GANGSTA-10.Kehilangan kontrol diri

387 25 0
                                    

"Lacak target. Berikan informasi lebih lanjut." Pria itu menelfon secara bersembunyi di dalam mobilnya. "Aku yakin. Dia target yang aku cari."

Leon menghentikan motornya di parkiran sekolah. Lalu segera masuk ke dalamnya. Di koridor, tubuhnya berpapasan dengan Marko.

Tadinya Leon tak bereaksi apapun, sampai tiba-tiba Marko mendaratkan tinjuannya pada wajah Leon.

BUGH!

Leon menengadahkan kepalanya. Ia masih tenang mencoba menahan emosinya, "Pengecut!" maki Marko ditujukan untuk Leon. "Lo cuman bisa ngadu ke Mama sama Papa, hah?!"

"Dan lo marah?"

Marko berdecih, "Dasar lemah!"

BUGHH!!!

Leon membalas perbuatan Marko tadi dan membuat darah kecil mengalir dari sudut bibir Marko, "Anggap aja itu pembalasan untuk perbuatan lo." kekeh Leon.

"Cih. Cuman bisa nonjok sekali doang. Sisanya ngadu." sahut Marko berdecih tak sudi.

"Gue bisa bunuh lo kapanpun gue mau." jawab Leon menatap tajam, "Tapi gue gak sebodoh itu. Gue pengen liat lo iri karena Mama sama Papa lebih sayang ke gue daripada lo."

Marko naik pitam, "Denger, gue akan membalas perbuatan lo! Gue akan celakain Mora--cewek yang udah lo bela mati-matian itu!"

Leon berdecak, "Jangan bawa-bawa dia!" sahutnya. "Salah sendiri. Lo juga bawa masalah gue ke rumah." jawab Marko panas.

"Gue cuman mau Mama Papa tau soal kelakuan lo ke gue!" ucap Leon menegaskan. Namun Marko sama sekali tak peduli, "Gue tau lo belain Mora karena lo ada rasa sama dia. Huft, kasian.."

"Pokoknya gue gak akan berhenti nyakitin dia. Gak akan."

"Gue gak peduli." sahut Leon membalas ucapan Marko. "Cewek itu bukan urusan gue."

"Masa? Kita liat nanti." Marko berjalan menjauh meninggalkan Leon. "Tapi kalo sampe lo di luar batas, gue gak segan-segan bikin lo koma di Rumah Sakit." balas Leon tak kalah sengit.

Dari arah lain, cewek bernama Mora itu sedang berjalan santai dengan satu temannya, Zira. Mereka berjalan beriringan melewati Leon di tengah-tengah koridor.

Kenapa lo harus ada disini si, batin Leon dalam hati lalu segera berlalu menuju kelas.

"Gimana keadaan kamu?" tanya Mora bersimpati kepada Zira. "Oh, udah baikan kok. Hehe."

Keduanya pun melewati berbagai bisikan anak-anak sekolah bersama-sama, "Mora." Zira membuka pembicaraan, "A-aku denger kamu ada masalah sama Marko kemarin?"

"Bukan apa-apa. Aku hanya bertindak sebagaimana harusnya." jawab Mora tak ingin memperpanjang lalu segera masuk ke kelas.

Zira pun mengerti dan mengikuti Mora dari belakang. Ia juga sudah tahu semuanya dari kabar yang menyebar luas di kalangan mereka. Dan tentu saja soal Saka dan Hansen yang menolong Mora keluar dari masalahnya kemarin. Tapi hari ini tak ada reaksi mengejutkan dari Mora. Gadis itu masih datar tanpa ekspresi seolah tak terjadi apa-apa.

"Kamu kemarin sakit apa?" pertanyaan Mora membuyarkan lamunan Zira seketika. "Aku cuman kecapean. Maklum, aku sering ikut les dan bimbel sana sini. Akibat paksaan ortu juga."

Mora memandangi Zira serius. Dari tatapannya, Zira mengetahui kalau Mora ingin tau lebih lanjut, "Orang tua aku emang maksa banget nyuruh aku untuk bimbel dan les tanpa sesuai dengan apa yang aku mau. Mereka gak mendengarkan apa kesukaanku, hobi aku, ya pokoknya mereka cuman pengen didengarkan."

"Dan kamu mengikuti keinginan orang tua kamu?" tanya Mora.

Zira mengangguk pasrah, "Mau gimana lagi. Mereka keras, aku gak bisa kalau mereka udah marah besar."

GANGSTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang