Rasanya seperti membawa anak sendiri saat mengajak Soobin ke toko kue. Anak yang tingginya hanya sepinggang dari tinggi Namjoon terus menggenggam tangan kanannya. Erat sekali, seolah-olah takut ditinggal. Saat ditanya, Soobin hanya bilang dia tidak pernah keluar jauh dari panti asuhan. Itupun hanya pergi ke pasar yang jaraknya hanya satu kilometer dari panti asuhan.
Namjoon hanya bisa memaklumi. Anak ini masih terlalu kecil untuk dibiarkan pergi sesuka hatinya. Namjoon pun takkan membiarkan anak itu pergi jauh atau menghilang darinya. Pun dia mengeratkan pegangannya pada Soobin, bahkan saat itu memilih kue dan membiarkan dirinya diseret ke setiap etalase.
Anggap Namjoon terlalu sayang pada Soobin karena memberikan apa yang anak itu mau. Apapun kue yang ditunjuknya langsung Namjoon sanggupi. Pokoknya apaun akan diberikan jika bisa membuat Soobin tersenyum lebar.
Saat Namjoon sedang membayar, Namjoon memperhatikan Soobin yang mengunyah kue stroberi dengan mata berbinar-binar. Dia bahkan tak sadar ada selai yang belepotan di ujung-ujung mulut. Lihat bagaimana dia memainkan kakinya yang belum sampai menyentuh lantai. Soobin pasti sangat suka stroberi.
"Ayo."
Namjoon memberikan tangannya dan langsung digenggam oleh Soobin. Ada rasa lengket karena selai di tangan anak itu. Dia pasti tak sadar sudah mengotori tangan dan wajahnya.
Namjoon tak pernah tahu kalau Soobin adalah anak yang pendiam. Dia sibuk dengan dunianya sendiri dan membiarkan Namjoon mengira-ngira topik apa yang disukai anak itu. Namjoon terperangkap dalam situasi penuh kecemasan, sementara Soobin sibuk menganggumi jalan penuh bangunan berbagai bentuk dan orang-orang yang lalu lalang.
Sesampainya di kantor, para staf penjahit dan model-model tidak bisa menahan kegemasan mereka dan menghampiri Soobin. Mereka berjongkok di depan Soobin yang reflek bersembunyi di balik kaki panjang Namjoon. Soobin terlalu menawan untuk hati mereka yang lemah, terutama Hoseok dan Jimin yang suka sekali anak kecil.
"Ini yang Soobin, hyung? Lucunyaaa~" Jimin memekik tertahan sembari berjongkok di depan anak itu. Soobin lagi-lagi harus bersembunyi di belakang Namjoon dan itu membuat Jimin cemberut.
"Dia pemalu. Tolong dimaklumi," kata Namjoon tak enak hati. Pria itu menarik lembut tangan Soobin untuk keluar dari persembunyiannya dan menghadapkannya pada Jimin.
"Ini Jimin Ahjussi. Ayo sapa dulu," perintah Namjoon dengan lembut. Anak itu membungkuk dengan tangan terlipat di depan perutnya.
"Saya Choi Soobin," ujarnya sopan meski wajahnya terlihat sangat tegang.
Jimin terkekeh dan mengusak rambut Soobin dengan gemas. "Santai saja padaku, Bin. Bicaralah seperti kau bicara dengan ayahmu. Aku tidak masalah."
"Ayah?" tanya Soobin bingung.
Namjoon melototi Jimin yang sudah seenaknya bicara tanpa berpikir. Padahal dia sudah bilang pada Jimin untuk tidak sembarang menyebut ayah atau apapun itu di depan Soobin. Dia memang sering membicarakan tentang pengalihan hak asuh Soobin ke keluarganya. Tapi rencana itu belum pasti karena Seokjin belum memberikan kepastian.
"M-maksud Jimin Ahjussi, Soobin bisa menganggapnya sebagai ayah Soobin. Kami disini pasti setua ayahmu. Jadi, bicaralah dengan santai. Oke?" ujar Namjoon mengalihkan perhatian Soobin yang langsung diangguk patuh oleh anak itu.
Menangkap pelototan Namjoon, Jimin hanya bisa terkekeh dan mengangguk pada Soobin.
"Ya, aku pasti setua ayahmu. Jadi, bicaralah dengan nyaman padaku, oke?" Soobin mengangguk lagi. Lehernya bisa patah jika disuruh mengangguk terus.
"Soobin-ah, nanti Ahjussi ajak jalan-jalan ya. Sekarang main dulu dengan Jimin Ahjussi."
Soobin mengangguk dan menyambut uluran tangan Jimin yang minta digenggam. Pria itu lantas membawa Jimin ke ruang kerjanya sembari memuji-muji wajahnya yang tampan meski masih kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Très cher | Namjin
FanfictionApapun akan dilakukan Namjoon jika itu tentang Seokjin, meskipun pria itu berbuat sesuatu yang merugikan Namjoon. Apapun itu demi si Kesayangan (Très cher). Namjin fanfiction [Dont read this if you are a homophobic!]