GANGSTA-6.Tameng serpihan kaca

598 36 0
                                    

ZERO ORLANDO

Gue merebahkan tubuh di atas kasur. Udah jam sepuluh malem tapi gue gak bisa tidur. Rasanya mau gimanapun hidup gue setiap harinya, gue capek.

Ketika gue masih bangun, Papa gue datang ke kamar dan mengusap-usap kaki gue, "Zer." ucapnya.

Gue nggan menjawab hanya berdehem seadanya. Dia tersenyum ke gue lalu mencium kening gue, "Maaf, ya, kalau Papa jarang luangin waktu buat kamu." ucapnya. Lalu setelah itu dia pergi.

Setelah Papa pergi, gue bangkit dari posisi tidur gue dan mengubahnya jadi duduk. Papa dan Mama gue pegawai kecil di sebuah perusahaan. Mereka sibuk, ya, cari uang. Sebenernya Mama sama Papa baik banget sama gue. Mereka pengertian, apalagi karena gue anak satu-satunya. Tapi bukan itu masalahnya.

Setelah Papa pergi, giliran Mama dateng ke kamar gue. Buru-buru aja gue pura-pura tidur dan meremin mata gue.

Mama mengusap kening gue lalu menciumnya. Ya, dia selalu ngelakuin itu setiap malam. Rasanya gue pengen nangis, gue tau betapa besarnya masalah keluarga gue saat ini.

Tak lama kemudian Mama pun keluar dari kamar gue dan kayaknya dia ngobrol sama Papa, "Mas, aku gak bisa gini terus." gue terkejut ketika mendengar suara bisik-bisik Mama dari luar sana.

"Trus kamu pikir aku nyaman kayak gini? Nggak, Ma!" jawab Papa membalas ucapan Mama.

Sebenernya gue udah sering denger percekcokan mereka selama ini. Tapi gue memilih untuk pura-pura gak tau. Gue yakin mereka bakal sedih kalau gue tau soal masalah mereka. Tapi kadang gue kesel sama mereka, gue stres harus diem-diem dengerin cekcok mereka tiap hari. Gue capek!

"Apa gak sebaiknya kamu minta sama dia aja?" Mama kembali bicara dengan hati-hati ke Papa. Kadang gue gak tau apa yang mereka omongin. Tapi satu yang jadi masalah, ekonomi.

"Ma, cukup. Papa malu gini terus. Kita dapet pekerjaan aja udah bersyukur."

"Tapi gimana sama kehidupan kita?! Kamu pikir anak kamu sekolah gak butuh uang?!"

Gue mengerjapkan mata beberapa kali. Mama emang terkesan pengen hidup berkecukupan, dia realistis. Dan tentu aja dia gak mau kalau keadaan ekonomi keluarga ini makin merosot.

"Aku tau! Tapi kamu gak bisa maksa aku juga dong! Aku kan kerja!"

"Aku juga kerja!" balas Mama tak terima. Gue bisa mendengar isakan tangis yang tertahankan dari dia.

Gue gak menyangka dibalik keluarga yang harmonis di depan gue gini, ternyata semuanya hancur. Topeng kebahagiaan mereka cuman buat gue supaya gak tau soal masalah ini.

"Andaikan kita gak ngelakuin kesalahan itu.." Mama menangis. Dan gue jadi pengen ikutan nangis tanpa tau apa dibalik semua kata-kata mereka.

"Cukup, Ma! Stop manggil itu sebuah kesalahan!" Papa semakin membentak Mama hingga isakannya makin keras. "Aku gak suka sama sikap kamu yang kayak gini!"

Mama masih terisak. Lalu dengan suara gemetar dia berkata, "Apa gak sebaiknya kita cerai?"

DEG.

Rasanya sakit. Ketika lo tau keluarga lo gak baik-baik aja, tapi lo cuman bisa diem. Nahan semuanya. Padahal lo juga sama sakitnya kayak mereka.

GANGSTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang