Keeping the commitment.
────୨ৎ────
ENTAH sampai kapan aku harus membisu di tempat ini, duduk dengan anggun dan menjadi penyimak yang baik. Rasanya kakiku sudah kesemutan berkali-kali dan punggungku terasa memberontak ingin segera diluruskan. Sampai pukul tujuh malam mereka belum mengakhiri meeting-nya.
Setelah meminta waktu sebentar untuk salat isya. Dengan keadaan terkantuk-kantuk, kudengarkan kembali diskusi mereka mengenai rencana pembangunan apartemen baru yang akan Athaya ajukan. Tinggal di apartemen memang sedang booming sekali akhir-akhir ini, apalagi di Jakarta yang memang sudah menjadi urban.
Banyak pendatang yang sering bolak-balik ke Jakarta untuk bekerja atau keperluan bisnis memilih untuk menyewa apartemen dibanding menginap di hotel. Itulah kenapa pasar apartemen di Jakarta sangat menggiurkan.
Itu juga salah satu bentuk mengatasi ketersediaan tempat tinggal, untuk mengurangi pembangunan lahan perumahan yang memang memakan lebih banyak tempat. Beberapa kali mereka juga menyinggung proyek dengan pemerintah yang pernah ditanyakan Raka dan Mbak Aida.
Tak terhitung sudah berapa kali aku menguap. Sebenarnya aku tidak begitu menyimak pembicaraan mereka, karena sebagian pembicaraannya malah cenderung bersifat pribadi. Hanya pada bagian awal-awal saja mereka membahas seputar pekerjaan. Topiknya tidak menentu dan sering berubah-ubah, jadi aku bingung mencatatnya.
Dari hasil meeting kali ini, aku malah mendapat beberapa poin yang sebenarnya tidak perlu kuketahui.
Pertama.
Ternyata Bu Tania adalah sepupunya Athaya. Umur mereka sama, itulah kenapa mereka terlihat begitu akrab. Ayahnya Bu Tania adalah kakak dari ayahnya Athaya. Jadi sebenarnya ini bukan meeting tapi silaturahmi keluarga.
Kedua.
Papanya Bu Tania merupakan Chief Executive Officer alias CEO di perusahaan bernama FHRI Holdings Ltd yang ada di Singapura. Sebuah perusahaan hotel global dengan lebih dari 110 hotel dan resort di bawah nama Raffles, Fairmont, dan Swissotel.
Ya, Raffles. Dengan kata lain hotel ini hanyalah salah satu bagian dari perusahaan milik papanya Bu Tania, yang artinya milik pamannya Athaya. Mereka berdua adalah definisi dari 'anak sultan' yang sesungguhnya.
Ketiga.
Ayahnya Athaya bernama Andre, karena beberapa kali Bu Tania menyebutkan kata 'Om Andre' untuk mengancam Athaya. Sayangnya aku tidak mendapatkan informasi mengenai ibunya. Mereka tidak membahas tentang itu sama sekali.
Keempat.
Bu Bella, sekretaris Athaya sebelumnya yang sedang kugantikan posisinya sekarang, ternyata kakak beradik dengan Bu Tania. It's a bit confusing for me.
Mereka berdua adalah putri dari seseorang yang penghasilannya triliunan per minggu, tapi kenapa mereka masih bekerja di perusahaan properti milik orang lain? Ditambah seingatku ada aturan di kantor yang melarang adanya hubungan keluarga di antara karyawan.
Dan yang terakhir.
Athaya punya tunangan.
I was surprised to hear that, poin terakhir ini cukup penting untuk dibahas. Entah relationship macam apa yang mereka jalani? Tapi kalau dilihat dari cara Athaya membicarakan perempuan yang dia sebut sebagai tunangannya itu, sepertinya dia benar-benar menyukainya.
Honestly, aku merasa sedikit kesal ketika mengetahui Athaya sudah punya tunangan. Jangan berpikiran kalau aku kesal karena aku punya another feeling yang lebih dari sekadar atasan dan sekretaris. Aku kesal karena Dinosaurus Tengil itu sudah punya tunangan, tapi masih saja berkencan dengan perempuan lain. Apa dia sama sekali tidak memikirkan perasaan tunangannya? He doesn't have a heart or what?

KAMU SEDANG MEMBACA
SHAF ✔
Romance(Sudah terbit, bagian tidak lengkap.) "Satu shaf shalat dibelakangnya adalah mimpi buruk." Kalimat itu sudah cukup bagi Shafira untuk menggambarkan bagaimana kehidupannnya setelah bertemu dengan seorang Athaya Khalil Adnan. [Spiritual-⚠Romance Act] ...