah prosesi wisuda berakhir. Tidak ada acara pengambilan gambar di wilayah sekitar kampus, atau pemberian hadiah oleh teman yang datang khusus untuk memberikan selamat. Tidak ada kegembiraan yang tumpah ruah. Yang ada justru kegusaran, orang yang terburu berlalu-lalang menghindari hujan, serta rasa pengap dan gerah yang mengesalkan.

Tapi itu tidak terjadi hari ini.

Diam-diam, Wira mensyukuri keterlambatannya menamatkan pendidikan. Tahun lalu, Big Wave sedang tercerai berai. Tapi hari ini, semuanya berjanji akan datang. Bahkan, beberapa sudah meneror ponselnya sejak saat acara wisuda masih berlangsung tadi.

Memang benar, kan? Akan selalu ada hikmah yang bisa diambil dari setiap hal yang terjadi dalam hidup. Bahkan, dari hal yang terburuk sekali pun.

Terdengar klise. Tapi sekarang, Wira memercayainya.

Wira mengernyit. Riuh rendah lalu lalang orang-orang di sekitarnya cukup membuat pemuda itu nyaris pening. Ia belum juga menemukan orang tuanya dan belum berhasil menghubungi siapapun. Tanpa arah, Wira menuju bagian selatan gedung. Jika perlu, ia akan mengitari wilayah gedung ini demi menemukan orang yang ia kenal.

"Mau kemana, Bos? Tawaf?"

Pertanyaan itu diiringi lengan seseorang yang mendadak melingkari sekitar lehernya, menjegalnya sedemikian rupa hingga topi toga di tangannya nyaris jatuh.

"Anjing!"

Setaㅡsi pelakuㅡtertawa, lalu melepas jegalannya pada Wira. "Anjir, bangga gue, Sin, lo akhirnya sarjana juga."

"Berengsek," umpat Wira, namun bibirnya membentuk senyum. "Mana yang lain, Bang?"

"Tuh," Seta menunjuk satu arah, berlawanan dari yang tadi akan ditempuh Wira. "kan gue udah bilang pada nunggu deket pintu keluar utara. Nyokap lo juga di sana. Makanya kalo orang chat, tuh, dibaca."

Wira cengengesan. "Di dalem nggak ada sinyal!" kilahnya.

Satu-dua perdebatan kecil lain sebelum keduanya berjalan menuju arah yang tadi Seta tunjukkan. Menghampiri rombongan yang sudah menanti Wira sejak tadi.




🆙🆙🆙





"Bisa lulus juga, lo, Sin. Gak nyangka gue."

Setelah menahan diri karena sedang berpose untuk foto bersama dengan keluarganya, Wira lekas menghampiri demi melayangkan tinju ke lengan Juniar atas kalimatnya barusan.

"Maksud lo apa, nih?" tanyanya tersulut. Membuat Juniar serta orang-orang di sekitarnya tergelak.

"Big Wave foto, dong," usul Iyan, melihat sesi berfoto Wira dengan keluarganya sudah selesai.

Wira mengangguk kecil, pamit sebentar kepada kedua orang tuanya, lalu bergabung dengan kawannya yang lain.

"Foto ramean semuanya, ya," komando Seta. "Minta tolong fotoin siapa, ya, tapi?"

"Gue aja, Bang," Gala mengajukan diri. "Yang lain masuk semua aja, biar gue yang motoin."

"Ya, jangan, Gal. Lo juga ikut."

"Buruan, anjir. Panas," protes Wira sembari mengibas jubah toganya beberapa kali. Di sisinya, Chandra mendengus tertawa.

"Bentar, gue cari orang dulu, deh." Jendra menyela, mulai memandang berkeliling mencari seseorang yang sekiranya bisa dimintai pertolongan.

Damaged✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang