Dia tak lagi mengumbar tawa. Disana sesorang sedang menatapnya tajam. Sepertinya ia sudah melakukan kesalahan lagi.
"Gi, aku duluan, ya." Pamitnya pada teman yang sedari tadi bersamanya itu.
Dengan kepala tertunduk, dia melangkah. Ada ketakutan didadanya. Ketakutan yang selalu mengikutinya ketika dia sedang berada bersama orang yang menatapnya tajam itu. Tapi rasa butuh menjerat lehernya begitu kuat. Bukan! Jangan salah paham! Ayahnya selalu memenuhi kebutuhannya, jadi jangan mengira kalau dia membutuhkan uang orang itu.
"Reka cari Taling?" Tanyanya dengan suara lirih, tidak berani mengangkat kepala untuk menatap mata tajam didepannya.
"Siapa lagi yang gue cari disini selain lo?" Balas Reka dengan nada suara dingin yang begitu ketara.
Reka tidak suka ketika Taling tertawa dengan orang lain terlebih seorang lelaki. Entah apa yang terjadi padanya, padahal ketika dia pacaran dengan teman SMA nya dulu, ia tidak seposesif ini.
Ditariknya tangan Taling menuju tempat yang muncul begitu saja ketika dia marah tadi. Bukan kelembutan, Taling tidak pernah merasakan kelembutan dari tangan Reka. Erat dan kasar, Taling yakin, setelah ini pasti pergelangan tangannya akan memerah dan sakit.
Rooftop"Reka." Panggil Taling.
"Apa?"
Sebuah cengkraman erat mampir dirahang Taling, membuatnya meringis menahan sakit. Sudah biasa tetapi rasanya tetap sakit.
"Reka."
Taling terus berusaha melepas tangan Reka dirahangnya. Sulit sekali membuat Reka bersikap lembut padanya. Baik dia melakukan kesalahan ataupun tidak tetap saja cengkaraman akan terus mampir kerahangnya ketika Reka marah.
"Lo punya gue, Taling. Udah pengin berpaling, huh?" Ucap Reka dengan penuh penekanan.
"Eng-gak...Taling...cuma punya Reka. Taling...gak berpaling." Balas Taling.
Cengkraman keras itu lepas. Taling menghela nafas lega dan memegangi rahang bawahnya mencoba mengurangi sakitnya, sesekali mengelus pergelangan tangannya yang merah seperti dugaannya.
"Aishhh..." Ringisan Taling terdengar oleh Reka yang duduk memejamkan mata dengan tangan menutupi kepalanya.
Reka mendapati Taling yang duduk dilantai Rooftop sambil memegangi rahangnya. Tidak ada protes dari Taling, dia hanya mampu menekan rasa takut dan rasa sakitnya."Duduk samping gue!" Perintah Reka.
Taling yang mendengar itu langsung bangkit dan duduk disamping Reka sesuai perintah Reka dengan cepat. Dia tidak mau membuat amarah Reka muncul lagi."Kenapa Reka?" Tanya Taling dengan senyum terpasang dibibirnya seolah semuanya baik-baik saja, seakan tidak terjadi apa-apa antara keduanya.
Reja tidak menjawab. Sibuk mencari-cari salep yang diberikan Mami tempo hari. Mengolesi dua sisi rahang Taling yang memar dengan salep.
"Reka so sweet, ya." Celetuk Taling. "Tapi Taling takut kalau lagi marah. Jangan suka marah, ya."
"Diem."
Taling terkekeh, membuat Reka kesal merupakan kesenangan untuknya. Raut wajah yang diperlihatkan Reka begitu lucu dimata Taling. Membuatnya nyaman dan tidak berani melangkah keluar dari lingkaran Reka.
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORA
RomantizmSemua tidaklah sama. Nasibnya berbeda. Pikiran memaksa untuk mengumbar tawa. Hati menekan tangis lara. Bukan pahlawan yang ditunggunya begitu juga pangeran berkuda. Tak ada yang bisa diandalkan karena andil Tuhan terlalu besar dalam kehidupan.