Nineteenth

2.4K 425 40
                                    

Malam-malam Natal selalu Namjoon habiskan bersama Seokjin di apartemen. Bahkan saat mereka belum menikah—masih di masa pendekatan—Namjoon dan Seokjin setidaknya pernah mengundang satu sama lain untuk datang merayakan Natal di apartemen masing-masing. Pesta kecil dengan makanan buatan Seokjin sendiri, anggur manis dengan camilan keripik kentang, kemudian saling bicara tentang apapun sampai pagi menjelang.

Setelah mereka menikah kemudian mengenal Soobin, mereka pun mengundang anak itu untuk merayakan bertiga di apartemen. Seokjin akan membuatkan makanan untuk mereka bertiga, sementara Namjoon membungkus hadiah yang isinya mainan dan pakaian untuk Soobin. Lalu Soobin akan sangat antusias ketika waktunya menghias pohon Natal. Katanya dia ingin jadi orang yang meletakkan bintang besar di atas pohon.

"Kalau di rumah, semuanya rebutan untuk memasangkan bintang. Jadi, aku tidak bisa menyentuh bintangnya sama sekali," jawab Soobin ketika ditanya kenapa dia bahagia sekali saat menyentuh ornamen bintang besar itu di tangannya.

Jawaban sederhana Soobin membuat Namjoon sedih sekaligus senang karena telah menjadi orang yang bisa membahagiakan anak itu, meski waktunya terlambat. Bayangkan sudah berapa tahun anak itu harus menahan keinginannya untuk menyentuh ornamen itu dan memasangkannya di pohon Natalnya. Namjoon bersyukur bisa bertemu dengan anak itu dan memberikannya kasih sayang layaknya orang tua kandung.

"Kau sudah memberitahu Soobin kapan kita akan menjemputnya, Joon?" tanya Seokjin sembari menatap ponselnya, membalas pesan-pesan dari manajer dan teman modelnya. Mereka mengajak Seokjin untuk merayakan Natal bersama, tapi Seokjin harus menolaknya.

"Sudah. Kubilang aku akan menjemputnya nanti sore dan dia memekik senang tak sabar ingin segera sore," jawab Namjoon membelokkan stir mobilnya ke kanan, masuk ke area parkir di suatu pusat perbelanjaan.

Seokjin menoleh dan tersenyum. "Tentu saja dia senang. Apa kau akan menjadi Santa Claus lagi?"

Namjoon mematikan mesin mobilnya, menoleh dan tersenyum. "Aku akan melakukannya jika itu yang kau mau."

Seokjin menghampiri Namjoon sembari berlari kecil ketika mereka sudah keluar dari mobil. "Bukan aku. Tapi Soobin. Kau tahu apa sebutannya untukmu selain Daddy Long Legs? Santa Claus di malam Natal."

Namjoon yang sigap mengambil tangan Seokjin dan menggenggamnya erat-erat, membuat jantung Seokjin berdegup kencang. Katakan pada Seokjin sudah berapa lama tangannya tak digenggam Namjoon? Rasanya lebih mendebarkan daripada dilamar waktu itu.

"Aku tidak masalah menjadi siapapun, yang terpenting kau menyukainya. Bahkan menjadi pria tua berjanggut putih dengan perut buncit pun aku tidak masalah."

Senyum Namjoon setelahnya membuat Seokjin gugup. Dia pun mengalihkan pandangannya ke arah lain dan berdehem. Dia malu, tapi malah mengeratkan pegangannya dengan Namjoon dan tak menolak ketika mereka saling menggenggam di dalam saku mantel Namjoon.

Pagi tadi Seokjin terbangun lebih dulu. Dia sudah duduk di meja bar, menuliskan daftar hadiah dan bahan makanan yang akan dimasak di malam Natal hari ini dan besok. Tingkahnya membuat Namjoon beranggapan kalau pria itu tidak ingat apa yang terjadi di kamar malam tadi. Dia malah terbangun dengan kondisi paling bahagia dari hari-hari bahagia yang pernah dia lalui. Senyumnya merekah melebihi Hoseok, dan Namjoon senang melihatnya meski pria itu tidak ingat apapun.

Yah, setidaknya si pria kesayangannya senang. Itupun sudah cukup untuk Namjoon.

"Aku lupa memberitahumu kalau aku mengundang Jimin dan Hoseok untuk malam Natal besok. Kau tidak masalah, bukan?" tanya Namjoon sembari menatap penuh harap meski cemas mendengar jawaban Seokjin yang bisa saja berupa larangan.

Seokjin yang sedang memilih baju untuk Soobin pun menoleh dan menjawab santai. "Tumben? Kupikir hanya akan ada malam kita bertiga seperti malam-malam Natal sebelumnya."

[END] Très cher  |  NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang