Eighth

2.8K 445 30
                                    

Hampir setiap lima menit kepala Namjoon berputar ke arah pintu masuk bar seolah-olah sedang menunggu seseorang. Telunjuknya mengetuk-ngetuk meja marmer kemudian meneguk cepat loki soju-nya sampai habis, lalu mengisinya lagi. Untuk kesekian kalinya Namjoon menengok ke arah pintu lagi, agak cemas orang yang ditunggunya tidak datang. Kakinya bahkan bergerak-gerak gelisah di bawah meja sembari menengok jam di ponselnya.

"Kalau dia tidak datang bagaimana, ya?" gumam Namjoon pada dirinya sendiri dan sekali lagi meneguk soju dalam sekali teguk.

Kepalanya lagi-lagi berputar ke pintu masuk saat seseorang yang ditunggunya datang. Namjoon hampir berdiri dari kursinya saking leganya. Tapi akhirnya dia hanya mengangkat tangannya dan memanggil nama orang itu dengan wajah senang.

"Yoongi hyung! Disini!" panggil Namjoon yang langsung menarik perhatian pria berkulit putih pucat itu. Langkahnya segera berjalan mendekati Namjoon dan duduk di kursi bar sebelah Namjoon tanpa menunggu dipersilahkan.

"Tidak biasanya kau memanggilku sejak terakhir kali kau memintaku mengurus surat adopsi Soobin. Apa Seokjin masih pada keputusannya?"

Namjoon terkekeh kecil lalu menghembuskan napasnya. "Kurasa dia tidak akan pernah mau mengadopsi Soobin, hyung."

Kening Yoongi langsung mengkerut dengan ekspresi bingung. "Kenapa?"

Namjoon terdiam. Telunjuk dan ibu jarinya bergerak menggoyang-goyangkan gelas yang tak berisi soju. Senyumnya terkembang tipis di bibirnya sementara matanya menatap gelas itu dengan pikiran yang menerawang entah kemana.

Yoongi yang sejak tadi menatap sisi wajah Namjoon, kini mendapati sorot sedih dari tatapan sahabatnya ini. Pasti ada sesuatu, pikir Yoongi.

"Seokjin selingkuh, hyung."

Seketika telinga Yoongi tidak bisa menangkap suara berisik bar di sekitar mereka. Bahkan teriakan semangat sekumpulan pekerja yang sedang mengangkat gelas birnya sembari memberikan pujian untuk bosnya, tidak lagi menjadi perhatian Yoongi. Pria bermata sipit itu nyaris meledakkan isi kepalanya kalau saja sang pramusaji tidak datang saat itu juga. Dia menawarkan minuman pada Yoongi yang langsung dibalas dengan 'yang mana saja! Yang mahal!'.

"Oh kepalaku pusing," gumam Yoongi memijat pelipisnya. "Apa sudah saatnya aku datang ke pengadilan sebagai pengacaramu, Joon?"

"Hyung!" Namjoon langsung tersinggung.

Yoongi tidak mengindahkan kekesalan Namjoon dan malah bertanya hal lain. "Siapa saja yang sudah tahu?"

"....hanya kau."

Yoongi pun mengangguk-angguk. Agaknya lega karena Namjoon tak sembarangan cerita tentang rumah tangganya kepada orang lain, meski pria itu punya sahabat yang bisa dia andalkan.

"Sekarang ceritakan padaku bagaimana kau bisa tahu Seokjin selingkuh."

Namjoon pun menceritakan semuanya dari awal. Tidak ada yang terlewat, bahkan bagaimana ekspresi Seokjin yang ketahuan malam itu. Namjoon tak bisa menahan dirinya sama sekali saat bicara. Dia terlalu ekspresif sampai rasanya cerita selingkuh itu hanya buatan. Tapi begitulah Namjoon yang sudah lama memendam emosinya sejak beberapa hari yang lalu.

Di sisi lain, sebagai seorang pengacara, Yoongi hanya bisa mengangguk-angguk dengan telunjuk diusap-usap di dagunya. Dia menganalisa dan menilai di dalam kepalanya. Dia tidak diperkenankan membuat asumsi sepihak berdasarkan cerita dari Namjoon saja.

"Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Yoongi langsung saat Namjoon selesai mengadu.

"Aku tidak tahu. Kepalaku rasanya mau pecah, hyung. Aku selalu merasa tawaran Seokjin benar-benar tak masuk akal. Bahkan aku tak melihat adanya keuntungan untukku selain kerugian."

[END] Très cher  |  NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang