"Kesal banget gak sih, udah capek ngerjain tugas Bussiness Experience, tapi kalah sama yang punya koneksi," omel seorang gadis di sudut tangga yang menghubungkan lantai tiga dan dua.
"Tsanaya, maksud kamu?" balas gadis lain yang berada di sampingnya.
Begitu namanya disebut, Naya yang hendak naik menuju lantai atas untuk mengambil barangnya yang tertinggal di kelas pun langsung menghentikan langkahnya. Bukannya gede rasa, yang bernama Tsanaya di fakultasnya sangatlah jarang.
"Siapa lagi? Mentang-mentang jadi asisten Prof. Salim dia selalu dapat nilai yang tertinggi di kelas."
"Kirain cuma aku yang curiga."
"Iyakan? Bahkan gak cuma di kelas Prof. Salim, di kelas lain juga." Dua orang itu pun semakin asyik bergosip tanpa tahu, telah menyakiti hati orang yang mereka ceritakan.
Geridit pidit mungkin adalah kata yang dapat menggambarkan perasaan Naya saat ini. Mendengar sendiri bagaimana orang lain menuduh kerja kerasnya sebagai hasil koneksi ternyata sungguh menyakitkan.
Padahal bukan cuma mereka yang bekerja keras untuk menyelesaikan tugas yang dibawakan oleh Prof. Salim tersebut. Naya juga begitu, ia bahkan harus begadang seminggu lebih untuk membuat laporan sebaik mungkin.
"Iya. Aku dengar-dengar Tsanaya gak cuma jadi asdos doang loh."
"Maksud kamu?"
"You know-lah, masa gak paham."
"Ah iya. Aku pernah denger sih, tapi kurang percaya gitu. Ternyata."
Mendengar lanjutan pembicaraan kedua orang yang samar-samar Naya kenali sebagai teman sekelasnya itu, tak hanya membuat Naya merasa sesak nan kecewa, tapi juga marah. Ia baru saja ingin melabrak kedua orang itu, ketika sebuah suara menghentikan niatnya.
"Bu Naya, ternyata di sini toh. Aku cari-cari dari tadi padahal." Terdengar suara dari belakangnya yang diucapkan dengan lantang. Setidaknya cukup untuk didengar oleh dua orang yang membicarakan Naya tadi. Mendengar nama Naya disebut, kedua orang tersebut memilih untuk kabur.
Naya pun memutar tubuhnya dan mendapati pria dengan hoodie berwarna navy yang mulai pudar yang dipadukan dengan celana jin sobek di kedua lututnya.
"Kamu sengaja ya?"
"Iya."
"Hidan, mau kamu apa sih?" tanya Naya dengan kesal. Tak repot-repot menunggu jawaban Hidan, Naya langsung melangkah pergi.
"Wah, Ibu ingat nama saya?" Sungguh tak nyambung dengan pertanyaan Naya, tetapi mendengar gadis yang empat tahun lebih tua darinya itu menyebut namanya membuat Hidan sangat senang.
Naya melirik tajam Hidan yang kini berhasil menyamakan langkah mereka. "Terserah."
Kali ini Hidan tidak mengejar Naya, pria itu malah berteriak kencang, "Bu Naya jangan dengerin kata orang sirik, buktikan aja kalau Ibu emang sehebat itu!"
Naya tidak merespon teriakan Hidan tersebut dan terus berjalan, tetapi kedua ujung bibirnya terangkat dan membentuk sebuah garis lengkung.
Tbc....
10 Desember 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE FOOLISH (31DWC) ✔
Fiksi UmumEntah Nayeon yang terlalu bucin atau mereka yang terlalu pandai bersandiwara. Ditulis selama bulan Desember 2019, dalam rangka mengikuti 31 Days Writing Challenge. Cover by rozeusz