Selamat membaca!
Semoga kalian suka dan tertarik.
Jangan lupa VOTE DAN KOMENYA YAAA
Kalau perlu share juga.
Foto di atas itu Reka Macapati de Laurent.@@@
Pagi cukup cerah hari ini. Tidur semalam sedikit menyegarkan tubuh Reka. Meski pikirannya masih begitu kacau. Lebam dilukanya membaik karena pukul empat setelah sholat subuh, dia memberikan salep pada lukanya.Reka menuruni anak tangga menuju Mama di dapur yang sedang berkutat dengan masakannya. Memeluk dengan sayang dari belakang dan mencium pipi Mama.
“Kamu buat Mama kaget!” Ujar Mama dengan memukul kecil tangan Reka diperutnya dan terkekeh kecil.
“Masak apa?”
“Rendang.”
Reka mengangguk lalu melepaskan pelukannya dan duduk di kursi, menunggu makanan siap. Beberapa menit berlalu tetapi orang yang ditunggu tidak muncul, membuatnya mengerutkan dahinya dan menatap kearah lantai dua.
“Papa mana, Ma?” Ya, yang ditunggu Reka adalah Papa. Ada sedikit yang ingin dibicarakannya bersama Papa.
“Papa ada urusan bisnis. Pagi jam tiga dia berangkat ke bandara menuju Singapura.” Jawab Mama sambil membawa masakannya menuju meja makan.
Melihat wajah Reka yang penuh lebam membuatnya hampir saja menjatuhkan piring berisi rendang.
“Mukanya kenapa? Kok gini?” Mama menangkup wajah Reka melihat luka-luka tersebut.
“Nggak apa-apa, Ma. Cuma luka kecil.” Mendengar ucapan anaknya, Mora reflek memukul kecil pipi Reka. Membuat Reka meringis sakit.
“Sakit, kan? Luka kecil bilangnya.”
Mama mengambil es dilemari pendingin, membungkusnya dengan kain lalu dikompreskan pada luka-luka Reka. “Kuliah siang?”
Reka hanya mengangguk, mengiyakan. Menyandarkan tubuhnya disandaran kursi, merasakan dinginnya es dipermukaan wajahnya. Ini terasa menyejukan, batin Reka.
Beberapa menit kedepan mungkin Mama akan disibukkan dengan wajah lebam Reka tetapi suara dering telepon mengintrupsinya.
Mama bergerak mengambil handphonenya dan mengangkat telepon. Beberapa saat kemudian dapat Reka lihat, tubuh Mama bergetar hebat dan terjatuh luruh dilantai. Tangis histeris yang selalu didengar Papa dimalam hari, ditunjukan Mama saat ini.
Reka cepat-cepat menghampiri Mama. Merengkuhnya dan berbisik, “Semua baik-baik saja, Mam. Everything gonna be oke.” Reka tidak tahu apa yang terjadi. Dia hanya bisa menenangkan Mama. Bertanya pada Mama sekarang bukan pilihan yang tepat. Mama kacau.“Pap… Pap tiada!” Teriak Mama dengan nafas tersengal yang membuatnya terbata.
Tubuh Reka membeku. Semoga yang Mama maksud tidak sama dengan makna yang ditangkap Reka. “Mama tenang dulu, ya. Tarik nafas lalu buang. Ikuti Reka.”
“Reka… Papa tiada, Reka!” Mama kembali histeris. Itu membuat Reka frustasi. Apa maksudnya?
“Ayolah, Ma! Tenangkan diri Mama. Beritahu Reka apa yang terjadi.”
Mama menarik nafas panjang, “Pesawat Papa hilang kendali. Papa mati, Reka!” Teriakkan kembali terdengar diakhir kalimat Mama.
Seketika itu tubuh Reka benar-benar lemas bagai tak bertulang. Apa lagi ini? Sebegitu sulitkah dia hidup. Reka tidak tahu, pembicaraannya dini hari tadi menjadi perbicangan terakhir mereka.
Hari ini, kediaman de Laurent dipenuhi tangis ibu dan anak. Menekan keras lara dihati. Menguatkan bagian yang rapuh.
@@@
Kalau kamu merasa tangis mampu meredakan segalanya, menangislah. Karena tangis bukan takaran kuat lemahnya seseorang.
@@@
Vote and Comen yaaaMenghargai nggak sesusah itu loh. Mengapresiasi sebuah karya terasa menyenangkan kalu kalian membiasakan.
Kalian bisa follow ig: @adeeok_watty buat tahu kapan-kapan aja METAFORA dan cerita-cerita lain author update.
Bisa juga follow authornya langsung di ig: @adeeok_
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORA
RomanceSemua tidaklah sama. Nasibnya berbeda. Pikiran memaksa untuk mengumbar tawa. Hati menekan tangis lara. Bukan pahlawan yang ditunggunya begitu juga pangeran berkuda. Tak ada yang bisa diandalkan karena andil Tuhan terlalu besar dalam kehidupan.