Seventeenth

2.4K 407 33
                                    

"Hyung, Seokjin tidak berkencan dengan Jungkook. Pria itu teman kecilnya dan sekarang sudah berstatus pacaran." Namjoon melaporkan temuannya pada sang pengacara yang mengangguk mengiyakan.

"Hm. Aku baru ingin mengatakan itu padamu, tapi tampaknya kau sudah tahu. Suka dengan percakapannya?" tanya Yoongi tersenyum miring.

Namjoon tertawa mendengus mendengarnya. "Dia tahu kalau aku suami Seokjin, tapi dia tidak menyangka aku bisa tahu hubungannya dengan Seokjin. Wajah syoknya terus terbayang di kepalaku. Menyenangkan." Namjoon tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum bangga pada tindakannya.

"Kendalikan dirimu. Park Jung Woo bukan orang yang bisa kau anggap remeh. Mungkin hari ini dia terkejut, tapi jangan sampai kau yang dibuat terkejut nantinya. Aku hanya tak ingin kau jatuh sebelum perang dimulai."

Namjoon pun menyisip anggur merahnya, berdehem senang saat mengecap nikmatnya rasa manis dan asam di lidahnya. "Aku tahu. Selagi ada kau, tak ada yang perlu kukhawatirkan." Lalu senyumnya merekah misterius dan penuh arti.

Yoongi hargai kepercayaan Namjoon padanya. Hanya saja dia masih tak terbiasa dengan senyum Namjoon yang menyimpan banyak hal itu. Ingatkan Yoongi tentang kejadian tahun lalu ketika ada seorang kolega yang menipu dengan mengambil ribuan dolar keuntungan dari Namjoon, tapi pria itu membalasnya dengan membongkar penipuan lainnya yang senilai jutaan dolar. Dia ingat bagaimana wajah lawannya yang tak bisa berkutik ketika semua skandalnya terungkap di meja hijau. Perusahaannya bangkrut, dan sekarang sudah diganti dengan restoran ayam goreng di pusat kota dengan pemilik yang baru. Cerita menyedihkan ini tercipta berkat Namjoon dan otak pintarnya.

"Sekarang apa yang harus kulakukan untukmu, Joon?" tanya Yoongi setelah menyedot jus jeruk keduanya.

Entah sudah berapa banyak makanan dan minuman yang dia makan hari ini. Nyaris semua yang disediakan. Rasanya seperti sedang berada di festival icip-icip makanan daripada pesta akhir tahun.

"Aku butuh Jimin, hyung. Bolehkan aku meminjamnya sebentar?"

Yoongi terdiam.

Menatap lurus Namjoon, tanpa kata dengan matanya yang setajam kucing.

Kemudian suaranya berubah dingin dan serius mengancam Namjoon. "Kau ingin kubunuh? Dia bukan barang."

"Aku tidak akan menyentuhnya sampai melewati batas normal. Aku janji."

Namjoon mengangkat tangannya sejajar dengan telinga seperti orang menyerah minta diampuni. Ingatkan sabuk hitam taekwondo Yoongi yang didapatnya saat kuliah dulu dan kemampuannya memiting kepala. Dan Yoongi benar-benar ingin memiting kepala kliennya sekarang.

"Jangan. Libatkan. Jimin. Tinggalkan dia diluar rencanamu. Aku tidak mau dia celaka," ancam Yoongi tajam dengan penekanan di tiap kata.

Telunjuk Yoongi teracung di depan wajah Namjoon dengan mata yang masih menatap tajam.

"Dengar. Aku selalu mendukung setiap rencanamu dari awal kita bekerja sama. Tapi, kali ini aku menolak rencanamu. Kenapa? Karena kau mulai melibatkan Jimin. Kenapa harus Jimin? Apa aku saja kurang untuk rencana yang ada di kepalamu itu, Joon? Ayolah, berikan aku gambaran apa yang akan kau lakukan dengan Seokjin, Park Jung Woo, dan Jimin, dan kenapa semuanya harus berada di dalam rencanamu. Libatkan aku. Akan kulakukan semuanya, tapi jangan Jimin."

Yoongi tak pernah sekalipun memohon kepada siapapun meski nyawanya dalam bahaya. Dia memang sering berada di situasi menegangkan dengan pistol dan pisau saat berhadapan dengan preman bayaran seorang lawan kliennya. Jangan tanya berapa banyak tusukan yang pernah dia terima karena tidak ingin menurut. Dia seorang pengacara, tapi entah kenapa nyawanya sering berada di ambang kematian daripada polisi dan detektif.

Yoongi tak masalah badannya terluka. Tapi tidak dengan Jimin.

"Berikan aku waktu dan akan kujelaskan semuanya padamu, hyung. Tapi aku butuh Jimin untuk rencanaku. Hanya Jimin yang bisa aku andalkan," pinta Namjoon sembari menangkup kedua tangannya dan memelas agar Yoongi luluh.

"Tidak. Aku harus dengar dulu baru bisa kupertimbangkan," tolak Yoongi tegas dengan tangan mengibas di muka Namjoon. "Kau tahu bagaimana Jung Woo itu? Dia terlibat dengan hukum bawah. Sekali kau terlibat dengannya, sulit untuk lepas begitu saja, Joon. Kecuali kau rela membayarnya dengan nyawamu. Aku yakin Seokjin berurusan dengannya bukan tanpa alasan. Ada sesuatu yang dijaganya dan kita harus cari tahu itu."

Namjoon mengangguk mengiyakan. Dia tidak menyangkal kalau pemikiran itu pernah lewat beberapa kali di pikirannya. Bahkan saat di awal Seokjin menghalang-halanginya untuk mencari tahu kekasihnya, Namjoon sudah merasa kalau Seokjin sedang menyembunyikan sesuatu. Ditambah perilakunya yang aneh dan bukan seperti Kim Seokjin biasanya.

"Aku tahu, hyung. Dan kalau dia sampai diancam, berarti kita harus bergerak cepat. Aku tak mau Seokjin terluka."

Malam hampir berganti menjadi pagi. Tinggal setengah jam lagi sampai berganti hari. Para tamu sedang menggila dengan musik DJ memekakkan telinga dan kerlap-kerlip lampu menyilaukan mata. Suasananya yang berubah 'panas' mengundang orang-orang untuk saling menggoda dan meningkatkan hubungannya ke arah yang lebih intim. Bahkan ada yang sudah sembunyi di balik tiang dan bercumbu disana. Entah apa yang akan terjadi jika malam semakin dingin nantinya.

Seokjin tidak tertarik dengan keramaian di dalam ruangan itu. Dia muak dan memilih menyendiri di balkon paling sepi. Apalagi setelah melihat dua pria saling menunjukkan taring di depannya dengan ganas. Jika mereka hewan, mungkin mereka sudah saling menggigit dan merobek sampai titik darah penghabisan hanya untuk menunjukkan siapa yang terkuat.

Gelas anggur di tangannya sudah dua kali terisi. Kepalanya sudah agak pusing dan pipinya merah. Entah kenapa rasanya tak akan pernah cukup meski nanti dia minta gelas ketiga dari seorang waiter yang menawarinya. Dia frustasi tapi kepalanya kosong. Banyak yang harus dipikirkan tapi dia hilang kendali. Pun dia minum tapi tidak tahu apa gunanya. Hanya pusing tapi tidak ada yang bisa dikeluarkan.

Kecemasannya membuat kebiasaan lamanya keluar. Dia gelisah tanpa henti dan menggigit ibu jarinya setiap kali memikirkan akan sehancur apa dirinya dan Jung Woo suatu saat nanti. Kakinya menghentak-hentak cepat ketika memikirkan efek domino yang akan dia terima. Satu saja yang terbongkar, kemudian semuanya akan muncul ke permukaan satu persatu. Tidak hanya karirnya yang hancur, semuanya akan kena imbasnya.

"Aku harus apa sekarang?" gumam Seokjin menggigit-gigit bibir bawahnya dengan mata menatap gelisah lantai marmer di bawahnya. "Seharusnya aku ingat orang seperti apa Namjoon itu. Kenapa penyesalan selalu datang di akhir? Tapi, bukan berarti aku menyesal. Pun aku bersamanya bukan tanpa alasan. Tak mungkin aku meninggalkannya. Berpikirlah, Kim Seokjin. Ayo berpikir."

Seokjin meneguk cepat sisa anggur merahnya sampai habis tak bersisa. Tangannya lalu mencengkeram pagar pembatas balkon di depannya kuat-kuat, menahan badannya yang hampir limbung karena efek alkohol yang terlalu kuat menyerang kepalanya. Dia menunduk dengan mata menutup, berjengit pusing. Alkohol seharusnya membantunya berpikir, tapi malah semakin kosong. Dia tidak tahu harus membuat rencana apa.

Semuanya berantakan...

.

Ada yang mau menebak-nebak apa rencana Namjoon? Atau mau ngeluarin asumsinya tentang Seokjin? :)

[END] Très cher  |  NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang