GANGSTA-27.Desember kelabu

168 18 0
                                    

Song: Love of my life-Queen

Pagi hari yang tak secerah biasanya. Langit masih mendung di bulan Desember ini. Seolah tak memberikan izin untuk melewati tahun yang telah lalu dan menyambut yang baru.

Saka nampak gugup dengan satu kue sederhana dan lilin menyala yang ditaruh di atasnya. Satra pun merasakan hal yang sama, ia berdebar ketika harus mengetuk pintu berlapis kayu tebal itu di depannya.

Keduanya melirik seorang wanita paruh baya yang juga menemaninya di samping pintu, "Bibi Una, bibi yakin ini akan berhasil?" tanya Satra gugup. "Tentu. Cobalah."

Pintu diketuk perlahan oleh Satra sebanyak tiga kali, "Ibu, ini Satra." namun sama sekali tak ada sahutan.

Satra mulai panik, "Bibi saja yang buka pintunya pake kunci milik Bibi."

"Tapi Bibi tidak akan menemani kalian sampai ke dalam, ya." ucapnya. Kedua anak laki-laki itu mengernyit, "Ya jangan dong, Bi. Kita kan butuh Bibi." Saka menyahut.

"Kalian perlu bicara setelah sekian lama tak pernah saling menyapa," Bibi Una tersenyum singkat lalu membuka pintu itu dengan kunci miliknya.

"Kalau Ibu marah gimana?" tanya Satra penuh pertanyaan, "Tidak ada seorang Ibu yang marah kepada kedua putranya sendiri." Bibi Una izin pamit setelah tugasnya selesai dan meninggalkan mereka di depan pintu.

Saka dan Satra berdiri kaku di depan pintu. Mereka merasa canggung setelah sekian lama, bahkan sekitar sepuluh tahun pintu itu tak pernah terbuka sama sekali.

"Bang," Saka menyuruh Satra untuk tetap tenang dan mengajaknya untuk segera masuk ke dalam. Satra menghela nafasnya sebentar, "Ayo."

Mereka melangkahkan kaki pelan-pelan dan masuk ke dalam ruangan bercat putih polos yang diisi oleh banyaknya rak buku dan tentu saja foto-foto bersejarah mereka dulu.

Seorang wanita berkulit putih dan rambut terurai panjang, tertidur dengan tubuhnya yang membelakangi mereka.

"Ibu.." Satra mencoba menyapa Talia, Ibunya sendiri. "Selamat ulang tahun. Maaf, kami hanya bisa merayakannya sekarang. Bukan di tahun yang lalu-lalu. Karena Satra rasa..tahun ini terasa begitu penting."

"Di akhir tahun ini, Saka dan Satra hanya ingin merayakan ulang tahun Ibu dengan cara sederhana. Kami mencintai Ibu, kami rindu Ibu seperti terakhir yang kami lihat sepuluh tahun lalu." sambung Saka menambahkan.

Satra menahan air matanya yang hampir jatuh, "Satra tahu kematian Ayah meninggalkan luka yang mendalam di hati Ibu, sampai Ibu mengurung diri dan menjadi dingin seperti ini karena kepergiannya. Tapi ini bukan salah siapa-siapa. Satra mengerti. Ibu hanya terlalu mencintai Ayah dan tak mau kehilangannya."

"Bu.." lirih Saka. "Saka dan Bang Satra merindukan Ibu yang dulu. Senyuman Ibu, kasih hangat Ibu, dan candaan Ibu disaat semuanya masih baik-baik saja. Setidaknya bicara sepatah kata kepada kami, Bu. Sebelum kami benar-benar lupa suara indah Ibu."

Satra menatap punggung Talia yang masih terbujur kaku dan tak mau menatapnya, "Kepergian Ayah memang terasa begitu berat bagi Satra dan Saka, Bu. Dan semuanya terasa menyakitkan ketika Ibu memutuskan untuk menutup diri seperti ini. Kami tahu Ibu trauma dengan masa lalu, tapi kami anak Ibu. Kami butuh kasih sayang Ibu. Setelah Ayah pergi, kami kehilangan arah. Dan ketika Ibu berubah seperti ini, kami kehilangan kehangatan dan kasih sayang seorang Ibu.." Satra meneteskan air matanya.

"Rumah ini terasa kosong, Bu. Kita masih tinggal bersama dalam satu atap dan langit yang sama. Namun apa gunanya? Tidak ada lagi senyuman Ibu, tawa Ibu seperti dulu. Saka kehilangan semuanya.."

Keheningan menyelimuti ruangan itu. Hanya ada isakan tangis yang tertahankan dari keduanya.

Akhirnya Satra sebagai yang tertua mencoba tegar dan menghentikan tangisannya, lalu menyuruh Saka untuk meletakkan kue itu di atas nakas.

GANGSTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang