GANGSTA-12.Tolong, percayalah

283 20 0
                                    

Mora merasa gelisah di setiap ia memejamkan matanya. Ia melirik jam, menunjukkan pukul satu malam. Dan Mora merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Tapi entah apa.

Pintu kamarnya dibuka oleh seseorang. Roger segera duduk di samping Mora yang masih belum bisa tidur. Namun masih memejamkan mata.

Roger mengusap lembut puncak kepala Mora hingga gadis itu terkejut, "Ayah? Udah pulang?" dia berucap senang lalu duduk bersama Roger di sampingnya.

"Kamu belum tidur?" tanya Roger. Mora menggeleng, "Belum, Yah."

"Kenapa? Ada masalah di sekolah?"

"Nggak. Bukan itu." jawab Mora cepat, "Mora juga gak tau kenapa tiba-tiba kebangun."

Kemudian, Handphone milik Roger tiba-tiba berbunyi dan menampilkan panggilan dari seseorang.

Roger menjauh dari Mora dan mengangkat telfonnya pelan-pelan. Sampai-sampai Mora tak bisa mendengar sepatah kata pun.

Setelah selesai dengan urusannya, Roger kembali menghampiri Mora yang sedang menatapnya curiga.

"Telfon dari siapa sih, Yah?"

"Temen."

Mora mencebik, "Temen atau pacar baru Ayah?" ucap Mora. "Ayah selingkuh, ya?"

Kedua alis Roger bertautan, "Apa maksud kamu." ucapnya santai, tak merasa bersalah. "Mana mungkin Ayah ngelakuin itu."

"Tapi emang gitu, Yah.." lirih Mora frustasi, "Ayah kenapa si? Harus sembunyi-sembunyi gitu? Apa Ayah gak kangen sama Ibu disana?"

"Bukan gitu Mora."

"Mora pengen ketemu sama Ibu. Besok Mora pengen ke makamnya. Ayah harus kasih tau dimana alamatnya." pinta Mora sedikit memaksa.

"Nggak. Kamu gak boleh kesana."

Mora terkejut seketika, "Tapi kenapa sih?! Ayah gak pernah kasih tau Mora soal apapun! Bahkan soal temen telfon Ayah aja gak Ayah kasih tau! Mora punya salah apa sama Ayah? Mora bukan anak kecil lagi!"

Emosi Mora meluap-luap. Roger tercengang. Ia belum pernah melihat Mora emosi seperti ini. Mora adalah gadis yang tenang. Bahkan membentak pun tak pernah.

Perlahan Mora menangis. Ia segera mengusap air matanya itu seolah tak ingin Roger tahu, "Ayah jahat. Mora benci semua ini.." lirihnya lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Mora.." Roger mencoba membujuk Mora agar tak menangis lagi. Ia menarik kedua tangan Mora dari wajahnya, "Ayah gak terlalu suka kamu berada di luar rumah karena..Ayah cuman takut kamu kenapa-napa. Ayah takut kamu salah pergaulan disana. Ayah cuman takut kamu berubah dan gak setenang Mora yang dulu."

"Mora gak akan pernah berubah, Yah.."

"Ayah cuma pengen kamu terus seperti ini. Jadi gadis yang tenang, gak seperti anak gadis kebanyakan di luar sana. Kamu berbeda, Mora. Ayah gak mau kamu terbawa arus di luar sana."

Mora masih menangis terisak. Ia tak kuasa menatap mata Roger untuk sekali lagi.

"Kamu tidur, ya." Roger mengecup singkat puncak kepala Mora lalu beranjak pergi, "Ayah sayang kamu."

Mora segera memeluk Roger dari belakang. Mencegah pria itu pergi, "Mora juga sayang Ayah.." tangisannya semakin kuat, "Maafin Mora, Yah. Maaf.."

Roger membalikkan badannya lalu membalas pelukan Mora dan mendengarkan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya.

"Maafin Mora, Yah. Mora janji gak bakal nakal di luar sana. Mora janji akan nurutin semua perkataan Ayah."

"Good girl."

GANGSTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang