Selamat membaca!
Semoga kalian suka dan tertarik.
Jangan lupa Vote and Comen!
Kalau perlu share juga😉.@@@@
Langit sedang bahagia. Gelap diusir pergi. Burung mulai bangun dari peristirahatannya, mencari pengganjal perut yang mampu mengenyangkannya. Embun menjadi ciri khas yang tak bisa dilewatkan. Aktivitas mulai dilakukan manusia.
Teriakkan sang induk menjadi pemula hari. Gerakkan malas masih saja terlihat. Mata tidak sepenuhnya terbuka, hanya insting yang dibiarkan mencari dimana letak kamar mandinya.
"Reka Macapati de Laurent!"
Tidak ada sahutan dari teriakkan seorang wanita paruh baya itu.
Dengan amarah yang meluap, didatanginya kamar sang anak. Pintu berbahan kayu jati dibukanya dengan kasar. Beliau tidak segera masuk ketika dilihat putra tunggalnya sedang 'salam'. Hatinya menghangat, melihat putranya yang tidak pernah lupa bersujud pada-Nya.
"Assalamu'alaikum warohmatullah... Assalamu'alaikum warohmatullah." Diusapnya wajah dengan dua tadahan tangan. "Ada apa, Mami?" Tanyanya sambil melipat permadani yang baru dipakainya.
Seketika marah itu muncul kembali setelah anaknya memulai pembicaraan."Mami sudah bilangkan jaga adikmu! Hanya itu dan kakak sama sekali tidak melaksanakannya."
"Reka sudah bilangkan, Mi. Reka tidak punya adik. Please, Mor. Yeppy itu anjing." Ucapnya tenang.
"Kamu sudah pintar berkata kasar ya!"
"Mami..." Menghela nafas adalah pilihan yang tepat.
Wanita itu keluar dari kamar anaknya dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Terkesan manja memang tapi itulah sang Mami. Dan Yeppy adalah anjingnya. Mami selalu saja mengatakan kalau Yeppy itu adiknya. Sesuatu yang selalu membuat Reka kesal. Dia anak tunggal, sejak kapan memiliki adik berbulu dan suka menjulurkan lidah. Mungkin karena Mami-nya begitu ingin seorang anak lagi, tetapi Tuhan tidak mengijinkan karena setelah kelahiran Reka, Ranika -Mami Reka- mengalami sebuah kecelakaan yang mengakibatkan pendarahan dan mengharuskan rahimnya diangkat.
Ia hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku Mamu dan sudah dipastikan dimeja makan nanti akan ada acara ceramah pagi dari Papi. Sudah pasti Mami yang mengadukanya.
Membenahi diri, menyiapkan semua yang diperlukan untuknya pergi kuliah. Reka bukan lagi anak SMA yang apapun dibutuhkan selalu disiapkan Mami. Dia harus mulai mencoba dewasa dan mandiri. Lagi pula tujuannya sekarang adalah menata masa depan tidak lagi bersenang-senang tanpa ada tujuan hanya menghabiskan uang orang tua.
Sudah Reka duga suasana ruang makan pasti penuh dengan rengekan manja Mami pada Papi. Entah apa yang dipermasalahkan Mami kali ini."Ini! Kakak! Gak mau jaga Yeppy pas Mami arisan dirumah Bu Gandhi." Adu Mami pada Papi saat didengar derit kursi yang ditarik Reka untuk duduk.
"Mqmi." Tegur Papi.
"Ish! Papi bela Reka terus. Mami marah." Rajuk Mami dan melipat kedua tangannya didada dengan bibir mengerucut.
Reka sudah begitu kesal melihat drama Mami. Dia bangkit dari duduknya tanpa menyentuh makanan ataupun minumnya.
"Reka berangkat, Mami, Papi."
Mencium tangan Papi dan Mami. Meski dalam keadaan apapun, Reka selalu ingat bahwa orang tua harus dihormati setidaknya nanti ketika kita tua, kita juga mendapat penghormatan dari anak-anak kita.
"Reka gak makan dulu, Nak? Reka punya Maag, kan? Kalau kambuh bagaimana?" Tanya Papi tenang tapi Reka masih menangkap kekhawatiran Papi.
"Gak. Punya. Gak gimana." Jawaban singkat. Bukan bermaksud tidak sopan. Reka hanya ingin cepat berangkat ke kampusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORA
RomanceSemua tidaklah sama. Nasibnya berbeda. Pikiran memaksa untuk mengumbar tawa. Hati menekan tangis lara. Bukan pahlawan yang ditunggunya begitu juga pangeran berkuda. Tak ada yang bisa diandalkan karena andil Tuhan terlalu besar dalam kehidupan.