GANGSTA-23.Pembalasan dendam

221 19 0
                                    

"SAKA!! ASTAGA.." Mora menangis kencang di hadapan Saka yang sudah tak sadarkan diri, "Bangun, Ka.."

Sekumpulan masyarakat yang seharusnya datang lebih awal seolah ingin tahu dan mencoba membantu meskipun itu tak ada gunanya sama sekali.

Polisi pun datang terlambat dan menangkap satu pria sebagai pelaku dan melakukan tindakan lanjutan.

Hansen dan Leon segera membawa Saka ke rumah sakit agar bisa segera ditangani.

"Saka.." Mora menangis lirih. Teo dan Tio menghampirinya, "Mora, kau tenang. Ayo, pulang lah."

"Temanku sekarat dan kalian menyuruhku pulang?! Kalian tega!!" bentak Mora diikuti isak tangis lalu memukul dada Teo sekencang mungkin. "Kalian tak mengerti.." lirihnya.

Zero menepuk bahu Mora iba, dan mencoba menenangkannya, "Lo harus tenang, Mora. Gue yakin semuanya akan baik-baik aja."

Dengan langkah mantap, Zero dan Mora pun memutuskan untuk menyusul pergi ke rumah sakit dengan bantuan Teo dan Tio. Mau bagaimanapun mereka juga terlibat dalam kejadian ini.

Mora tak bisa berhenti menangis daritadi. Bahkan ketika mereka sudah sampai di rumah sakit dan menemui Leon juga Hansen yang masih menunggu.

"Le, lo udah kabarin Bang Satra?" tanya Zero khawatir. "Udah. Kayaknya dia sebentar lagi kesini."

Mora cemas, "Saka baik-baik aja kan?" tangisannya tumpah kembali. Hansen mendekap Mora ke dalam pelukannya, "Gak ada yang tahu. Tapi gue yakin Saka bisa ngelewatin semuanya."

Teo memasang tampang datar lalu sesekali mengecek handphone nya dan memberikan informasi penting, "Pria yang ditangkap oleh polisi tadi, dia..kabur." ucapnya.

Hansen geram, "HAH?! Kok bisa sih?!" ucapnya emosi. Teo melanjutkan ucapannya, "Dan dia..tewas akibat tembakan polisi saat mencoba melarikan diri."

Emosi Hansen sudah tersulut sempurna, "SIAL!! KALAU GITU KITA GAK AKAN TAU SIAPA PELAKUNYA! ARGH!!"

"Tenang, Hans. Semuanya akan baik-baik aja." ucap Zero mencoba menenangkan.

Tak lama kemudian, Satra berlari secepat mungkin dan menghampiri mereka dengan raut wajah yang sulit didefinisikan, "Saka kenapa?! Dia gak papa kan?!"

"Dia di bawa ke ruang darurat, Bang."

Satra mengelap keringat yang mengucur di keningnya, sekujur tubuhnya melemas dan tak tahu harus berbuat apa. Ia tak bisa tegar jika menyangkut keselamatan Saka.

Dokter yang menangani pun turut keluar dari ruangan dan menghampiri mereka, "Disini siapa anggota keluarga dari pasien?"

"Saya, Dok!" ucap Satra lalu segera menghampiri dokter. "Begini, pasien sudah kehilangan banyak sekali darah. Jadi perlu adanya donor darah untuknya."

Satra mengangguk siap, "Saya dan adik saya memiliki golongan darah yang sama, Dok. Saya siap."

"Ya sudah, mari ikut saya." Satra dan Dokter berlalu dan masuk ke dalam, meninggalkan mereka yang masih menunggu di luar.

Mora mencoba menghentikan tangisannya daritadi, namun tak bisa. Akhirnya Leon pun turun tangan. Ia mengajak Mora untuk beristirahat terlebih dahulu. Namun sebelumnya dengan izin dari Teo dan Tio.

Leon menatap Mora di sampingnya, dan membawanya ke kantin untuk sekedar memesankannya minum teh hangat.

"Nih, minum dulu." suruh Leon namun Mora menggeleng. "Sa-saka gak apa-apa kan?"

"Minum dulu biar lo tenang." Mora akhirnya menuruti perintah Leon dan segera meminum segelas teh hangat di depannya.

Leon menopang dagunya dengan kedua tangannya. Perhatiannya saat ini terfokus kepada Mora, "Alizia Mora, kenapa lo bisa panik?" tanya Leon.

GANGSTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang