Selamat membaca!
Semoga kalian suka dan tertarik!Jangan lupa vote and comen.
@@@
Beberapa hari ini, Reka benar-benar menjalankan niatnya. Dia benar-benar memperlakukan Taling dengan layak. Selayaknya seorang kekasih. Tidak ada nada dingin, wajah datar, cengkraman ataupun tamparan.
"Es krim." Celetuk Reka.
Taling mengerut bingung. Apa maksudnya? Es krim? Ini yang tidak Taling suka. Reka memang berubah tetapi sikap sedikit berbicara masih tetap ada.
"Es krim? Reka lagi nawarin ke Taling? Atau Reka cuma ngomong aja?" Tanya Taling.
"Nawarin." Jawab Reka dengan helaan nafas. Segitu susahkah orang menangkap maksudnya.
"Engga deh. Beberapa hari ini Reka suka kasih makan banyak ke Taling. Taling takut gendut."
Seketika tatapan Reka menajam. Taling beringsut mundur dan menundukan wajahnya. Reka tidak suka kalimat terakhir yang diucapkan Taling. Mau gendut ataupun kurus, Reka tetap suka. Toh, penampilan hal yang relatif, kapan saja dapat berubah.
"Kapan gue bilang nggak suka lo gendut?" Nada suara Reka kembali dingin. Dan itu yang tidak Taling inginkan. Taling tidak tahu kalau ucapannya dapat membuat Reka semarah ini.
"Taling mau es krim." Kepalanya tetap tertunduk.
"Kalau ngomong liat orangnya! Nggak usah nunduk! Nanti mahkotanya jatuh."
"Iya, maafin Taling. Taling mau es krim."
Taling cepat-cepat mendongakkan kepalanya, tidak mau Reka semakin marah kepadanya.
"Hmm." Reka berdiri dan berjalan menuju kedai es krim dekat taman yang mereka singgahi saat ini.
"Coklat, Bang. Dua."
Saat ini kedai sedang sepi, membuat pesanan Reka cepat jadi.memberi uang lalu menghampiri Taling yang sedang menatap danau buatan didepannya. Reka menyodorkan satu es krim coklat kesukaan Taling dan disambut senang oleh Taling.
Kedai es krim itu adalah kedai langganannya. Jauh sebelum bersama Taling, dirinya selalu mampir ke taman ini dengan menggengam es krim yang dibelinya dari kedai itu. Reka melakukan itu setiap pulang sekolah dan hamper setiap hari sampai bertemu Taling -pacar pertamanya dan semoga pacar terakhirnya- dia mulai jarang mengunjungi taman ini. Mungkin sibuk memberi rasa sakit pada Taling.
Reka sangat tahu kalau sebenarnya Taling begitu menginginkan es krim ini karena beberapa kali dilihatnya, Taling melirik kedai es krim tadi. Jadilah Reka menawarkannya.
"Reka, Taling boleh Tanya?"
Ada beberapa hal yang menggelayuti pikiran Taling beberapa hari ini dan dirinya bukan seseorang yang mampu berdiam diri.
"Kenapa tiba-tiba Reka berubah? Maksudnya sikap Reka?" Ucap Taling.
Itu hal ganjil menurut Taling. Sikap kasar seseorang mampu berubah pasti karena ada suatu alasan.
Tidak! Bukannya Taling tidak bersyukur. Justru dirinya sangat bersyukur dengan perubahan Reka. Taling hanay ingin tahu alasannya atau mungkin sebabnya. Apa ini terlalu berlebihan?
"Nggak boleh?" Pertanyaan yang dilontarkan Reka membuat Taling menatap kesal Reka.
"Ih! Taling kan tanya, kok, tanya balik. Reka harusnya jawab." Ini pertma kalinya Taling merasa kesal kepada Reka dan mampu mengungkapkannya tanpa ada rasa takut.
Reka terkekeh geli. Dia bersyukur setidaknya dirinya mampu memunculkan ekspresi lain dari taling, selain ekspresi ketakutan.
"Apa berubah merupakan hal terlarang saat ini? Lo merasa risih dengan sikap gue?"
"Engga, sih. Taling hanya merasa aneh saja, ngga risih kok." Taling menyunggingkan senyum manisnya setelahnya.
Reka menghembuskan nafasnya pelan, taling selalu saja seperti ini, tidak ada tuntutan. Mau bagaimanapun Reka juga ingin merasakan rasanya dibutuhkan. Selalu dicari keberadaanya, selalu diperdengarkan keluh kesah Taling tentang sikapnya. Tapi Reka sadar, perempuan yang menjadi kekasihnya ini adalah perempuan mandiri dan dewasa. Dirinya tidak bisa banyak menuntut karena Taling pun tidak pernah menuntut apapun padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORA
RomanceSemua tidaklah sama. Nasibnya berbeda. Pikiran memaksa untuk mengumbar tawa. Hati menekan tangis lara. Bukan pahlawan yang ditunggunya begitu juga pangeran berkuda. Tak ada yang bisa diandalkan karena andil Tuhan terlalu besar dalam kehidupan.