Twenty Fifth

2.4K 373 30
                                    

Dentingan suara piring kecil berbahan keramik yang bersentuhan dengan meja mahogani sontak menyita perhatian Namjoon yang sedang menatap ikan peliharaan Yoongi di dalam akuarium. Dia menoleh, lalu menegakkan badannya begitu melihat si pengacara sudah datang membawa cemilan dan dua cangkir kopi dan teh hangat di atas baki.

"Maaf, kantornya berantakan. Aku tidak pernah dapat waktu untuk merapikan semuanya," ujar Yoongi sembari merapikan kertas-kertas penuh kata ketikan yang kemudian ditaruh di bawah meja. Yah, setidaknya ada ruang untuk mereka berdua duduk dan minum the dengan nyaman.

Namjoon hanya mengangkat bahunya kemudian ikut duduk di sofa seberang Yoongi. Yah, kantor pengacaranya memang tipikal kantor orang hukum. Banyak berkas dan kertas-kertas dibundel tinggi-tinggi sampai melebihi tinggi meja kerja. Tak jauh berbeda dengan ruang kerja Namjoon yang penuh dengan tumpukan kain, apalagi kalau baru dikirim dari luar negri. Setidaknya mereka punya tempat untuk duduk.

"Bagaimana liburanmu di Daegu?" tanya Namjoon berbasa-basi.

"Tidak ada yang berubah. Pun aku kesana hanya untuk tidur," jawab Yoongi sekenanya. Dia berdiri lagi dari duduknya menuju meja kerja. Kemudian di tangannya sudah ada berangkap-rangkap dokumen yang langsung diserahkan pada Namjoon. "Ini yang kudapat. Bacalah."

Namjoon pun mengambil rangkap dokumen penuh tulisan itu ke tangannya. Isinya cukup membuat mata Namjoon membulat kaget, antara senang dan tak percaya kalau Yoongi bisa mencari data sepenting ini hanya dalam waktu singkat.

"Kau mata-mata atau pengacara? Kenapa kau bisa dapat ini?" tanya Namjoon yang malah terdengar seperti pujian di telinga Yoongi.

Kalau sudah begini, Yoongi akan mulai bicara banyak karena terlalu senang sudah dipuji. Dia terlihat seperti pria yang susah didekati, tapi sebenarnya dia hanya perlu kerja kerasnya dipuji. Itu saja.

"Aku mencari tentang Park Jung Woo di internet dan juga bertanya-tanya pada kolega hukum. Mereka bilang pria itu pernah berurusan dengan meja hijau tapi akhirnya dibebaskan karena kurang bukti. Setelah banyak meminta dan memohon, kolegaku memberikan data dan berkas kasus lamanya padaku."

Yoongi lalu mengambil satu rangkap yang diletak Namjoon di atas meja, membalik kertasnya ke halaman yang ingin dia tunjukkan. Kemudian diputar searah lurus dengan pandangan Namjoon. Tertulis di sana informasi tentang kasus Jung Woo yang terjadi tiga tahun yang lalu.

"Itu kasusnya. Salah satu koleganya menuntut uang ganti rugi karena sudah menipunya. Keuntungan dari kerja sama mereka dilaporkan tidak sesuai antara di laporan dengan yang diterima. Pihak koleganya menuduhnya korupsi, tapi laporannya malah menimbulkan kasus lain yang ternyata lebih besar dari milik Jung Woo. Itu membuat penyelidikan jadi berpusat pada kolega Jung Woo daripada Jung Woo itu sendiri."

"Terdengar janggal," timpal Namjoon ikut curiga.

Yoongi lantas mengangguk dan melanjutkan.

"Aku juga berpikir begitu, dan Jung Woo ini juga bukan pertama kalinya dituntut. Ada dua kasus lainnya yang terjadi di masa lalu terkait dengan kontrak budak dan korupsi lainnya. Tapi entah kenapa orang yang menuntutnya seperti terkena bumerang. Kejahatan mereka terungkap, polisi berbalik curiga pada sang penuntut, dan tuntutan Jung Woo menghilang dengan alasan kurang bukti atau hanya perlu membayar beberapa juta won sebagai pinalti."

"Dengan begini berarti Jung Woo menargetkan orang-orang yang sebenarnya punya banyak masalah darinya, dan dia pun mengambil keuntungan dari mereka. Uang didapat, dan dia terbebas dari masalah. Tapi masyarakat tentu tak tahu hal ini. Dunia mode tidak terlalu diperhitungkan untuk bisa masuk kanal berita manapun." Namjoon menimpali dengan kesimpulannya sendiri.

"Kita tak bisa meremehkannya. Karirnya bisa dibilang sukses karena kelicikan, kemampuan bicara dan pintarnya dia memanipulasi ekspresi wajah. Aku lihat bagaimana dia memprovokasimu di depan Seokjin, padahal dia tahu kalau kau suaminya. Seokjin pun tak bereaksi apa-apa, tapi dia malah mabuk berat setelah pesta itu. Aku rasa dia bersama Jung Woo bukan tanpa sebab. Ada yang dilindunginya, Joon."

Kalimat Yoongi membuat Namjoon percaya kalau yang dikatakan Seokjin kemarin malam adalah benar. Agaknya sedih karena kepercayaannya tidak serta merta datang begitu saja, bahkan setelah Yoongi mengatakan kesimpulannya.

Selingkuh itu menyakitkan. Meski Seokjin sudah berkata jujur sembari bertekuk lutut dan menangis di depannya. Sulit untuk memaafkan suaminya. Mulut bisa lancar memberi maaf, tapi tidak dengan hati yang terlanjur terkoyak disana-sini. Jikalau ciuman dua waktu itu hanyalah skenario mereka berdua, tetap saja tak bisa dimaklumi begitu saja.

"Kita harus melepaskan Seokjin dari pria itu, hyung."

Yoongi mengangguk lagi. Tanpa dikasih tahu pun dia pasti akan melakukannya. "Tapi, aku tidak yakin Seokjin akan benar-benar terbebas dari masalah ini, Joon. Pekerjaannya lebih cepat mengundang perhatian publik daripada kasus Jung Woo. Dia akan dapat 'hukuman' lebih berat daripada hukuman penjara. Karirnya bisa hancur. Kau harus memperingatkan Seokjin untuk mempersiapkan diri."

Namjoon tentu tahu konsekuensinya. Pun dia bisa mendapat efek dari kelakuan mereka jika nanti kabarnya tersebar luas ke media. Dia bisa membayangkan dirinya dan Seokjin terpampang di portal berita, mempertanyakan kondisi pernikahan mereka yang di ambang kehancuran. Masyarakat akan mulai menunjuk dan berbisik-bisik negatif di belakang mereka. Bahkan kalau bisa meninggalkan komentar kebencian yang tak tanggung-tanggung sampai menyumpah mereka untuk mati saja. Menyeramkan, tapi memang begitu kerasnya hidup bermasyarakat.

"Hyung tak perlu memikirkan media dan reputasi kami. Kau lanjutkan saja pencarianmu terkait Jung Woo. Kalau kau ingin bermain dengan media, aku bisa membantumu, hyung. Beritahu aku. Akan kulakukan semuanya."

Yoongi lantas tergelak melihat keseriusan Namjoon akan kalimatnya. "Aku paham kau ingin masalah ini segera selesai. Kuhargai kesediaanmu, Joon. Aku akan menghubungi kalau aku membutuhkannya."

Namjoon mengerti maksud Yoongi. Dia menolaknya tapi perkataannya tidak menyakiti hati, malah membuat Namjoon percaya kalau temannya ini bisa diandalkan sepenuhnya. Malahan dia bisa membuat masalahnya selesai tanpa ada pemberitahuan sama sekali.

.

Pernikahan Namjoon dan Seokjin yang berantakan menimbulkan efek luar biasa.

Terutama Seokjin yang harus membagi kepalanya untuk dua orang. Yang satu menggunakannya sebagai umpan, yang satu sudah tak lagi bisa dijadikan sandaran. Jung Woo tak bisa dipercaya, dan Namjoon tak mempercayainya.

Seokjin tentu tahu konsekuensinya setelah menyetujui keinginan gila Jung Woo. Akibatnya dia terluka karena melukai orang lain yang sama sekali tak pantas dilukai. Cintanya murni untuk Namjoon, tapi Seokjin malah mempermainkan cintanya untuk kebebasan yang dijanjikan. Padahal belum tentu Jung Woo akan melepaskannya jika nanti keinginannya terpenuhi. Bodoh memang karena mempercayai janji palsu itu dengan mudah.

Kini dia berada di bar, menanti seseorang yang dia hubungi dua puluh menit yang lalu, sembari meneguk alkoholnya sedikit demi sedikit. Tawa mendengus pun keluar dari mulutnya ketika dia ingat masa lalunya yang selalu dipenuhi rasa keputus-asaan dan depresi berkepanjangan. Tidak seharusnya dia duduk di bar dengan kondisi seperti ini tapi dia butuh pengalihan.

"Jin hyung, maaf menunggu lama. Aku belum terlambat, kan?"

Orang yang dia tunggu akhirnya datang. Seulas senyum tipis terkembang meski matanya sudah mulai berat hanya untuk melihat orang di depannya.

"Terima kasih kau sudah datang, Jim. Setidaknya aku tidak sendirian malam ini."


.

[END] Très cher  |  NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang