GANGSTA-9.Kisah sepuluh tahun lalu

390 26 0
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi. Saka segera meninggalkan tempat duduknya dengan terburu-buru lalu keluar kelas.

Di kelas ipa 1, ia melihat cewek bernama Mora tadi berjalan lunglai sambil membawa beberapa buku di satu tangannya.

"Dek, mau dibantu?" tanya Saka menawarkan bantuan. Bahkan ia baru menyadari kalau ternyata cewek itu seumuran dengannya. Hanya berbeda kelas saja. "Oh maaf. Gue lebih nyaman manggil lo adek."

"Tidak usah. Kamu sudah banyak membantu saya. Terima kasih."

"Kenapa kamu baku banget?" Saka menghentikan langkah Mora. "Karena mungkin..kita masih asing." jawabnya.

Saka mengernyit, "Jadi k-kita asing?" kekeh Saka terdengar lucu sekaligus mengecewakan. "Ya, untuk sekarang. Tidak tahu untuk ke depan. Mungkin bisa lebih dekat." sambung Mora.

Suasana hening. Mora menyadari kesalah pahaman diantara mereka, "Maksud saya-" ia malas melanjutkan perkataannya. "Saya harus pergi."

Saka mengalihkan pandangannya dari Mora lalu ia menyadari kalau Satra sudah menunggunya di rumah. Ia harus segera pergi.

"Mora, ada apa?" Teo membaca raut wajah Mora, "Gak papa." Mora menghela nafas lalu segera masuk ke dalam mobil.

Apa keputusanku semuanya salah? Batinnya.

Sementara itu di sisi lain, Saka berlari getir masuk ke dalam rumahnya dan menghampiri Satra yang sudah menunggu di depan pintu.

"Kalau lo mau ikut, cepet ganti baju. Yang rapi."

Tak lama kemudian setelah mengganti baju, Saka kembali menemui Satra yang sudah menunggunya di dalam mobil.

"Lo jaga etika pas udah nyampe disana. Jangan sembarangan." Saka hanya mengangguk paham mendengar ucapan kakaknya itu.

Mereka hening cukup lama di dalam mobil. Terutama Saka. Ia masih bingung dengan perasaannya sendiri. Apakah keputusannya saat ini benar atau tidak.

Satra memberhentikan mobilnya di sebuah rumah besar ber-arsitektur tahun 80'an itu. Mereka turun dari mobil, dan disambut hangat oleh pria yang masih terlihat muda di ambang pintu.

"Saka, Satra." ia memeluk keduanya bergantian sambil tak henti memasang senyuman. "Silahkan masuk."

Mereka pun masuk ke dalam ruangan mewah itu. Ruang tamu yang sangat luas, ditambah barang-barang antik yang harganya selangit.

"Kalian mau minum apa? Nanti bisa dibuatkan." tanya si tuan rumah berbaik hati.

"Tidak usah, Om Verdo. Kita kesini cuman mau ngobrol sebentar." tolak Satra sehalus mungkin.

"Tapi tidak enak kalau seorang tamu datang jauh-jauh tidak diberi minum. Sebentar," Verdo menyuruh salah satu pelayan nya untuk menghadap padanya dan membuatkan dua gelas susu.

Mereka terdiam cukup lama, lalu dua gelas susu telah tersedia di hadapan Saka dan Satra, "Silahkan."

Satra berbisik sepelan mungkin kepada Saka di sampingnya, "Jangan diminum."

"Jadi, kalian ingin bicara apa? Kedatangan kalian kesini pasti sangat penting, kan?" tanya Verdo membuka pembicaraan.

Satra berdehem, "Ya, kami sebenarnya ingin mengetahui semuanya, Om. Soal cerita dibalik sepuluh tahun yang lalu."

"Kami ingin tau kenapa Ayah kami bisa meninggal dengan cara seperti itu, Om. Beritahu kami." sambung Saka.

Verdo tersenyum singkat, "Sebelumnya kan saya sudah memberitahu pada kalian, Ayah kalian bisa tewas seperti itu karena ulah musuh bebuyutan kita, Rodriguez."

GANGSTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang