18,0; set a clue

76 11 10
                                    

.

"Siang, Bu." sapa Seta segera setelah pintu di hadapannya terbuka. Sosok yang baru saja membukakan pintu itu lantas tersenyum hangat.

"Loh, Seta. Tumben main? Sini, masuk dulu."

Tanpa disuruh dua kali, lelaki itu melangkah masuk mengikuti si pemilik rumah. Suasana tenang menyambutnya. Rumah ini memang selalu damai. Di saat-saat tertentu.

"Mau ketemu Angga? Angganya lagi keluar, belum pulang. Emang nggak janjian?" tanya sosok ituㅡIbu Anggaㅡsambil terus melangkah menuju ruang tamu. Di dekatnya, Seta meringis pelan.

"Iya, Bu. Emang nggak janjian. Tadi abis ada kerjaan deket sini, terus kepengen mampir aja. Udah lama nggak main." jawab Seta, sewajar mungkin.

Ibu Angga menoleh sebentar demi menatap Seta. Ada sesuatu di sorot mata dan senyumnya. Namun, wanita itu tidak mengatakan apa-apa.

"Duduk dulu, Set. Mau minum apa?"

"Eh, nggak usah repot-repot, Bu. Gak pa-pa." tolak Seta halus. Tapi Ibu Angga justru mengibaskan tangan.

"Repot apa sih, kamu tuh kebiasaan, suka gitu. Duduk dulu aja ya. Tunggu sini sebentar, Ibu ke belakang dulu bikin minum."

Dan sebelum Seta sempat menyuarakan protes lain, Ibu Angga sudah berlalu dari ruang tamu.

Seta tersenyum pasrah, lalu mendudukkan diri di salah satu sofa. Matanya kemudian terarah pada kardus dan beberapa barang yang bergeletakan di meja ruang tamu. Seperti barang-barang lama. Album foto, buku-buku, dan entah apa lagi. Penasaran, kepala Seta terjulur untuk melihat lebih dekat.

"Maaf ya, Seta, berantakan. Ibu lagi beres-beres." Suara Ibu Angga yang mendadak muncul sambil meletakkan minuman di meja membuat Seta sedikit terlonjak. Sambil tersenyum minta maaf, ia menarik diri dan kembali ke posisi duduknya yang semula.

"Gak pa-pa, Bu. Emang saya yang datengnya dadakan,"

"Diminum dulu."

"Iya, Bu. Terima kasih."

Seta menyesap sedikit isi gelasnya. Ia tidak terlalu merasa canggung. Bagaimana pun, dulu, ia cukup sering menginap di sini dan cukup dekat dengan Ibu Angga.

"Mau nunggu di kamar aja? Daripada di sini, nggak enak ya, berantakan?"

Tawaran itu disambut gelengan kepala Seta.

"Saya di sini aja, Bu. Sekalian nemenin Ibu, kan udah lama nggak ngobrol."

Ibu Angga menatap pemuda di depannya lalu tersenyum sendiri. Bisa dibilang, selama ini ia sudah menganggap teman-teman Angga seperti anaknya sendiri. Dan Seta termasuk salah satu yang paling dekat, jika Ibu Angga boleh jujur.

"Eh, saya nggak ganggu kan, Bu?" tanya Seta, memastikan.

Ibu Angga buru-buru menggeleng. "Nggak kok. Kamu apa kabar? Lama nggak keliatan."

Seta meringis tertawa sambil menggaruk belakang kepalanya. "Iya, lagi sibuk banget, Bu. Banyak kerjaan. Pengen cepet kaya."

Candaan singkat Seta itu berhasil mencairkan suasana. Ibu Angga ikut tertawa sambil masih membereskan barang-barang di meja. Lamat, Seta beringsut mendekat.

"Saya bantu ya, Bu? Daripada saya nggak ada kerjaan."

Ibu Angga tidak sampai hati menolak. Tidak setelah ia merasakan ketulusan dalam suara Seta. Ia mengijinkan Seta mendekat dan ikut membereskan beberapa barang.

Meski sebenarnya, Seta memiliki alasannya sendiri.




🆙🆙🆙




"Ngapain lo ke sini?" tanya Angga, sama sekali tidak bersahabat.

Tapi Seta hanya tersenyum santai.

"Mampir aja. Udah lama gak main. Udah lama gak ketemu Ibu."

Jawaban itu membuat Angga memicingkan mata ke arahnya. Lelaki itu hendak memprotes. Namun, mengingat sosok Ibunya yang mungkin saja bisa mendengar apa pun yang mereka pertengkarkan di ruangan ini, membuat Angga mendengus kalah. Menyerah.

Ia lalu menghempaskan tubuhnya ke kasur, memejamkan mata sejenak.

"Lo ngomong seakan kita nggak punya masalah apa-apa, Bang." gerutu Angga pelan, sembari memijit keningnya sendiri.

Senyum Seta masih terkembang di bibirnya. Sambil melangkah mendekat, lelaki itu bersuara,

"Kita emang nggak punya masalah apa-apa, Ming."

Membuat Angga menatapnya tajam.

"Apa? Masalah lo kan sama Asin, Yoga, atau siapa lah, gue juga gak ngerti kalian semua sebenernya kenapa."

Angga memutar bola matanya. "Gak usah sok baik. Gue gak mau ribut cuma karena ada Ibu di bawah."

Seta nyengir.

"Nyokap lo, nyokap gue juga."

Ini bukan kali pertama Seta mengatakannya. Ia sering mengatakan hal yang sama, dulu. Ketika semua masih baik-baik saja. Kenyataan itu membuat Angga ingin bersuara, namun sungguh, hari ini ia sedang sangat lelah bahkan untuk sekadar menggubris tingkah laku Seta.

"Ngomong-ngomong, Ming," suara Seta mengusik lagi. Kali ini Angga merasakan sisi kasurnya memberat. Pertanda Seta baru saja mendudukkan diri di dekatnya. "Gue mau tanya sesuatu."

"Kalo soal yang selama ini biasa lo tanyain, jawaban gue masih sama, Bang. Gue nggak tertarik dan gak berminat jawab."

"Bukan itu,"

Suara mendesak Seta membuat Angga bangkit ke posisi duduk dan menatap kawannya itu.

"Terus apa?"

Pupil Seta bergerak acak untuk sejenak.

"Ini lebih penting," katanya hati-hati. "Dan tolong jawab jujur."

Sunyi.

Tiba-tiba saja, perasaan Angga berubah tidak menyenangkan.






🆙🆙🆙

Lil' warning:
This unimportant scene might help you to understand something later.

AHAHAHAHA just kidding... but... yes...?

Damaged✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang