"Hyung, kau baik-baik saja? Kulitmu pucat sekali. Sudah sarapan?"
Pagi-pagi sekali Jimin sudah memborbardir Namjoon dengan pertanyaan. Wajahnya yang katanya pucat, dengan kelopak mata menghitam dan rambut yang semakin memanjang, mengalihkan perhatian Jimin yang tadinya ingin melaporkan perihal baju yang akan dipakai Seokjin untuk pemotretan besok.
"Aku belum mandi dan baru bangun, Jim." Namjoon mengusap-usap matanya yang masih setengah mengantuk lalu menutup mulut yang menguap lebar.
Jimin tak perlu penjelasan lebih tentang kenapa pria itu ada di kantor pagi buta begini. Pakaian rumahnya menjelaskan kalau dia lembur sejak kemarin dan tidur di kantor. Sampah makanan siap saji bertumpuk di atas meja sampai menutup buku sketsa, laptop dan barang lainnya yang entah kenapa ada di atas sana.
Jimin melengang ke arah meja Namjoon, berencana membersihkan sampah-sampah itu dan merapikan barang-barang ke letak semula. Namjoon tak terganggu dengan Jimin dan pergi ke kamar mandi pribadinya untuk membersihkan diri. Kantornya sudah seperti kamar kos mahasiswa yang punya kamar mandi, tempat tidur, dan lemari pakaian. Berjaga-jaga kalau dia harus lembur dan tak bisa pulang untuk mengganti baju.
Jimin bukanlah manajer Namjoon, tapi dia lebih memperdulikannya daripada Hoseok sendiri. Dia suka datang pagi-pagi, mengecek apakah Namjoon sudah datang atau belum, kemudian membelikan beberapa camilan ketika sedang berada di luar. Namjoon tak pernah meminta, tapi dia sangat bersyukur punya teman perhatian seperti Jimin.
Namjoon orangnya berantakan, dan Jimin lelah menceramahinya tentang kebersihan. Akhirnya dia yang akan bertindak membersihkan meja dan buku-buku Namjoon jika dirasa ruangannya sudah mirip sarang penyamun. Dia bahkan hapal letak barang-barang pria itu dan bagaimana posisinya, diagonal kah, lurus ke depan kah, menyamping ke kiri atau ke kanan.
Meja Namjoon hampir rapi tapi Jimin tak kunjung menemukan pigura kecil dengan foto Namjoon dan Seokjin yang biasa diletak di samping layar komputer. Bahkan figurin kecil berbentuk alpaka putih entah jatuh kemana.
"Hyung!" teriak Jimin bergema ke seluruh ruangan. "Dimana kau—"
Kalimat Jimin terputus saat dia menemukan pigura yang dia cari berada ditumpukan remukan kertas di tempat sampah, bersama dengan figurin kecilnya. Jimin terdiam. Perasaannya mendadak tak enak. Ada dua kemungkinan kenapa barang kesayangan bisa ada di tempat sampah: tak sengaja dibuang atau memang dibuang. Jimin ingin mempercayai yang pertama tapi Namjoon berkata lain.
"Jangan diletakkan kembali. Aku membuangnya," ujar Namjoon datar kemudian melempar dua barang penuh arti itu ke tempat sampah lagi.
Jimin menatap nanar benda yang sudah bercampur dengan sampah itu. Sayang sekali melihatnya. "Kau punya alasan kenapa harus membuang semua itu, Joon?"
Namjoon menghela napas panjang sembari menyandarkan punggung ke kursi kerjanya. "Tidak ada alasannya."
"Tidak mungkin kalau tidak ada alasan, Joon! Itu barang Seokjin. Kau selalu memamerkannya seolah-olah aku tidak punya pacar. Dan sekarang kau membuangnya tanpa alasan? Kau tidak bisa membohongiku," desak Jimin butuh penjelasan.
"Kami hanya bertengkar. Tidak ada lagi." Namjoon menjawab sekenanya kemudian berdiri dari kursinya meninggalkan meja. Dia menghindari tuntutan Jimin yang masih butuh penjelasan dengan pergi meninggalkan kantor.
Jimin tahu pasti pertengkaran mereka bukan hal yang kecil. Dia masih ingat saat Seokjin marah pada Namjoon karena lupa tanggal ulang tahunnya. Namjoon ngomel-ngomel sepanjang hari tentang Seokjin yang menyindir tentang ketidak pekaannya, namun berakhir memamerkan foto berdua ke Jimin dan Hoseok. Mereka cepat sekali berbaikan, dan tidak sampai saling membuang barang kesayangan. Tapi kalau sudah pada titik membuang barang, pasti salah satu dari mereka sudah membuat kesalahan besar.
"Hyung, Namjoon hyung ada bicara tentang dia akhir-akhir ini? Atau mungkin kau melihat sesuatu yang berbeda darinya?"
Hoseok sampai berhenti makan karena pertanyaan Jimin yang tiba-tiba. Dia melirik ke arah lain, kemudian menggeleng. "Dia baik-baik saja, kurasa."
"Hyung yakin? Hyung tidak lihat bagaimana gelagatnya akhir-akhir ini? Seperti melamun, atau berdiam diri?"
Hoseok berdecak dan menggoyangkan sumpitnya. "Bisa saja dia sedang memikirkan desain yang akan dibuat. Namjoon memang sering berdiam sendirian dan kemudian bicara ketika sudah selesai berpikir. Kau hanya terlalu mencemaskannya, Jim."
Jimin tentu tidak puas dengan jawaban Hoseok. Dia jadi menganggap Hoseok tidak peduli, padahal pria itu sudah lama berteman dengan Namjoon. Nada bicaranya terlalu tenang untuk orang yang sedang mendengar aduan dari orang asing yang juga dekat dengan temannya. Dia sedih dan kecewa secara bersamaan. Hoseok satu-satunya orang yang bisa dia harapkan, tapi Hoseok sepertinya sedang tidak berada di titik kepeduliaannya.
"Apa kau sedang sibuk akhir-akhir ini, hyung?" tanya Jimin masih menatap sedih Hoseok yang sibuk mengaduk supnya dengan bumbu cabai.
"Eum. Sangat. Setiap hari."
Jimin pun maklum.
Tapi, dia masih kecewa. Tidak ada orang yang dia kenal yang dekat dengan Namjoon, selain Hoseok. Dimana dia harus bertanya dan mendiskusikan tentang Namjoon. Pria itu sedang tidak baik-baik saja. Pun Jimin tidak bisa juga mengadukan perihal foto tadi pagi ke Hoseok. Dia pasti langsung menodong banyak pertanyaan ke Namjoon tanpa basa-basi sama sekali. Semuanya akan berubah runyam, dan Jimin yang akan disalahkan.
"Kenapa? Namjoon ada masalah?" tanya Hoseok memecah diamnya Jimin. Punggung pria berambut merah muda itu langsung menegak, merasa agak sedikit lega karena Hoseok menunjukkan kepeduliannya meski terlambat.
"Aku tidak tahu, tapi sepertinya Namjoon hyung sedang bertengkar hebat," jawab Jimin sedih. Hoseok pun meletakkan sumpitnya ke samping mangkuk sup, menatap Jimin dengan tatapan serius bercampur cemas.
"Kau yakin, Jim?"
"Ya. Aku yakin, hyung. Jika hyung memperhatikan diamnya akhir-akhir ini, aku yakin sekali dia sedang ada masalah di rumah." Jimin hampir mengadukan soal pigura kalau saja mulutnya tak terlatih untuk menahan kalimat yang terlintas di kepala.
"Kau sudah bertanya padanya?" Hoseok seperti sedang menginterogasi seorang tersangka yang punya hubungan dengan pelaku. Apalagi matanya yang menatap lurus dengan nada serius khas Hoseok ketika sedang mengevaluasi hasil rapat.
"Sudah. Tapi Namjoon hyung tidak memberitahuku alasannya. Dia hanya bilang dia hanya sedang bertengkar. Tapi tidak sampai membuang figura—oops!"
Kening Hoseok langsung mengkerut curiga begitu Jimin menutup mulutnya dengan mata melotot kaget.
"Figura?" tanyanya mengulang kata yang sempat terdengar. "Kau menyebutkan figura yang ada di atas mejanya? Yang bersama Seokjin? Katakan padaku. Apa yang dia lakukan dengan figura itu." Nada bicara Hoseok semakin menuntut penjelasan Jimin yang mulai bergetar takut dengan tangan terkepal kuat di atas paha.
Matilah aku. Tidak seharusnya aku memulai ini.
"Me-memangnya ada apa dengan figura itu, hyung?" tanya Jimin takut-takut sembari menunduk menghindar tatap dengan Hoseok.
"Itu tandanya gawat, Jim. Gawat sekali." Hoseok lalu menghela napas panjang, melipat kedua tangannya di depan dada, kemudian mengacak rambutnya sendiri. Seolah-olah dia lah yang berada di situasi gawat yang dimaksud, bukan temannya si Namjoon.
Oh, tidak. Jangan katakan apa yang sejak pagi dia takutkan menjadi kenyataan.
Jangan...
"Kau tahu apa yang ada di dalam figura selain foto mereka berdua? Namjoon menyimpan cincin pernikahannya di dalam figura itu karena takut menghilangkannya. Dia terlalu ceroboh dan memutuskan untuk menyembunyikannya di tempat yang selalu bisa dia lihat. Jika kali ini dia membuangnya, berarti ada sesuatu dengan pernikahannya."
Kerongkongan Jimin sampai kering mendengar kalimat Hoseok. Dia sampai sulit menelan ludahnya sendiri. "Mereka tidak akan sampai bercerai, kan, hyung?"
Hoseok sekali lagi menghela napas panjang, terdengar putus asa dan kecewa secara bersamaan.
"Antara mereka sedang dalam keadaan krisis, atau mereka memang sudah bercerai secara diam-diam. Tidak ada yang tahu, Jim."
.
![](https://img.wattpad.com/cover/207383632-288-k152469.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Très cher | Namjin
FanficApapun akan dilakukan Namjoon jika itu tentang Seokjin, meskipun pria itu berbuat sesuatu yang merugikan Namjoon. Apapun itu demi si Kesayangan (Très cher). Namjin fanfiction [Dont read this if you are a homophobic!]